Archive for Maret, 2012

Dampak Letusan Gunung Toba

Gunung TOBA

Kajian palaeogeografi ahli asal AS mengetengahkan temuan terkini tentang letusan dahsyat gunung Toba di Sumatera yang menyajikan bukti tak terbantahkan betapa letusan “mega-colossal” gunung berapi zaman purbakala yang terjadi 73.000 tahun silam menimbulkan dampak dahsyat luar biasa hingga memusnahkan keberadaan kawasan hutan di anak benua India yang letaknya terpisah sejauh 3.000 mil dari pusat letusan yang kini menjadi danau Toba.

Bukti-bukti riset mencakup debu sampel penelitian yang ditemukan di lokasi daratan India, Samudera Hindia, Teluk Benggali, dan laut China Selatan dari kejadian letusan yang diperkirakan melontarkan material dan debu vulkanis hingga sejumlah 800 km³ ke atmosfir bumi dan membuat gunung berapi zaman purbakala tersebut lenyap tinggal meninggalkan kawah di muka bumi yang kini menjadi danau Toba dengan dimensi panjang 100km dan lebar 35km menjadi bukti peninggalan danau vulkanis terbesar sejagat.
Digambarkan kedahsyatan dampak letusan ini menjadikan partikel debu pada lapis atmosfir menghalangi sinar matahari ke bumi serta memantulkan kembali panas radiasi hingga selama selang 6 tahun hingga serta merta memunculkan zaman “Instant Ice Age” di muka bumi yang berdasarkan analisa penelitian lapisan es di Greenland zaman es ini berlangsung selama 1.800

Jika ditelaah dari data skala VEI : (Volcanic Explosivity Index) yang dipergunakan USGS (Geological Survey Amerika Serikat), letusan luar biasa gunung Toba zaman purbakala ini diklasifikasikan kategori VEI : 8 hingga disebut “mega-colossal” yang antara lain dicirikan dari besaran volume lontaran material vulkanis letusan -/+ 1.000 km³.

Sebagai perbandingan letusan g. Tambora (th. 1815) di kepulauan Nusa Tenggara termasuk dalam skala VEI : 7 , sedangkan peristiwa dahsyat letusan g. Krakatau (th.1883) hingga tinggal menyisakan pulau Anak Krakatau sekarang ini termasuk dalam VEI : 6

 Yit telah diperkirakan bahwa peristiwa Meletus Gunung Toba (setidaknya) telah menghasilkan ejecta dari 2.800 cu. km. Beberapa peneliti menganggap ini sebagai estimasi bawah. Total diduga terdiri dari komponen sebagai berikut (ref. Rose WI et al, 1990.):

 Aliran lava – Aliran lava dari 1.000 cu. km, yang meliputi wilayah di Sumatera mencapai dari pantai ke pantai 20.000 sampai 30.000 km persegi dan antara 50 sampai 150 m (kadang-kadang sampai 400 m) tebal dekat kaldera dan sekitar 50 m tebal rata-rata. Suhu lava sebelum letusan sekitar 750oC. Suhu bahan yang muncul pada saat ia beristirahat diduga telah sekitar 550oC dan dalam beberapa hari didinginkan sampai sekitar 100oC – tetapi di bawah permukaan itu tetap panas lebih lama lagi.

Umpasa dalam Sastra Budaya Batak Toba (2)

Salah satu kekayaan Bahasa Batak ialah melalui umpasa.
Memang umpasa umumnya dikenal atau diungkapkan dalam event pesta adat. Tetapi itu tidak berarti menutup kemungkinan lain.

 

  Makna Simbol Uang Mahar pada UpacaraAdat Perkawinan Batak Toba

 

Mahar disebut juga di dalam masyarakat Batak Toba dengan sinamot, yaitu pembayaran perkawinan atau emas kawin dalam bentuk uang,benda, dan kekayaan. Pembicaraan tentang berapa besarnya sinamot telah dibicarakan sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak berunding untuk bersepakat dengan pelaksanaan pesta perkawinan. Pertemuan ini disebut dengan

marhata sinamot (membicarakan sinamot).

Sedangkan pada waktu upacara perkawinan,sinamot dibagi-bagikan kepada pihak kerabat yang berhak;

Suhut (bagian orang tua dari mempelai perempuan);

Si jalo Bara (bagian saudara laki-laki ayah dari mempelai perempuan;

Sijalo Todoan (bagian sudara laki-laku mempelai perempuan);

Tulang ”upa Tulang” (bagian saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan); Pariban ”upa pariban” (bagian saudara perempuan dari ibu mertua atau bibi dari pempelai perempuan); dan para undangan pihak perempuan (parboru) yang

hadir walaupun jumlah bilangannya sedikit sebagai bukti (tuhor ni boru).

Hal ini sebagai wujud dari system kemasyarakatan Batak Toba yang masing-masing mempunyai status dan peran. Ketiga unsure kemasyarakatan mendapatkan bagian dari sinamot,sebaliknya mereka akan melaksanakan perannya pada upacara adat perkawinan. Filosofi

  • Somba marhula-hula,
  • Manat mardongan sabutuha,
  • Elek marboru

Filosofi masih dipegang teguh sampai sekarang.

Somba marhula-hula artinya Hula-hula adalah kelompok yang harus dihormati karena mempunyai anugerah untuk memberikan berkat kehidupan kepada kelompok Boru, bagaikan matahari yang memberikan cahayanya ke bumi

sehingga terjadi kehidupan. Manat mardongan tubu artinya harus hati-hati akan hubungan sesame satu marga karena hubungannya sangat sensitive  apabila terjadi perselisihan, hubungan satu marga diharapkan selalu bersatu bagaikan memotong air yang tidak akan putus.

Elek marboru artinya kelompok boru yang selalu hormat kepada hulahula,

sebaliknya hula-hula juga harus sayang dan memanjakan serta “menuruti” kemauan boru.

Hula-hula dihormati dan berwibawa karena sikap hormat kelompok boru yang selalu menopang,memberikan bantuan ketika melakukan suatukegiatan.

 

Pada masyarakat Batak Toba pemberian uang mahar (sinamot) dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan janganlah diartikan sama dengan menjual sesuatu barang atau benda di pasaran.

Pemberian uang mahar (sinamot) mempunyai falsafah dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya.

Pengertian dari pemberian uang mahar (sinamot)yang paling hakiki adalah proses “pemberian dan penerimaan”. Mempelai perempuan yang telah diberikan marga oleh pihak keturunan/klan ayahnya akan melepaskan haknya, sebaliknya akan

”menerima sinamot” dari pihak paranak. Oleh karena itu, mempelai perempuan diharapkan jangan membuat malu nama keturunan/klan ayahnya kepada pihak mempelai laki-laki yang telah ”memberi” dan membawa ke dalam keturunan/klannya. Mempelai perempuan sudah tidak menjadi tanggungan ayahnya lagi dalam adat karena haknya sudah diserahkan kepada pihak

mempelai laki-laki. Mulai saat itu, mempelai perempuan sudah harus mengikuti marga suaminya, seperti kata umpasa:

  • Tinallik landorung,
  • Bontar gotana,
  • Dos do anak dohot boru,
  • Nang pe pulik margana.

Arti Harfiah:

Ditebas pohon landorung,

Getahnya berwarna putih,

Putra dan putri adalah sama,

Walaupun marganya berbeda

 

  • Sian aek sarulla,
  • Mandapothon aek puli,
  • Marsantabi boru nami,
  • Asa horas ma naeng muli.

Arti Harfiah:

Dari sungai sarulla,

Berakhir pada sungai puli,

Putri kami pamit permisi,

Semoga sejahtera akan menikah.

 

  • Tading do hirang niba,
  • Mangeahi hirang ni deba,
  • Tading do inang niba,
  • Mangeahi boru ni deba.

Arti Harfiah:

Tas keranjang sendiri akan ditinggal,

Mencari tas keranjang orang lain,

Ibu akan ditinggal,

Hanya mencari istri.

 

  • Ansuan si sada-sada,
  • Pege di punguan,
  • Si samudar si samarga,
  • Tongka masibuatan.

Arti Harfiah:

Ansuan satu-satunya,

Jahe satu kumpulan,

Satu darah, satu marga,

Pantang menikah.

 

Pembayaran uang mahar (sinamot)dengan mahal dapat diartikan sebagai makna

simbolik “harga diri” dari kedua belah pihak di mata sosial masyarakat, di mana kedua belah pihak berasal dari keluarga ”Raja” yang masing-masing memiliki wibawa atau harga diri. Pemberian uang mahar (sinamot) dinyatakan dan disaksikan di depan masyarakat umum sehingga masyarakat yang menyaksikan dapat menjadi kontrol sosial di tengah keluarga yang baru dibentuk. Apabila

terjadi kesalahpahaman di antara mereka, mereka tidak akan gampang untuk berbuat kearah perceraian karena masyarakat akan terus mengamati perjalanan keluarga tersebut.

Pada prinsipnya mengawinkan anak bagi masyarakat Batak Toba adalah tugas orang tua yang paling mendasar. Status orang tua sangat ditentukan oleh keadaan para anak-anaknya yang telah menikah. Apabila ada anak yang belum menikah pada usia yang sudah wajar akan menjadi beban bagi orang tua, walaupun anak itu berhasil perstasinya. Orang tua akan mengusahakan agar anak itu menikah agar hutang adatnya terbayar semasa hidupnya. Walaupun tugas orang tua menikahkan anaknya, hal itu hanya merupakan tanggung jawab. Segala hal yang dibutuhkan

dalam proses perkawinan akan melibatkan keluarga, terutama dongan sabutuha dan boru.

Dongan sabutuha dan boru akan berkumpul menyumbang saran/buah pikiran, tenaga, fasilitas,dan biaya, seperti kata umpasa:

 

  • Na tiniop batahi,
  • Batahi pamarai,
  • Sai sauduran satahi,
  • Angka na marhaha-anggi

Arti Harfiah:

Dipegang cambuk,

Cambuk pemimpin

Selalu bersama sehati dan sepikir,

orang-orang yang bersaudara.

 

  • Na marbunga mangga,
  • Dompak matani ari,
  • Sai olo ma hamu mala,
  • Manumpakhi anak nami.

Arti Harfiah:

Mangga yang sedang berbunga

Menghadap matahari

diharapkan kalian sehati

Menyumbang mahar anak kami.

 

 Pemberian Ulos Ketika Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

 

Pada masyarakat Batak Toba tradisional sumber panas hanya didapatkan dari panas matahari, api,bambu duri yang dijadikan benteng perkampungan, dan ulos (sehelai kain). Keempat

sumber panas tersebut, hanya ulos yang dianggap lebih praktis untuk mendapatkan dan

menggunakannya. Dengan alasan inilah, Ulos mempunyai “makna” tersendiri bagi masyarakat

Batak Toba yang dapat memberikan kehangatan tubuh dan roh manusia. Kehangatan tubuh dan roh membuat manusia sehat dan dapat beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari, seperti kata umpasa mengatakan:

 

  • Ulos suri-suri,
  • Rio di tonga-tonga,
  • parlagu na uli,
  • So lupa sian roha.

Arti Harfiah:

Ulos suri-suri,

Ditengahnya banyak hiasan,

Orang yang baik hati,

Tidak akan terlupakan.

 

Ulos merupakan hasil tenunan wanita Batak Toba yang berbentuk lembaran, memiliki aneka ragam corak dan keanekaragaman corak tersebut membuat ulos dapat dibedakan atas jenisnya. Pembuatan ulos harus mengikuti pola dan aturan yang harus sesuai agar kelihatan ideal dan dipercayai memiliki kekuatan “magis “ tradisional. Makna simbolik ulos secara umum terdiri atas tiga bagian, yaitu; hapal (tebal) memberikan kehangatan tubuh dan roh bagi yang menerimanya. Sitorop Rambu (banyak rambu pada ujung ulos) mempunyai arti agar mendapatkan banyak keturunan putra dan putri bagi yang menerimanya. Ganjang (panjang) yang

mempunyai arti agar orang yang penerimanya panjang umur.

Pemberian ulos ketika upacara adat perkawinan Batak Toba bersamaan dengan penggunaan umpasa, setelah umpasa selesai diucapkan maka ulos dililitkan ke punggung kedua pengantin. Pemberian ulos mempunyai makna simbolik sebagai “materai” agar permohonan yang disampaikan kepada Tuhan Yang Mahaesa menjadi kenyataan seiring dengan sampainya ulos tersebut untuk mengahangatkan tubuh dan roh kedua pengantin yang menjadi satu dalam keluarga. Penyampain ulos diharapkan dapat memacu semangat hidup untuk mengayuh biduk keluarga di tengah gelombang dunia yang dahsyat.

Penggunan umpasa ketika memberikan ulos pada kedua pengantin dan pihak paranak merupakan permohonan berkat agar kedua mempelai dan keluarga selalu dalam lindungan Tuhan yang Mahaesa, diberikan kesehatan,keturunan putra/putri yang bijaksana, kekayaan,dan wibawa yang dapat melindungi keluarga.

Permohonan ini merupakan filosofi orang Batak Toba diarapkan dapat terwujud di dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang baru dibentuk, seperti kata umpasa:

  • Uli pe pinggan pasi,
  • Ulian do panggan pasu,
  • Gabe ma boru na pinamuli,
  • Naung manjalo pasu-pasu.

Arti Harfiah:

Cantik piring pasi,

Lebih cantik piring pasu,

Berketurunanlah putri yang dinikahkan,

Yang telah mendapat pemberkatan.

 

  • Bintang na rumiris,
  • Tu ombun na sumorop,
  • Anak pe riris,
  • Boru pe torop.

Arti Harfiah:

Bintang yang bertaburan,

Embun yang menebal,

Putra jumlahnya tak terhingga,

Putri juga jumlahnya banyak.

 

  • Obuk do jambulan,
  • Nidandan bahen samara,
  • Pasu-pasu ni hula-hula,
  • Pitu sundut so ada mara.

Arti Harfiah:

Rambut adalah rambut,

Didandan berkepang,

Berkat yang bersumber dari hula-hula,

Tujuh generasi tidak bermara.

 

  • Ia tambor bonana,
  • Rugun ma dohot punsuna,
  • Ia gabe maradong hula-hulana,
  • Suang songoni nang boruna.

Arti Harfiah:

Batangnya ditimbun,

Daunnyapun akan rindang,

Berketurunan dan kaya hula-hulanya,

Demikian juga borunya.

 

  • Suhat si gopuk,
  • Suhat ni marga panggabean,
  • Molo mamora boru,
  • Adong ma paulaean.

Arti Harfiah:

Keladi si gupak,

Keladi milik Panggabean,

Jika boru berada,

Ada yang dihandalkan.

 

  • Na tinapu salaon,
  • Salaon situa-tua,
  • Martua do halak,
  • Molo gabe boruna,
  • Ia pinangido hepeng,
  • Na so olo manjua.

Arti Harfiah:

Yang dipupuk salaon,

Salaon milik leluhur,

Bertuahlah orang,

Apabila sejahtera borunya,

Jika diminta uangnya,

Pasti diberikan.

Umpasa dalam Sastra Budaya Batak Toba (1)


Masyarakat Batak Toba memiliki salah satu tradisi lisan yang dapat dikelompokkan ke dalam bentuk puisi lama, bernama umpasa.

Umpasa digubah dengan syarat-syarat berbait, bersajak, dan berirama, serta diperkeras lagi dengan jumlah baris dan suku kata tertentu. Katakata yang tersusun dalam bentuk kalimat pada umpasa mengandung nilai kepuitisan, berisi falsafah hidup, etika kesopanan, undang-undang,dan kemasyarakatan. Umpasa lebih cenderung berisi permohonan yang menjadi cita-cita hidup setiap masyarakat Batak Toba, berupa hagabeon (kebahagiaan), hamoraon (kekayaan), hasangapon(dihormati), dan saur matua (panjang umur dan sejahtera).

Penggunaan umpasa dilakukan ketika upacara adat perkawinan berlangsung sebagai media komunikasi dan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa bagi kelompok-kelompok yang mempunyai andil pada upacara adat tersebut.

Suasana akan menjadi hidup apabila pembicara dari kelompok-kelompok yang terkait menggunakan umpasa dengan fasih dan berirama sambil menunjukkan kebolehannya sebagai symbol bahwa kelompok tersebut mengerti dan memahami upacara adat dengan baik.

Ulos adalah selembar kain yang ditenun sebagai kerajinan oleh wanita dengan berbagai pola dan aturan-aturan. Ulos merupakan ciri khas kebudayaan Batak Toba tradisional berwujud kebudayaan artefaks (konkrit). Sebelum masuknya agama Kristen pada masyarakat Batak Toba, ulos adalah benda yang diresapi oleh suatu kualitas/kekuatan “magis religius”. Oleh karena itu, banyak larangan dan pantangan yang tidak boleh diabaikan ketika proses penenunan karena diberkati dengan kekuatan keramat. Panjangnya harus tertentu, jika tidak, dapat mambawa maut dan kehancuran pada “tondi” atau roh sipenerima ulos. Akan tetapi, jika ulos dibuat sesuai dengan aturan berupa ukuran dan pola tertentu maka ulos akan dapat dijadikan sebagai pembimbing dalam kehidupan.

Secara umum pembuatan ulos adalah sama, yang membedakannya adalah nama, corak atau motif, dan sifat kedudukan pemakaiannya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika memberikannya. Walaupun mempunyai perbedaan, akan tetapi pemberian ulos selalu diartikan dan dihubungkan dengan makna simbolsimbol.

Ulos dianggap sebagai medium konkrit sebagai “materai” agar permohonan direstui oleh Tuhan Yang Mahaesa, bersamaan dengan penggunaan umpasa yang berisi permohonan sehingga permohonan tersebut dapat diterima oleh tondi (roh) dan daging (tubuh).

Sistem kemasyarakatan Batak Toba tertuang dalam kerangka konsep Dalihan na Tolu, artinya tungku nan bertiga. Ketiga kaki tungku masing-masing mempunyai fungsi dan kedudukan yang tidak boleh dipisahkan dan dipertukarkan untuk menjaga keseimbangan. Ketiga unsur Dalihan na Tolu terdiri dari;

Pertama, Dongan Sabutuha artinya pihak terdiri dari turunanan laki-laki satu leluhur.

Kedua, Boru artinya pihak penerima dara/perempuan mulai dari anak, suami, orang tua dari suami.

Ketiga, Hula-hula artinya pihak berdasarkan para turunan pemberi dara atau istri.

Penentuan dari sistem kemasyarakatan Batak Toba ditarik berdasarkan garis patrilineal atau garis Ayah yang setiap orang atau individu diwariskan marga. Marga adalah identitas klan atau keturunan yang diteruskan oleh laki-laki,sedangkan perempuan hanya terbatas pada individunya saja tidak sampai kepada anak-anaknya karena anak-anaknya akan mengikuti garis keturunan ayahnya (patrilineal). Patrilinial dijadikan acuan untuk menentukan posisi dalam sistem kemasyarakatan. Pergaulan dalam system kemasyarakatan Batak Toba dikatakan demokrasi, artinya setiap individu diberikan kebebasan untuk menentukan posisi kedudukannya terhadap orang lain sesuai dengan identitas marga. Apakah sebagai Dongan Sabutuha, Boru, dan Hula-hula.

Apabila seseorang telah menentukan atau mengetahui posisinya, maka dia akan menentukan sikapnya. Apabila sebagai Dongan Sabutuha hendaklah selalu seia-sekata, seperasaan,sepenanggungan, bagaikan saudara kandung dan selalu bekerja sama dalam upacara adat, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Apabila sebagai Boru wajib menghormati Hula-hula karena Hula-hula dianggap mempunyai sahala”wibawa Roh” untuk memberikan berkat kepada pihak Boru. Demikian juga jika sebagai Hula-hula harus elek ”sayang” kepada Boru agar wibawanya bertambah kualitasnya.

Pada setiap upacara perkawinan ketiga unsur Dalihan na Tolu harus hadir dan berembuk untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai adat yang berlaku dan ada beberapa proses yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Hak dan kewajiban dirangkum ke dalam beberapa kegiatan yang mempunyai simbol, tetapi pada kesempatan ini hanya tiga simbol besar secara umum yang dibicarakan yaitu penggunaan umpasa, pemberian mahar, dan pemberian ulos.

   Penggunaan Umpasa pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

 Masyarakat Batak Toba Tradisional adalah masyarakat tertutup yang tidak dapat mengatakan sesuatu dengan langsung. Ada suatu “nilai” yang sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya sehingga untuk mengatakan sesuatu harus dilapisi dengan kata-kata yang membuat maknanya tersamar tetapi cukup dimengerti. Biasanya mereka menggunakan umpama (perumpamaan) dan umpasa (pantun) untuk mengatakan sesuatu kepada seseorang atau kelompok ketika melakukan

komunikasi. Pengertian umpama dan umpasa tidaklah dapat disamakan seutuhnya dengan perumpamaan dan pantun di dalam kesusastraan Indonesia. Apabila ditinjau dari segi bentuk dapat dikatakan sama, tetapi apabila ditinjau dari segi makna atau gagasan yang ingin dikemukakan maka akan terjadi perbedaan karena umpama dan umpasa menekankan makna bernilai budaya dengan membandingkan sifat-sifat, kebiasaan,karakteristik, perilaku suatu binatang, tumbuhtumbuhan,dan benda-benda yang terdapat di sekililing masyarakat Batak Toba, Misalnya:

 

  • Napuran tano-tano
  • Rangging masi ranggongan
  • Badanta padao-dao
  • Tondintai masigonggoman

Arti Harfiah:

v  Sirih yang masih menjalar di tanah

v  Menjalar saling tindih-menindih

v  Tubuh kita saling berjauhan

v  Tubuh kita saling berjauhan

 

 

Umpasa di atas merupakan perbandingan kebiasaan tumbuh-tumbuhan dengan kepercayaan terhadap manusia yang memiliki roh. Umpasa terdiri dari empat baris, bersajak aa/aa atau ab/ab.

Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berisi isi. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang sangat halus dan harus dimaknai dalam konsep budaya.

Umpasa ini mempunyai nilai religi tradisional yang membandingkan sifat daunan sirih dengan pemahaman religi terhadap manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan roh.

Kebiasaan dari daunan sirih apabila masih menjalar di tanah (belum menjalar di pohon atau di tembok) akan saling tindih-menindih satu dengan lainnya. Demikian jugalah halnya kebiasaan daunan sirih itu dibandingkan dengan manusia, walaupun tubuhnya saling berjauhan tetapi rohnya akan saling tindih-menindih dan berdekapan satu dengan yang lain.

  • Eme sitamba tua
  • Parlinggoman ni si borok
  • Tuhanta na martua
  • Sudena hita diparorot

Arti Harfiah :

Padi yang merunduk

Tempat perlindungan berudu

Tuhan kita yang Esa

Semua kita dilindungi”

 Umpasa di atas, membandingkan kebiasaan binatang dengan kepercayaan terhadap ke-Esaan Tuhan. Antara sampiran dan isi mempunyai hubungan yang sangat dekat sekali dengan “sifat memberikan perlindungan”. Pada sampiran, diuraikan sifat batang padi yang bernas akan selalu merunduk sehingga keadaan permukaan air di bawah pohon padi terlindung.

Keadaan tersebut dimanfaatkan berudu untuk berlindung dari panas matahari atau intaian dari semua pemangsa. Selanjutnya, pada isi dijelaskan ke-Esaan Tuhan pancipta langit dan bumi yang telah melindungi semua umat manusia. Oleh

karena itu, Tuhanlah tempat perlindungan manusia.

  • Balintang ma pagabe
  • Tumundalhon sitadoan
  • Ari muna do gabe
  • Molo masipaolo-oloan

Arti Harfiah:

Balintang adalah pagabe

Membelakangi sitadoan

Kehidupan akan sejahtera

Apabila seia-sekata

Umpasa di atas, membandingkan cara kerja sistem peralatan bertenun dengan kehidupan manusia yang saling tolong menolong. Pada sampiran dijelaskan sistem kerja alat bertenun saling membantu satu dengan yang lain, sehingga dapat menghasilkan ulos yang kaya akan “nilai” budaya. Pada isi, diharapkan kepada keluarga yang mempunyai hajatan agar selalu seia-sekata atau bermusyawarah/ mufakat dalam segala hal. Dengan demikian, kehidupan akan damai sejahtera karena saling tolong-menong atau salingtopangmenopang.

Perumpamaan “Sise mula hata, topot mula uhum” yang mempunyai arti sapa merupakan dari awal pembicaraan, mengunjungi awal dari suatu hukum. Perumpamaan ini, masih melekat pada masyarakat Batak Toba pada saat ini. Setiap pelaksanaan upacara adat akan mengaplikasikannya dalam bentuk pembicaraan,dimana akan terjadi sapaan dan jawaban yang berkenaan dengan konteks adat yang berlangsung.

Tentu saja pembicaraan yang digunakan bukanlah menggunakan bahasa sehari-hari tetapi menggunakan umpama/umpasa yang puitis dan tertutup dengan keterusterangan sehingga kesannya berbelit-belit apabila dipandang sebelah mata.

Penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan Batak Toba mempunyai makna simbolik sebagai bahasa komunikasi diantara pihak-pihak yang berkompoten untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara. Setiap pembicara dari suatu utusan, pada awalnya selalu menutupi keinginannya bersembunyi dalam umpasa yang memiliki simbol. Keinginan-keinginan akhirnya, akan terjawab karena pembicara-pembicara dari utusan sudah dapat menangkap keinginankeinginan tersebut karena mereka sudah biasa melakukannya.

Selain sebagai bahasa komunikasi diantara pembicara dari setiap utusan, umpasa dapat juga berperan sebagai sarana bermohon kepada Tuhan Yang Mahaesa. Permohonanpermohonan tersebut selalu dikaitkan dengan keinginan dan kepentingan serta harapan-harapan yang diinginkan atau dicita-citakan oleh setiap orang/keluarga.

Secara umum penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan, jumlahnya selalu ganjil dapat terdiri dari 3, 5, dan 7 untai umpasa,tergantung kepada orang yang menggunakannya karena angka-angka tersebut pada masyarakat Batak mempunyai pengertian yang baik, seperti yang terdapat di bawah ini:

  • Andor halumpang ma,
  • Bahen togu-togu ni lombu,
  • Saur matua ma hamu,
  • Ro dinapairing-iring pahompu.

Arti Harfiah:

Tumbuhan merambat halumpang,

Digunakan pengikat hidung lembu,

Semoga panjang umur kalian

Sampai membimbing cucu.

 

  • Sai tubu ma tambisu,
  • Di toru ni pinasa,
  • Sai tubu ma dihamu anak na bisuk,
  • Dohot boru na uli basa.

Arti Harfiah:

Tumbuhlah pohon tembisu,

Di bawah pohon nangka,

Lahirlah putra yang bijaksana,

Dan putri yang cantik dan baik budi.

 

  • Tubu ma dingin- dingin,
  • Di tonga-tonga ni huta,
  • Saur ma hita madingin,
  • Tumangkas hita mamora.

Arti Harfiah:

Tumbuhlah pohon penyejuk,

Di tengah-tengah perkampungan,

Semogalah kita berbahagia,

Serta memiliki harta kekayaan.

 

  • Eme sitamba tua,
  • Parlinggoman ni siborok,
  • Luhut ma hita martua,
  • Debata ma na marorot.

Arti Harfiah:

Padi si tamba tua,

Tempat perlindungan berudu,

Semua kita panjang umur

Dilindungi Tuhan Yang Mahaesa.

 

  • Sahat-sahat ni solu,
  • Sai sahat ma tu bontean,
  • Leleng hita mangolu,
  • Sai sahat ma tu panggabean.

Arti Harfiah:

Sampailah biduk,

Sampai ke tepian,

Semoga panjang umur,

Tercapailah cita-cita dan tujuan”.

 

Umpasa ini selalu digunakan oleh pihak hula-hula ketika melaksanakan upacara adat perkawinan pada masyarakat Batak Toba. Umpasa mempunyai makna simbolik agar keluarga yang dibentuk mendapat berkat berupa hagabeon (memiliki putra dan putri), hamoraon (memiliki kekayaan harta benda), hasangapon (memiliki Wibawa dan terpandang), dan saur matua (panjang umur dan dapat mencapai cita-cita). Apabila umpasa ini selesai dikatakan oleh seseorang maka seluruh hadirin menjawab dengan kata Ima tutu (demikianlah adanya).

Pada akhir acara adat perkawinan, setelah semua pihak Hula-hula selesai memberikan ulos,petuah, dan kata-kata berkat/harapan kepada pengantin dan kepada semua pihak paranak, maka pihak paranak akan menjawab segala kebaikan atau kemurahan hati Hula-hula yang telah memberikan berkat sebagai inti dan kata akhir dari upacara adat perkawinan. Salah seorang dari paranak menjawab diiringi dengan penggunaan umpasa, agar segala pemberian petuah, berkat, dan harapan untuk hidup sejahtera dapat terwujud,terutama kepada keluarga pengantin.

 

  • Turtu ninna anduhur
  • Tio ninna lote
  • Sude hata nauli
  • Sai unang muba, unang mose

Arti Harfiah:

  • Turtu kicauan burung perkutut
  • Indah kicauan burung puyuh
  • Semua petuah/berkat
  • Jangan berganti, jangan berubah”.

 

  • Naung sampulu pitu
  • Jumadi sampulu ualu
  • Hata na uli dahot pasu-pasu
  • Boanon nami mai tu tonga ni jabu

Arti Harfiah:

  • Bilangan tujuh belas
  • Selanjutnya delapan belas
  • Semua kata petuah dan berkat
  • Kami bawa ke dalam rumah.

 

 

  • Andor has ma andor his
  • Tu andor purba tua
  • Sai horas hula-hula nami jala torkis
  • Sai gabe jala saur matua

Arti Harfiah:

  • Tumbuhan has adalah tumbuhan his
  • Tumbuhan purba tua
  • Sejahteralah hula-hula kami dan sehat
  • berketurunan dan berbahagia.