Archive for April, 2013

REVOLUSI SOSIAL DI SUMATERA TIMUR (1)

Revolusi sosial ini bermula pada 3Maret/Mach 1946 malam di Brastagi, dengan PKI, Pesindo dan PNI yang mayoritas orang Jawa menangkap 17 Raja Urung dan Sibayak serta mengasingkan mereka keAceh Tengah. Raja Panai serta keluarganya juga ditangkap dan dijarah hartanya,Bangsawan serta Datok Tumenggung di Penggal Kepalanya.

Raja Raya dibunuh,disembelih di jembatan besar. Raja Purba dan Raja Silimakuta dilindungi TKR(Tentara Keamanan Rakyat), tapi rumah dan ahli keluarganya tak lepas darihajaran PKI dan Pesindo, semua di bunuh, ada yang di bakar hidup-hidup dan adayang di Penggal kepalanya . 

Sultan Sya’ibun Abdul Jalil Rahmat Syah bin Muhammad Husin II. Beliau satu satunya Keturunan Sultan Asahan yang selamat dari Revolusi Sosial, Sultan Su’ibun selamat dan menyerahkan diri kepada Pemerintah Republik Indonesia di Pematang Siantar. Beliau mangkat 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di kompleks Masjid Raya Tanjung Balai.

Begitu juga nasib Kesultanan Melayu Asahan.Semua ahli keluarga dan harta benda Kesultanan Melayu Asahan dibunuh, dipenggal dan ditikam di luar istana. Sultan Asahan berjaya selamat, beliauberlindung pada sebuah pos tentara Jepang/Jepun. Ahli laskar PersatoeanPerdjoeangan (PP), yang ditubuhkan oleh Tan Malaka, dan Persatuan Ulama SeluruhAceh (PUSA) menyerang istana Sultan Melayu Deli, Istana di tembak, tapi Sultanberjaya selamat. Mereka mengambil alih ladang minyak dan kebun karet/getah.Tapi Inggris melancarkan serangan dan memporak porandakan pendukung republik.

Lima kedatukan Melayu Labuan Batu jugadiserang. Sultan Kualuh hilang, mungkin beliau di seksa dan di bunuh lepas tujasadnya dibuang ke sungai. Tengku Hasnan, Tengku Long, serta seluruhkeluarganya dipenggal kepalanya. 

Istana Sultan Melayu Deli dilindungi olehpasukan Inggris, sehingga banyak ahli keluarga sultan selamat, tapi Bangsawan,datuk, wan dan warga Melayu deli di luar istana Banyak di Bunuh. Sultan MelayuSerdang dan Kerapatan Istana lain hanya ditahan di istananya di Perbaungandalam keadaan baik. Karena Sultan Serdang dipandang lebih berpihak padaRepublik sejak awalnya, sehingga banyak orang yang melindungi dan menjagaIstananya.

 

Pangeran Tengku Kamil, Ahli Keluarga Kesultanan Langkat.

Beliau wafat setelah di tebas parang kepalanya

Sementara itu, Sultan Melayu Langkat tidakmeminta perlindungan Sekutu maupun Jepang/Jepun karena ada jaminan dari dr. M.Amir Syarifuddin, Wakil Gubernur Sumatera Utara. tapi, ternyata pasukan Pesindomenangkapi 21 orang ahli istana, termasuk Tengku Amir Hamzah, Pahlawan danPujangga Negara. Istana Sultan Langkat baik yang di Tanjung Pura maupun yang dikota Binjai diserbu dan dirompak, Bangsawan-bangsawan Langkat ditangkap dansebagian besar dibunuh dengan kejam termasuk pujangga besar Tengku Amir Hamzah,puteri-puteri Sultan Langkat diperkosa.dirogol dan yang lebih memilukan lagiperkosaan/perogolan di depan mata ayahanda , sang Sultan Langkat, dan putramahkota yang masih belia hilang tak tau rimbanya hingga kini, ini dilakukanoleh Marwan dan kawan-kawannya, mereka dari PKI. hampir seluruh Tengku, Datuk,Wan dan semua ahli Istana mati di bunuh.. Kesultanan Melayu Langkat yang palingbanyak mati di bunuh PKI dan Pesindo.

Revolusi Sosial di kesultanan Langkat 9 maret 1946

Laskar kesultanan Langkat

 

ISTANA SULTAN MELAYU LANGKAT DI TANJUNGPURA LANGKAT – SUMATERA UTARA. Istana ini dibakar pada Revolusi Sosial pada Maret 1946. Tampak Keramaian dalam perayaan dimasa kesultanan. Orang-Orang Besar Istana, Pengawal dan Masyarakat memenuhi halaman istana. Tampak Payung-payung tanda kebesaran

Tengku-tengku di Asahan yang laki-laki semua dibunuh termasuk isteri Tengku Musa dan anaknya.

Begitu juga raja raja Simalungun, Mandailing dan Tanah Karo. Bahkan yang lebih ganas lagi pembantaian di Simalungun. Pembunuhan terhadap kaum bangsawan terjadi secara massal, ada juga yang di benamkan di Laut, kepalanya dipotong,

di kubur hidup-hidup dan berbagai pembunuhan sadis lainnya, di lakukan oleh massa dari PKI. Bahkan ada juga kaum

melayu bukan bangsawan mati dibantai. yang paling mengerikan pembantaian Raja-raja Simalungun Oleh Barisan

Harimau Liar (BHL).

Raja Muda Tanoh Jawa Tuan Omsah Sinaga dan saudaranya raja Tanoh Jawa Tuan Kaliamsyah Sinaga selamat dari

penculikan BHL (Barisan Harimau Liar) dan mereka tinggal di Pematangsiantar. Tetapi saudaranya Tuan Dolog Panribuan

Tuan Mintahain Sinaga dan puteranya raja muda Tuan Hormajawa Sinaga (ayah Mayor Jatiman Sinaga) tewas dibunuh

BHL beberapa bulan kemudian, yaitu 16 Agustus 1946. Menurut Killian Lumbantobing, mayatnya dicincang dan

dicampur dengan daging kerbau serta disuguhkan untuk santapan pasukan BHL. Menurut Tuan Gindo Hilton Sinaga

masih banyak korban revolusi sosial di Tanoh Jawa yang masih belum terungkap.

Istana Kesultanan Asahan

Revolusi sosial menghasilkan begitu banyak pembunuhan, pembantaian, dan kekacauan. Seorang menteri dari kalangan

republikan yang tak punya portofolio dan wakil gubernur Sumatera, yang berasal dari luar Sumatera, justru bertindak

sebagai promotor. Selama terjadinya revolusi sosial, ratusan orang-orang penting dan intelektual Sumatra Timur dibantai

dengan cara mengerikan. Kekacauan dan penjarahan meledak. Ratusan pribumi ditangkap dan dijebloskan di kamp-kamp,

betapapun selama lebih dari satu tahun penyelidikan yuridis telah membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Sebuah

dokumen Belanda memperkirakan bahwa revolusi sosial ’46 ini menelan korban pembunuhan sebanyak 1200 orang

di Asahan. Belum lagi terhitung di daerah lainnya.

Pribumi mulai menyaksikan banyak penduduk hidup dalam kemiskinan dan menderita kelaparan justru di wilayah yang

begitu kaya. Itulah mengapa orang Sumatera Timur, sesuai dengan prinsip dan kesadaran, sebagaimana yang ditetapkan

dalam perjanjian Linggarjati, menginginkan kemerdekaan.

Kondisi kaum masyarakat Melayu,Karo dan Simalungun yang mengenaskan, kecemasan orang-orang China dan India,

serta orang-orang Indonesia yang kelaparan dan merasa kecewa akibat Republik, sentimen negatif kepada orang Jawa,

Ambon, Aceh dan Batak Toba mulai banyak terlihat. Mulailah mereka membenci kaum pendatang atau disebut orang luar,

dan dimulailah pembentukan Negara Tandingan, Negara yang lepas dari Jawa dan Batak (Tapanuli) , terbentuklah Negara

Sumatera Timur.

Tidak berapa lama setelah pergantian Kapten Tengku Nurdin, penggantinya yang baru di Batalion III , menangkap semua

kaum bangsawan Melayu di beberapa daerah termasuk perempuan dan anak-anak ditangkap dan dibawa ke perkampungan (Concentration camp) di Simalungun dan Tanah Karo.
Kaum non-pribumi pun tak lepas dari pembantaian, China dan India banyak menjadi korban keganasan Revolusi Sosial.

Kaum bangsawan dinista dan dicacimaki sebagai orang bodoh dan pemalas serta berada di dalam kemiskinan dan tidak

mendapat bantuan Negara dan di negerinya sendiri.

Dua generasi orang Melayu hampir kehilangan identitas mereka. Mereka takut mengaku Melayu, takut memakai baju

teluk belanga dan menambah gelar marga Batak di depan namanya supaya boleh masuk sekolah atau diterima di kantor

pemerintahan. Mereka menghilangkan gelar Tengku, Wan, OK dan Datuk karena takut dicaci sebagai feodal,

bahkan kaum Melayu yang bukan bangsawan tetapi bekerja dengan para Sultan dan Tengku pun tak luput.

Banyak dari mereka pergi hijrah ke Semenanjung Malaya, terutama di Kedah dan Perak karena masih erat hubungan

kekerabatan. sebagian pergi ke Belanda.

Amir Syarifuddin langsung dikirim ke Medan untuk secepatnya mempelajari laporan dan mengatasi keadaan mendesak

agar tidak menimbulkan citra buruk terhadap eksistensi Indonesia secara nasional. Pimpinan TKR, Ahmad Tahir,

mengambil alih pemerintahan untuk mengatasi suasana. Namun, ratusan “Tengku” telah terlanjur tinggal nama

di Sumatera Timur, mati terpenggal dan hangus terbakar.

Kontroversi : kalau kita baca di buku buku sejarah maupun wikipedia, tentunya kita baca kalau penyebab revolusi sosial

di akibatkan oleh Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum

feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia. Betul kah ?? mungkin ada betulnya,

karna siapa sih yang gak mau kekuasaan ?? tapi ada juga tidak betulnya… kalau di tanya kepada masyarakat melayu

di pesisir timur sumatera utara, mereka menjawab ;

“Tiadalah sultan berbuat silap, daulat sultan mempertahankan kedaulatan melayu , dan itu memanglah lah tugasnya, begitu

juga raja-raja (sumatera timur) lainnya, tapi tak semua kaum yang berakyat di negerinya adalah rakyatnya, adakah daulat

melayu tampak sekarang ??”

bersambung…………………

Tata Cara Pelaksanaan Adat Batak (14)

Maka Haha dolipun berkata:

” Hamu Raja nami Raja ni hulahula, na patut do nian na pinangido muna I, ai tutu do na mora hian do hami nahinan, alai nuaeng ndang na tarpangasahon be I, nunga songon ni dok ni umpasa:

  • Ndang tardanggur be na gantung di dolok ni sipakpahi;

     Ndang taringot be na dung songon bongka siapari.

Nda na so malo hami huhut Raja nami mandok na godang, alai ndang tarpatupa songon nidok ni umpasa:

  • Niluluan tandok, hape dapot parindahanan;

     Tolap pangan do nianmandok, alai ndang tuk jamaon ni tangan.

Alai tung beha pe pogos nami Raja nami, sai na bahenon nami do sagodang ni na pingadi muna i. On pe Raja nami, taorui ma I saotik. Tabolongkon ma dua nol ni jutai, jadi tabahen ma Rp 10.000,- upa  suhut, Botima Raja nami!“

(artinya:Raja kami Raja ni hulanula, memang pantas apa yang kalian mintak itu, memang kami dahulu adalah orang yang kaya, tetapi sekarang tidak lagi dapat kami anggarkan atau tonjolkan, seperti apa yang dikatakan umpasa:

 

  • Ndang tardanggur be na gantung di dolok ni sipakpahi;

     Ndang taringot be na dung songon bongka siapari.

Bukanlah kami tidak pintar  Raja nami mengatakan yang banyak,  tetapi tidak lagi bisa diadakan seperti apa yang dikatakan umpasa:

  • Niluluan tandok, hape dapot parindahanan;

     Tolap pangan do nianmandok, alai ndang tuk jamaon ni tangan.

Tetapi meskipun kami miskin  Raja nami, kami akan berusaha memenuhi permintaan kalian. Tetapi kurangi sedikit lagi, kita buang saja dua nol dari juta itu, jadi kita buatlah Rp. 10.000,- upa  suhut, Botima Raja nami!“)

 

Pande hata dari pihak Parboru , mengembalikan jawabannya kepada kerabatnya:

”Hamu angka hahaanggi Raja ni hulahula, Raja ni dongan sahuta, aleale, angka pariban dohot angka boru nami, nunga dibege hamu nangkining hupangido sajuta upa  suhut, hape Rp. 10.000 do ninna nasida, jadi tadok be ma pingkiranta taringot tusi, ninna rohangku sian hahadoli ma jolo mandok hata tu parboruonta

(artinya: kalian yang bersaudara Raja ni Hulahula, Raja ni dongan Sahuta, ale-ale, semua pariban dan boru kami, sudah kalian dengar tadi saya mintak satu juta upah suhut , tetapi Rp. 10.000,- kata mereka, sekarang kita katakan lah pendapat tentang itu, namun demikian menurut aku kita mulai dari haha doli  dahulu mengatakan pendapatnya.”)

 

Jawaban dari Haha doli dari Pande hata dari pihak Parboru:

“Hamu Raja ni boru nami, Tung longang do rohangku umbege hata muna, sajuta hupangido hami hape tung so alang do roha muna mandok Rp. 10.000. Aut na so adong di hamu, ba ndada pola diadohonon nami, anggo on tangkas do binoto, godang do di hamu, ai:

  • Barita ni lampedang mardangka bulung bira;

     Barita ni hamoraonmu tarbege do ri di dia.

Angkup ni I, aut na Rp. 700.000, rupani didok hamu umermer dope begeon, ianggo on tung dilongsut hamu do sian punsu ni dolok martimbang manabu turura ni aek Batang toru, alai on do ndada na mohop di hepeng hami, uli ni lagu do na huparsita hami, jadi ba ndang so naung dampor I da, Raja ni boru, oloi hamu ma i,botima”

 

(artinya: Kalian Raja boru  kami, sungguh heran aku mendengar ucapan kalian, sejuta kami minta sungguh tega kalian menawar Rp.10.000. Andai kalian tidak punya kammi mau bilang apa, tetapi kenyataannya kami jelas mengetahui keadaan kalian:

  • Barita ni lampedang mardangka bulung bira;

     Barita ni hamoraonmu tarbege do ri di dia.

Disamping itu ,andaikan kalian menawar Rp.700.000 masih enak didengar, tetapi kalian turunkan dari pucuk gunung Martimbang jatu kelembah aek Batang toru, kami tidaklah gila duit tetapi kami mengharap kerendahan hati kalian, dan saya rasa sudah cukup layak itu, Raja boru kami, kalian setujui sajalah permmintaan kami itu”)

 

Jawaban dari Anggi doli dari pande hata dari pihak paranak:

“Raja nami raja nihulahula, Tung to ho do raja nami hata muna taringot tu pardabu ni pinangidoan muna tu na nidok ni hahadoli nami, alai Raja nami, manomba ma hami dohot jarijari sampulu tu sangap muna. Ndada tois manang leas ni roha nami na mambahen hata na songon i,tung ala ni tarpaksa do hinorhon ni pogos nami, ai boha ma raja nami so tarsonggot iba umbege sisajuta na pinangido muna i, sian dia ma i alapon, sian dia ma i uhalon, jadi tung songon pardabu ni batu ma dokdok tu aek na bagas pe pangorui nami di na pinangidoan muna i, ndada ala ni lea ni roha nami di hamu Raja nami, tongka, tung pogos nami do na mambahen i songon nidok ni umpasa:

  • Madabu ansosoit tu toru ni pansapansa;

     So tung didok hamu hami na tois, hapogoson do na mamaksa.

Alai songon I pe I Raja nami, arga do hata muna di hami, banunga sai dipangido hamu tambana, ba ndada juaon nami i:

  • Mangula ma ma pangula di rura pangaloan;

      Molo mangido hulahula, dae do so oloan.

Ba tinamba ma ba nidok ni hahadoli nami si Rp. 10.000. I, tinamba mai gabe Rp.15.000. asa tamba parsaulian, tamba panggabean di hita saluhutna.Botima, Raja nami”

 

Kemudian Pande hata dari pihak Parboru menawarkan bicara pada anggi dolinya:

”Hamu angka dongan sabutuha, nunga dibege hamu angka hata I, sai songon na mangkolit dope parboruonta sian bariba an, jadi nuaeng hamu anggi doli nami ma jolo mandok hata, dokma!”

 

Kata dari Anggidoli dari pihak parboru:

“Hamu Raja ni parboruon nami , ahu pe tung longang do rohangku umbege hatamuna , ai tung songon panetek ni tuak ni bagot di ari logo do dibahen hamu  sian i manambai i, aha salana pintor duadua ratus ribu tambai hamu.

  • Anak ni Raja do hamu, pinompar ni namora;

      Molo manambai hamu, ba naeng ma umpola.

Ingot hamu huhut hata ni umpasa:

  • Sapala na mardalani, unang holan sahat tu sigalangan;

     Sapala na manambai, ba unang ma diparalangalangan.

Alai  hami pe ndada na so olo padaukkon, ba satonga juta nangkin didok hahadolinami, ba niulahan ma i muse ginotap sattonga. Bahen hamu ma saparopat juta upa suhut, ndada tung so naung nilongsut i tu toru da, raja ni boru, oloi hamu ma i,Botima.“

 
Pande hata dari pihak paranak menawarkan berbicara pada Dongan sahuta:

“Hamu dongan sahuta nami, nunga dibege hau angka pangkataion I sai tong dope maol elekelek on angka hulahulata I, onpe hamu ma jolo mandok hata,dok hamu ma!“

 

Jawaban dari dongan sahuta:

“Mauliate ala dilehon hamu hata I tu hami dongan sahuta muna, ba on do dohonon nami, sai masipaoloan ma hamu na dua bola pihak jala masipauneunean , jala unang antong masipaujatan, ingot hamu nidok ni umpasa:

  • Sambil na tartondong, dapotsa papluan;

     Asa denggan martondong, unang masi pamaluan.

Ba ala sai mangigil dope hamu Raja ni hulahula sian bariba I, ba olat ni na tarbahen sai na oloan nami do sian bariba on songon hata ni umpasa:

  • Lubuk siguragurs, denggan do panjalaan;

      Molo sai mangigil hulahula, olat ni na boi ba tinambaan.

Alai on ma deba nari dohonon nami tu hamu Raja ni hulahula:

  • Sinuan bulu, sibahen na las;

      Sinuan partuturan sibahen na horas.

Asa parhorasan do na umporlu, ndada sinamot, ba asa dapot parhorasan ba taingot ma poda ni angka omputa:

  • Dolok ni pangaloan, hatubuan ni hau horas;

     Halak na masipaoloan, i do na saut horas.

On pe Raja ni hulahula, padauk hamu ma sian I mangoloi elekelek nami, jadi songon na manonganongai di hata I, ba dohononku ma, tabahen ma upa suhut I gok Rp.20.000. asa gok ro par saulian dohot parhorasan di hita luhutna.Botima!”

 

Kata-kata Pande hata  dari pihak paranak menyetujui kata-kata dari dongan tubu nya:

“Ba nunga dibege hamu raja ni hulahula na nidok ni dongan sahuta nami, nda tung so naung ulinon i hata nasidai

Ndang adong be i na sili, ndang adong be na longa;

Nunga be I tung sirsir, nunga be I tung hona.

On pe Raja nami, jalo hamu ma I si Rp.20.000. I botima!”

 

Pande hata pihak Parboru m,enawarkan agar dongan sahutanya menjawab:

“Hamu dongan sahuta nami, nunga dibege hamu hata ni dongan sahuta ni parboruonta sian baribaan, ba hamu ma jolo mandok sa, tung dampor jolo bahen hamu asa dapot songon na tapangido I ,dok hamu ma!”

 

Jawaban dongan sahuta dari parboru:

“Mauliate gabe ma hita jala horas, hami pe ba dohonon nami do hata saotik. Tutu do songon nidok ni dongan sahutani parboruon sian bariba an, ingkon masipaolo oloan do na martondong jala masi paunean.

  • Aek godang. Aek laut;

      Dos ni roha do sibahen nasaut.

Ba angkup nii:

  • Sihingkit sinalenggam;

     Ba sai tapauneune, asa dapot na saut.

On do dohonon nami tu hamu parboruon ni dongan nami sahuta on, saparopat juta do nian hupangido hami sian on, hape Rp. 20.000, do didok hamu upa suhut, jadi tung magodanghu dope sisina i, angkup ni ingot hamu ingkon dos do bahenonta tuatna dohot nangkokna di na masialusan hita, ia hami sian on sai sasatonga hupatuat hami na hupangido hami, hape ianggo hamu ndada songon I , sai maneteknetek do dibahen hamu songon nidok ni anggi doli ni suhut nami nangkin.Ba tiru hamu ma hami antong sian I, jadi molo huorui hami sasatonga sianon, ba ingkon lipat ma nian bahenonmuna manambai sian i. Ba nuaeng dohonondo tu suhut nami dison ba niulahan  ma ginotap muse satonga nari sisaparopat juta nangkin, jadi tabahen ma I Rp. 125.000, upa suhut, ima dampor I jala tabo tu sipareon, ai:

  • Nung disi talina, disi rompuna;

     Nunga disi daina, disi holpuna.

Jadi oloi hamu ma I, botima.”

 

Pande hata pihak Paranak myodorkan pafa pihak borunya untuk menjawa:

“Hamu angka boru nami, nunga dibege hamu sude dalan ni pakataion mandok hata elekelek sian hulahulanta, tung malo ma hamu jo mandok hata I, asa pintor dabu rohani nasida manjalo, dok hamu ma!”

 

Jawaban dari boru ni paranak:

“Hamu Raja nami, raja ni hulahula, aturanna ma i andehon ni hulahula nami dison hata i tu hami ianakkon na,ai:

  • Durung do tutu boru, tomburan hulahula;

      Naingkon do porsanon ni boru, siporsanon ni hulahula.

Jadi dohot pe hami boru nasida ro tu bagasta na marampang na marjual on, ba na laho mangurupi nasida do, alai nunga songon I hapogoson ni hulahula nami on tu hami angka boru nasida, gabe tarpaksa ingkon dohonon hata ni umpasa:

  • Nidurung porapora, ala so ada sibahhut;

     Naeng mangurupi ninna roha, hape soada isi ni hajut.

Alai ahu songon boru, tung mansai sangap do di ahu  hulahula, tarlobilobi songon hamu halhula ni hulahula, manang songon istilah ni aljabar, hulahula pangkat dua, ala ni tu hulahulangku dison ba dohononku ma:tabahen ma upa suhut I gok Rp. 25.000, asa gok parsaulian, gok parhorasan di hita luhutna ba ima hata sian hami boru, botima”

 

Kata-kata dari boru sedikit dikritik oleh Pande hata dari Paranak, meskipun demikian dapat juga dimakluminya:

“Dago amang hela murana i didok hamu na manambai i, ai sagari Rp. 20.000 nangkin dope ndada na niantusan be manang sian dia I pulungon, on pe tambaon muse  dope nimmu hamu Rp. 5000.- nari asa gok Rp. 25.000,- alai hamu do mandok ba tonyu naung rade hian do I dibahen hamu, ai durung do tutu boru, tomburan hulahula. Hamu Raja nami, raja ni hulahula ba nunga ditambai boru nami Rp. 5000,- nari asa gok Rp. 25.000,- upa suhut , ba tolopan nami do i jala hamuma i Raja nami botima.“

 

Pande hata pihak parboru menawarkan agar borunya menjawab:

“Hamu angka boru nami, nunga dibege hamu hata ni parboruonta sian baribaan Rp. 125.000,- do nian tapangido, hape sai tong dope mangkolit nasida, ai holan Rp. 25.000,- upa suhut do didok nasida, nuaeng pe, hamu ma jolo mandok hata.“

 

Kata-kata boru dari suhut parboru:

“Hamu…….(sambil mengatakan marga dari paranak), ala boru ni hulahulanta on do hami, gabe marampara nama hita, jadi ampara nama dohononku tu hamu, jala anggo tu joloan on, sai saut ma na tahata on, alai ianggo di ngombas on, ingkon songon nidok ni umpasa dope:

  • Masi timbaho ma jolo hita, nang so ada na mardai;

     Songon na maralo ma jolo hita, nang pe nian so marbadai.

Ai ingkon kawalon nami dope hulahulanta sadari on, asa unang tartuktuk, unang tarrobung, jadi taringot tu jambar suhut i ampara:

  • Nunga be takira, nunga tabilang;

     Nunga be taida, ba patut ma tatimbangi.

Didok hamu Rp.25.000,- upa suhut, ba pingkir hamu jolo ba beha ma panjamahon ni hulahulata disi?

  • Madabu jarum tu na potpot;

     Ndang diida mata, diida roha.

Laos songoni do nang on nuaeng, on pe ampara manat jolo timbangi hamu, godang ma lehon hamu, ai molo iang hulahula on, ba sangap muna doi, angkup ni i songon sada boru naung leleng ahu di hulahula on, boi do paboaonku tu amparangku burju dohot basa ni hulahulanta on marboru, ndada na loasan ni hulahulanta on ngalian boruna, pintor ulosanna do i, ai so diboto nasida na mangkolit, ima umbahen na mardomu tu nasida hata ni umpasa:

  • Tubu andor ni gadong, jonok tu simarhalosi;

     Holan sahali pe tu nasida hinunti sipanganon, nga pitu hali iba di ulosi.

On pe ampara, so tung mangkolit hamu tu hulahulanta on,Na sinari do hepeng, alai anggo boru ni hulahula on, ndada na tarsari i. Jadi dohononku, ampara bahen ma upa suhut I boho Rp. 100.000,- asa boho ro angka pansamotan dohot parhorasan tu hita tu joloan on, botima.!“

 

Jawaban dari Pande hata dari pihak Paranak:

„Olo ampara, tung na uli do nian nidokmi, jala binoto do nian huhut,na mandanggurhon tu dolok do iba, molo namangalehon tu hulahula, alai songon nidok ni hahadoli nami nangkin, hansit do tangan mandanggurhon na so ada. Alai nidok pe songoni, dison do hulahula nami, nasida ma jolo mandok hata, jala mangihuthon pingkiranku, ba hata ni hulahula nami on ma na songon hata panimpuli sian hami, botima.“

bersambung …………………..15

Tata Cara Pelaksanaan Adat Batak (13)

Kemudian pihak pengantin perempuan membuat konsep pembagian  Jambar yang kurang lebih sebagai berikut:Bagi pihak pengantin laki: Ida bindu”Parjambaran”,

Catatan: Kebiasaannya selalu pihak pengantin laki meminta ditambahi pihak pengantin perempuan Jambar mereka. Dengan dilapisi dengan permohonan „molo tung boi dope antong“, dan biasanya permintaan tersebut dipenuhi.

         Setelah selesai membagi tudutudu ni sipanganon maka dilanjutkan lah membicarakan Mas kawin (marhata si namot).

 

Catatan:

  • „SUHI NI AMPANG NA OPAT“ yakni segi empat sebagai simbol dar empat fungsional penerima mas kawin (sinamot) pada acara menikahkan anak perempuan.

Keempat fungsional tersebut ialah 1- Suhut (orang tua kandung perempuan), 2- sijalo bara/pamarai ( salah seorang abang atau adik kandung ayah si perempuan), 3- Tulang ( saudara laki-laki ibu perempuan), 4- dan Pariban(salah seorang kakak siperempuan yang sudah berumah tangga, kalau tidak ada maka dialihkan pada namborunya atau kakanya dari ayah bersaudara.). diberapa tempat yang disebut suhi ampang na opat tidak termasuk suhut, maka keempat fungsional penerima mas kawin adalah Sijalo Bara, Tulang, Pariban, dan Simandkhon (Salah seorang saudara laki-laki dari perempuan/iboto yang kawin).  

  • Adakalanya dikota dan mungkin juga dibona pasogit,untuk mempersingkat waktu dengan pertimbangan kesiapan pendeta atau tuan kadi (yang menikahkan /mamasumasu), juga Gedong dimana acara pesta dilaksanakan, sepulang dipasu-pasu atau dinikahkan kembali kerumah parboru atau Gedong untuk membicarakan Mas kawin (marhata sinamot), Dengan hasil pembicaraan utusan  marhusip sebagai pedoman.

 

Membicarakan Mas Kawin ( Marhata Sinamot):

 

Pada acara Marhusip telah diketahui ancar-ancar apa dan bagai mana yang diinginkan pihak parboru kepada pande hata masing-masing meskipun demikian pada waktu membicarakan Mas kawain (marhata sinamot) agar Juru bicara mangigil (membujuk) Jambar.

 

Pihak parboru memulai pembicaraan

“Mangkatai ma hita, amang raja ni parboruon nami!

  • Sai jolo ninangnang do ninna asa ninungnung;

     Sai jolo pinangan do asa sinungkun.

Ba nunga hupangan hami antong sipanganon  na di boan muna i.Jagar do hami bosur manganhon indahan na las i, jagar hami sagat manganhon juhut na tabo i, huhut sombu minum tuak tangkasan na tinahumuna i jadi ba:

  • Dia ma nuaeng langkat na, dia ma unokna;

     Dia ma hatana, dia nidokna.

Botima  raja ni anakkon!“

(artinya: Bicaralah kita amang rajani parboruon nami)

  • Sai jolo ninangnang do ninna asa ninungnung;

     Sai jolo pinangan do asa sinungkun.

Sudah kami makan makanan yang kalian bawa , cukup kenyang kami memakan nasi yang panas, cukup puas kami makan daging yang enak, serta meminum tuak asli yang kalian timaba itu.jadi :

  • Dia ma nuaeng langkat na, dia ma unokna;

     Dia ma hatana, dia nidokna.

Jadi begitulah rajani anakkon)

 

Pihak Paranak menjawab:

“Gabe ma jala horas Raja nami, taringot di sipanganon i:

  • Sititi ma sihompa, golanggolang pangarahutna;

     Tung so sadia pe i nuaeng na hupatupa hami i, sai godang ma pinasu na.

Sai manumpak ma tondi muna Raja nami, marhite tangiang muna di hami parboruon muna on, sai lam tamba sinadingan di hami, asa tarpatupa hami dope nian na tumabo sian on laho pasangaphon hamu hulahula nami. Jadi ianggo taringot di lapatan ni sipanganon na sinungkun muna I Raja nami, ba panggabean parhorasan do nidokna Botima da Raja nami”

(artinya: Gabe jala horasma raja nami, tentang makanan tersebut:

  • Sititi ma sihompa, golanggolang pangarahutna;

     Tung so sadia pe i nuaeng na hupatupa hami i, sai godang ma pinasu na.

Semoga kalian memberkahi raja nami, melalui doa kalaian untuk kami parboruon muna, semoga tambah rejeki kami agar dapat kami menyediakan yang lebih enak untuk menghormati kalian hulahula kami.Jadi adapun maksud dari makanan yang kalian tanya raja nami, hanya panggabean dan parhorasan artinya, botima raja nami)

 

Kata Parboru:

”Gabe ma tutu jala horas Raja ni Parboruon nami, sai sahat ma hata na uli hata na denggan nidokmuna I tumpahon ni Tuhanta, sai dapot nian songon hata ni umpasa:

  • Bona ni aek puli dolok ni sitapongan;

     Sai tubu ma di hamu angka na uli, jala sai lam tamba ma pasamotan.

Alai  ale amang Raja ni anakkon, sai marangkup do na uli, sai mardongan do na denggan, jadi tangkas ma paboa laengku hinarohonmuna tu bagasta on.

  • Ranting ni bulu duri jait masijaitan;

     Siangkup ni hata na uli, dia ma nuaeng sitaringotan.

Botima da, Raja ni boru.“

(artinya: Gabe ma tutu jala horas Raja ni Parboruon nami, semoga kata-kata yang baik yang kalian haturkan itu diterima oleh Tuhan kita, mudah-mudahan seperti apa yang dikatakan umpas:

  • Bona ni aek puli dolok ni sitapongan;

     Sai tubu ma di hamu angka na uli, jala sai lam tamba ma pasamotan.

Tetapi wahai raja ni anakkon, marangkup do nauli sai mardongan do na denggan, jadi terus terang saja diberi tahu oleh lae ku apa maksud kedatangan kalian kerumah kami ini:

  • Ranting ni bulu duri jait masijaitan;

     Siangkup ni hata na uli, dia ma nuaeng sitaringotan.

Botima, raja ni boru)

 

Jawab pihak Paranak:

“Olo Raja nami, toho do na nidokmuna i, sai marangkup do na uli sai mardongan do na denggan. Nuaeng pe paboaon nami ma tuhamu siangkup na songon na hundul, sidongan na songon na mardalan, jumolo ma hami Raja nami marsomba ujung dohot jarijari sampulu tu tuamuna dohot sahala muna. Mauliate godang dohonon nami tu hamu hulahula nami na ria majangkon hami di bagasta  na marampang na marjual on, bagas sibaganding tua panjaloan sangap dohot tua. Taringot di na huharhon hami raja nami, na adong do na solot di ateate nami jala na gompang di pusupusu na naeng sombhonon nami tu hami raja nami, alai molo tung adong annon hata na hurang manang na lobi, ba anju hamu hami Raja nami, nanget hami ajari hamu.”

  • Ampapa dolok, tu ampapaga humbang;

      Ba hita do marsogot, laos hita do nang haduan.

Jadi songon on do raja nami, na ro do alualu ni anak nami tu hami songon on: Diuahon patna ibana, ninna tu hutanta nauli on, huhut ma huroha jinoujou dohot hiniaphiap ni rupa na uli dohot parulaon na denggan ni boru ni na gabe, boru ni na maulibulung hulahula nami di huta on. Longang do huhut roha nami umbege hata na, ai ianggo didok roha nami, ndatung leak adong boru ni halak na olo pangkulinganna. Hape Raja nami didok ibana ma tu hami, disi mulak ibana sian hutanta on, jolma na martua do ibana,

  • Pitu ninna lilina, paualu jugianna;

      Na uli do ninna nipina, ai dijangkon pusu umbege I

songon nidok ni umpasa:

  • Tinapu bulung siarum, bahen uram ni porapora;

      Na hansit gabe malum, molo dapot sinangkap ni ro ha.

Nuaneg pe Raja nami ba nunga dipasiat boru munai anak nami i manaek tu bagas, huhut denggan diangkupi mangkatai niadopan ni angka dongan na poso, ba tung asi ma roha muna, Raja nami jangkon hamu ma i anak nami i gabe anak muna. Nian ianggo alani sibahenon do, Raja nami, ndada na barani hami mandapothon hamu, ai tung so adong do na boi pangasangahon nami, alai songoni pe i Raja nami inggo somba ni uhum do, sai na bahenon nami do olat ni natarpatupa hami, jala pos do antong roha nami di hamu, ndada ampe honon muna tu hami na so tarusung hami . Angkup ni i naung boru muna hian do hami, jadi ndada hulinghuling nilangkkophon be hami tu hamu manang imbulu sinuanhon. Ba songon i ma jolo hata nami Taja nami.Botima“.

(artinya : “Baiklah, raja nami, benar apa yang kalian katakan, sai marangkup do na uli sai mardongan do na denggan. Sekarangpun kami beritahukan kepada kalian sebagai teman duduk, kawan yang berjalan, terlebih dahulu kami menyembah dengan jari sepuluh pada tua muna serta sahala muna. Terima kasih banyak kami ucapkan pada Hulahula kami yang lengkap menerima kami dirumah na marampang na marjual on, bagas sibaganding tua panjaloan sangap dohot tua. Tentang kedatangan kami raja nami, karena ada yang masih mengganjal di hati kami dan menyakitkan ulu hati, yang akan kami sembahkan kepada kalian raja nami, tetapi kalau ada kat-kata yang kurang lebih, dimaafkanlah kami wahai raja nami, pelan kalian ajari kami raja nami.

  • Ampapa dolok, tu ampapaga humbang;

      Ba hita do marsogot, laos hita do nang haduan.

Begini raja nami, datang anak kami mengadukan sebagai berikut: dilangkahkan kakinya katanya ke kampung yang indah ini, dipanggil oleh kecantikan dan kelakuan anak perempuan ni na gabe perempuan kesayangan dari hulahula kami dikampung ini, kami sungguh kaget mendengar apa yang dikatakannya itu, kalau perkiraan kami tidak mungkin ada perempuan yang menegornya. Rupanya raja nami dia katakan kepada kami, sewaktu dia pulang dari kampung kita ini bahwa dia seorang yang beruntung:

  • Pitu ninna lilina, paualu jugianna;

      Na uli do ninna nipina, ai dijangkon pusu umbege I

Seperti yang dikatakan umpasa

  • Tinapu bulung siarum, bahen uram ni porapora;

      Na hansit gabe malum, molo dapot sinangkap ni ro ha.

Jadi raja nami sudah dipersilahkan anak perempuan kalian itu anak kami untuk masuk kerumah, serta ditemani berbicara dihadapan teman-temannya. Kami mengharapkan belas kasihan kalian agar dapat menerima anak kami manjadi anak kalian , memang kalau melihat kemampuan kami tidak ada yang dapat kami andalkan, tetapi begitupun raja nami kalau untuk aturan adat kami akan usahakan semampu kami, kami sangat percaya kepada kalian tidak akan kalian bebankan kepada kami yang tidak mungkin kami sanggupi, disamping itu , kami ini boru kalian juga dulu, jadi tidak perlu kami menyembunyikan  sesuatu pada kalian atau bulu yang ditanam, Kira-kira begitulah kata-kata kami raja nami, botima)

 

 Kata-kata dari Parboru :

“Olo amang, Raja ni parboruon nami las do roha nami umbege hata muna i, hami pe antong dipangido rohanami do asa sai domu na marongkap, sai sirang na so marrongkapi. Jadi taringot di bere nami ba nunga na ulinon i.Onpe lae, sai rongkapna sarimatua, ianggo teringot di si boanboan muna lae, laho palashon roha nami on do donon nami:

  • Ndang tuktuhon batu, dakdahan simbora;

     Ndang tuturan datu, ajaran na marroha.

Namalo do hamu, jala sigodang botobotoan, Raja na bisuk Ompu ni parbinotoan, jadi nang didok hamu na so adong be di hamu, bangkona do i di uhum di hata sidohonon.Tangkas do tinanda hamu, ai tutu do na nidok muna i, boru nami hian do hamu, jadi binotop do ndada na paidua hamu di sinadongan, ai

  • Pat ni gaja do tu pat ni hora;

    Anak ni Raja do hamu pahompu ni namora.

Asa hami pe lae, suang do dohonon nami songon nidok ni bere nami i:

  • Pitu lili nami, paualu jugian nami;

     Nauli do nipinami, ai gohan muna ma hajut nami.

On pe lae, Raja ni parboruon , goar laengku ma sian i: piga horbo asa pintor sinuru mamboan tu huta on, piga lombu asa pintor pina masuk tu bara an, piga hoda asa pintor sinuru manangkup bahen hundulan ni angka amanta raja on, piga rantiti mas asa pintor dipasakothon angka inanta on tu par sibonganna, sadia godang ringgit asa pintor pinamasuk tu rumbi na di pangumbari an, botima da lae Rajani boru!“

(artinya: Baiklah, Raja ni parboruon nami kami sangat senang mendengar kata-kata kalian itu begitupun kami mengharapjuga agar bertemu yang berjodoh, dan berpisah yang tidak berjodoh, Jadi mengenai bere kami itu sudah baik, semoga itu menjadi jodohnya hingga hari tua mereka, mengenai apa yang kalian bawa itu untuk menyenangkan hati kami :

  • Ndang tuktuhon batu, dakdahan simbora;

     Ndang tuturan datu, ajaran na marroha.

Kalian memang pintar, dan berpengetahuan,dan berpengetahuan tempat orang bertanya, walaupun kalian mengatakan tidak mempunyai apa-apa lagi, kalian sebenarnya mengenal kalian, memang benar yang kalian katakan bahwa kalian adalah memang boru kami juga, jadi kami tahu kalian bukanlah orang yang tidak berharta

  • Pat ni gaja do tu pat ni hora;

    Anak ni Raja do hamu pahompu ni namora.

 Jadi kami pun lae sama juga mengatakan seperti apa yang dikatakan bere tadi:

  • Pitu lili nami, paualu jugian nami;

     Nauli do nipinami, ai gohan muna ma hajut nami.

Begitupun lae, Raja ni parboruon , coba katakan berapa kerbau yang kalian siapkan agar kami tahu membawanya kekampung kami , dan berapa lembu agar tahu memasukkannya kekandang, berapa pula kuda agar disuruh menangkapnya untuk tunggangan amanta Raja ini dan berapa pula Ringgit/ uang agar dimasukkan ke rumbi na di pangumbari ini, Botima lae raja ni boru)

 

Jawaban dari Paranak:

Raja nami Raja ni Hulahula, Marsomba ujung hami,marsomba huhuasi tu tua dohot tu sahala muna, tutu do Raja nami ianggo ala sangap muna dohot balga ni partubu muna, na patut dohamu manjalo angka na ginoaran muna ondeng, jala tutu do nang na nidok muna taringot tu hamoraon ni da ompung najolo. Torop hian do tutu pinahan ni omputa najolo, alai habis do i sudena tingki masuk Japang tu hutaon, tung adong pe pasipasina nuaeng, ndada na tarhatahon be i, ai mampar do nuaeng sude i di padang bolak, alai ala huboto hami ndada pola guru di sinamot hamu hulahula nami, ido Raja nami umbahen na barani pulut hami mandapothon hamu. On pe Raja nami, sai unang paurak hamu hami di pogos nami on, nunga jolo i huroha pangidoan ni sibarang niba ai:

  • Sai tu ginjang ninna porda, sai tu toru do pambarbaran;

     Sai naeng mamora ninna roha hape ingkon pogos do ninna sibaran.

Ai hami pe nian Raja nami, sai naeng do nian mangalehon na godang, asa iang berengon ni dongan, ai iang do na nialap, iang na tinaruhon songon nidok silindung na uli, alai hansit do Raja nami tangan mandanggurhon na soada.

Onpe Raja nami, tung padauk hamu ma sian i.Buhul hamu ma siboanon nami, alai ingot hamu Raja nami hata ni umpasa:

  • Madekdek ansosoit tongon tu tarumbara;

     Unang dok hamu hami parholit, silehonon do na soada.

Botima Raja nami!”

(artinya: Raja nami Raja ni Hulahula, Marsomba ujung hami,marsomba huhuasi tu tua dohot tu sahala muna, tutu do Raja nami, Kalau melihat kaharisma dan keluarga besar, selayaknyalah kalian memintak apa-apa yang telah kalian ajukan tadi, dan sangat tepat pula apa yang kalian katakan itu tentang kekayaan ompung kami dahulu.  Cukup banyak dahulu ternak ompung tetapi semua sudah habis sewaktu Jepang masuk kekampung, kalaupun ada tinggal sisasia saja lagi, semuanya tidak dapat lagi diceritakan sekarang karena semuanya telah berserak dilapangan luas, tetapi karena kami tahu bahwa kalian Hulahula kami tidak berpedoman semata-mata pada Sinamot (mas kawin), maka kami memeberanikan diri menemui kalian, begitupun  raja nami jangan lah kami dipermalukan kemiskinan kami ini, memang sudah begitu nasib kami.

Sai tu ginjang ninna porda, sai tu toru do pambarbaran;

     Sai naeng mamora ninna roha hape ingkon pogos do ninna sibaran.

Kami pun sebenarnya raja nami, sangat berkeinginan memberikan yang lebih banyak, karena kehormatanlah yang dicari, kehormatan yang diantarkan seperti apa yang dikatakan orang silindung nauli, tetapi sakit raja nami tangan melemparkan yang tidak ada. Begitupun raja nami kami mengharap agar diperlunak, kalian simpanlah apa yang kami bawa itu, tetapi raja nami seperti apa yang dikatakan umpasa:

  • Madekdek ansosoit tongon tu tarumbara;

     Unang dok hamu hami parholit, silehonon do na soada.

Botima Raja nami!”)

 

Kata-kata dari pihak parboru:

“Tangihon hamu ma asa hugoar hami siboanon muna. Sada-sada ma tahatai Jadi tapungka ma sian Jambar suhut, pasahat hamu ma sajuta rupiah jambar suhut, Botima“

(artinya: Kalian dengarlah agara saya paparkan apa yang akan kalian bawa , Satu persatu kita bicarakan, kita mulai dari Jambar Suhut, kalian berikanlah satu juta rupiah untuk jambar suhut, botima)

 

Jawaban dari pihak Paranak:

“Dago Raja nami, pintor tarsonggot do iba dibahen hamu, ba sian dia ma alapon nami na sai godang, alai hudok pe songoni torop do dison angka haha anggi dohot boru nami

 (kemudian dihadapkan pande hatalah dirinya kearah kaum kerabatnya sambil berkata): Hamu angka haha doli dohot anggi doli, nunga di bege hamu hata ni hula hulata na mangido sajuta jambar ni suhut, beha pandokta taringot tusi?Haha doli ma jolo mangalusi!”

(artinya: aduh,  raja nami kami terus kaget kalian buat, dari manalah kami dapat begitu banyak, meskipun begitu, disini ada Haha anggi serta boru kami.(kemudian dihadapkanpande hata dirinya kearah kaum kerabatnya sambil berkata)

Kalian Haha doli serta anggi doli kalian sudah mendengar apa yang dikatakan pihak Hulahula memintak satu juta rupiah jambar suhut, bagaimana pendapat tentang itu, Haha dolilah dahulu memeberi pendapat

bersambung …………….14

Penyebab Putra Batak Banyak Jadi Pengacara

  
 Bagaimana Orang Batak Suka Bisa Lihai Berdebat;
Bukan hal yang baru lagi kalau saat ini kita melihat begitu banyaknya orang Batak yang bergelut di bidang professi pengacara. Bagaimana itu bisa? Sebenarnya kalau kita runut ke belakang, itu adalah hal yang lumrah. Bayangkan, dari dulu nenek moyang orang batak sangat ahli dalam berdebat dengan santun, juga dalam berpantun. Kalau kita mengikuti acara Adat Batak, bisa kita lihat betapa sedang terjadi ‘sengketa’ atau ‘pertempuran’ yang sangat menarik. Tentunya dalam konteks berdebat atau komunikasi adat, orang Batak mengatakan:
Purpar pande dorpi laho padimposhon, sip parmihimihim laho manegai! 
Jadi sehebat apapun perdebatan dalam acara pesta adat Batak, pada akhirnya akan berakhir dengan baik, kita tentunya pernah mendengarkan:
Aek godang tu aek laut, dos ni roha sibahen na saut!
Salah satu sisi positif dari orang Batak adalah tegas dalam bersikap. Uniknya lagi dalam masyarakat Batak, semua adalah Raja! Artinya bila dihubungkan dengan konsep Dalihan Na Tolu, semua dari kita pada posisi Raja. Sering kita mendengarkan cuplikan kalimat:
Anak ni raja do hamuna na ro, suang songoni anak ni raja do hami na didapothon muna! 
Terima kasih sama TUHAN betapa nenek moyang kita dibekali dengan keahlian (anugerah) untuk bertutur kata dan berfikir dengan baik dan sitematis. Dalam kehidupan sehari-hari hal inilah yang membuat Orang Batak itu pantang menyerah, uniknya simak umpasa berikut:
Ale Tuhan talu ma ahu maralohon dongan jala sai pamonang ma ahu maralohon musu!
Kalau kita cermati umpasa di atas, betapa Orang Batak itu sangat berbudi luhur. Tapi kalau kita lihat belakangan ini hal ini sudah hampir punah oleh penyakit yang dinamakan HOTEL: Hosom, Teal, Elat, dan Late, sudah pada stadium yang sangat mengkhawatirkan. Kalau kita runut ke belakang, berdebat dengan pantun atau berpantun dalam bahasa Batak terbagi dalam kategori: Umpasa, Umpama, Salik, Anian, Udoan, Umpama ni Pangandung, dan Umpama ni Ampangardang. Secara ringkas bisa diuraikan lagi sbb.:
1. UMPASA:
Umpasa adalah pantun yang berupa keinginan untuk mencapai sesuatu atau permohonan dalam bentuk Doa. Dan kalau dikaji, pantun itu ada sampirannya, yang dibuat sedemikian. Setiap baris atau kata mengandung makna mendalam dan saling terkait satu sama lain.
Contoh:
  • Bintang ma narumiris, ombun na sumorop Anak pe antong riris, boru pe antong torop
  • Pirma toras ni pongki, Bahul-bahul pansalongan Pirma tondi muna, Tutambana pangomoan
  • Habang pidong sibigo, paihut-ihut bulan, Saluhut angka na tapangido, sai tibu ma dipasaut Tuhan.
  • Dekke ni sale-sale, dengke ni Simamora, Tamba ni nagabe, sai tibu ma hamu mamora.
  • Mangula ma pangula, dipasae duhut-duhut Molo burju do hita marTuhan, dipadao mara marsundut-sundut
  • Binanga siporing, binongkak ni tarabunga Muli tu sanggar ma amporik, Muli tu ruang ma satua Sinur manapinahan, tugabena ma naniula
Dalam berpantun (umpama/umpasa – red) kata-kata yang digunakan harus sopan dan halus.
Contoh:
  • Binanga siporing, binongkak ni tarabunga Muli tu sanggar ma amporik, Muli tu ruang ma satua Sinur manapinahan, tugabena ma naniula
Dalam umpasa diatas kata tikus diganti menjadi satua (satua – hata andung dari tikus). Jadi dalam kita menyampaikan umpama maupun umpasa hindarilah kata-kata yang tidak pantas (hodar – red).
Contoh lain seperti: babi tidak cukup halus jika diganti dengan “pinahan lobu” tetapi “siparmiak-miak” atau “lomuk” yang arti sebenarnya “lemak”. Umpasa menghindari kata-kata yang tidak pantas, a.l. singke, sipasing, situma dan sidohar adalah nama-nama binatang yang sering dijumpai di sawah dan sering dimakan, namun tidak pantas disebutkan dalam umpasa. Sederhananya, dalam kita ber umpasa atau umpama, kita berkomunikasi dengan Tuhan, karena umpasa adalah doa restu yang disampaikan oleh manusia tetapi pengabulannya semata-mata tergantung Tuhan. Oleh karena itu perlu dilandasi bahasa dan sikap yang sangat sopan dan sakral. Berikut ini umpasa yang tidak pantas dikumandangkan yang disebut “na so marpaho”:
  • Eme sitamba tua ma, Parlimggoman ni siborok Debata do na martua, Horas ma hamu di parorot 
  • Tingko ma inggir-inggir, Bulung nai rata-rata Hata pasu-pasu i, Pasauthon ma namartua Debata
“Siborok” tidak pantas disebut karena merupakan sesuatu yang belum jadi atau metamorfosa. “Inggir-inggir” adalah semacam buah semak yang asam dan buahnya kecil-kecil yang mengandung makna tidak berharga. Oleh karena itu, kedua kata tersebut tidak relevan dengan permohonan doa restu yang lajimnya memohon sesuatu yang “jadi” dan “berarti”. Umpasa yang memakai kata-kata yang tidak pantas seperti di atas disebut “Umpasa Na So Marpaho”.
Contoh lain: “Danggur-danggur” (batu untuk dilempar) , “sibonsiri” (pemicu), “habang” (terbang), “mumpat” (tercabut), “mabaor” (hanyut), “marbonsir” (sebab) adalah contoh kata-kata yang tidak etis dalam umpasa. Misalnya: Antus nabegu soro ulu balang. Lali masiturbingan, Manuk masisoroan Mata masi urbitan, Roha masibotoan
2. UMPAMA
 
Umpama secara sederhana diartikan perumpamaan atau peribaratan.
Contoh:
  • Tektek do mula ni godang, serser do mula tortor Sungkun mula ni uhun, sise mula ni hata.
  • Manuk ni Pealangge, hotek-hotek laho marpira Sirang namaraleale, lobian namatean ina
  • Tampunak sibaganding, di dolok pangiringan Horas do hita sudena, asal marsipairing-iringan
  • Habang binsakbinsak, tu pandegean ni horbo Unang hamu manginsak,ai idope na huboto
Tujuannya umpama ini adalah penyampaian maksut hati atau tujuan supaya lebih enak didengar dan lebih mudah dipahami maksud yang akan disampaikan. Umpama bukanlah “Doa Restu” seperti umpasa.
3. SALIK
SALIK adalah pantun yang bertujuan untuk mengutuk seseorang atau sumpah serapah.
Contoh:
  • Ndang taruba babi so mangallang halto.
  • Holi-holi sanghalia, tading nanioli dibahen nahinabia
  • Jinama tus-tus tiniop pargolangan, tuk dohonon ni munsung dang tuk gamuon ni tangan
  • Balik toho songon durung ni Pangururan, sianpudi pe toho asal haroro ni uang
  • Sanggar rikrik angkup ni sanggar lahi, dongan marmihim jala donganna martahi-tahi.
  • Otik pe bau joring godang pe bau palia.
  • Pat ni lote tu pat ni satua, Mago ma pangose horas na niuba
  • Batu nametmet tu batu nabolon, Parsoburan ni sitapitapi Suda na metmet suda nabolon, Unang adong siullus api
  • Dos do sanggar dohot tolong, Dos do parmangmang dohot panolon
Bila adat dan hukum setempat tidak dapat menyelesaikan masalah, maka Raja Adat menghukumnya dengan pasa-pasa atau kata-kata kutukan. Jika pasa-pasa tidak juga mempan, maka yang lebih tinggi dari pasa-pasa adalah “Gana Sirais” dan “Gana Sigadap”. Di Jawa dikenal dengan “Sumpah Pocong” atau “Sumpah Mati”.
4. ANIAN
 
Anian artinya pantun yang ada “ekornya” atau bersayap. Kadang didasari filsafat, tapi sering juga hanya sekedar pantun enak di kuping saja.
Contoh:
  • Ganjang bulung ni bulu, Tingko bulung ni soit Denggan hata tu duru, Di bagasan marpanggoit
  • Di robean pinggol tubu, Dinahornop diparnidai
  • Tanduk ni ursa mardangka-dangka Tanduk ni belu margulu-gulu salohot Nangpe namarpungui sabungan ni roha Pamalo-malohon do angka na so dohot
5. UDOAN
Udoan adalah pantun untuk mengungkapkan penderitaan yang luar biasa.
 
Contoh:
  • Sinuruk simarombur, Di tingki ngali ni ari Taonon nama sudena i, Nunga ro soroni ari
  • Nunga tunduk baoadi, Songon lombu jailon i Songon anak ni manuk, Nasiok-siok i
  • Ndang be tarrarikkon, Bulusan ma nirogohon Ndang na tarandungkon, Bulusan ma hinasiphon
  • Bulan sada bulan dua, Ujung taon bulan hurung Gabe dongan do malua, Gabe iba do tarhurung
6. UMPAMA NI PANGANDUNG
Jaman dulu ada professi ‘pangandung’ di Tanah Batak. Semisal kalau ada yang meninggal, pangandung akan dipanggil. Orang yang membawakan pantun tersebut akan mendapat upah, maka sang peratap diberi “Upa Pangandung”. Pantun jenis ini biasanya dilantunkan pada saat menangisi jenazah orang mati.
Contoh:
  • Nunga songon jarojak tarunjal, Songon tandiang na hapuloan
  • Binahen ni sitaonon, Na so ada tudosan
  • Nunga tunduk, Songon lombu jailon Songon anak ni manuk, Na so tumanda eatan
  • Jagaran hundul, Songon panghulhulan Jagaran jongjong, Songon pangunggasan
  • Sungkot so na ginjang ahu, Ponjot so nabolon i Aut binahen ni ginjanghu, Boi do paunduhonhi Aut binahen ni bolonhu, Boi do pajorbingonhi Ponjot ma pangarohaingki, Di si ulubalangari
7. UMPAMA NI AMPANGARDANG:
Pengertian ampa adalah kebijakan. Ardang sama dengan sanjak. Ampangardang berarti Pelantun Sanjak Bijak. Biasanya dilantunkan oleh para lelaki untuk merayu perempuan pujaan hatinya. Enak didengar. Konon Ampangardang yang piawai dapat membius kekasihnya dengan pantun sehingga terkulai ke pangkuannya.
Contoh:
  • Bulung hariara, Marpitor-pitor ho naarian Boru ni datulang, sian dia ho narian
  • Ndada sian dia, sian pansur paridian Paias-ias bohi mandapothon si pariban
  • Lua-lua sadari, Bahen hita muba-uba Riburpe onan pasar, Rumiburan hita nadua
  • Ansingsing ansising, Manang imbalo-imbalo Padenggan parhundulmu, Nunga ro manopot ho
  • Nunga limut-limuton, Pansur so pinaridian Nunga lungun-lungunan, Si boru so pinangkulingan
GABE Jala HORAS 
“Pir tondi madingin horas tondi matogu, horas ma pardalan-dalan, mangomo ma partiga-tiga!

Kekerabatan (Partuturan)

 

PANGANTUSION TU PARTUTURON

Dalam kehidupan orang Batak sehari-hari, kekerabatan (partuturon ) adalah kunci pelaksanaan dari falsafah hidupnya. Bagi orang Batak, partuturon adalah sangat penting, karena dari partuturon kita tahu hubungan kekerabatan kita satu sama lain dan menentukan bagaimana kita menyapa lawan bicara kita. Dalam upacacara adat, partuturon adalah dasar untuk mengetahui posisi kit
a, yaitu unsur mana kita dalam dalihan na tolu. Pada suatu saat kita bisa Dongan Tubu, di saat lain menjadi Boru dan di lain kesempatan menjadi Hula-hula.

BUDAYA Batak Toba sangat kaya akan istilah hubungan kekerabatan (partuturon), sehingga bagi mereka yang tidak mempelajarinya atau menerapkan sejak kecil akan sulit menggunakannya dengan benar. Banyak orang Batak yang tidak begitu faham mengenai hubungan kekerabatan (partuturon), terutama mereka yang lahir dan besar di perantauan.

Apabila kita salah dalam menyapa kerabat kita, maka bisa terjadi orang yang disapa tersebut menjadi tersinggung, karena merasa kurang dihargai pada posisinya yang sebenarnya. Juga partuturon ini sangat menentukan dalam pembagian jambar dalam acara adat. Oleh karena itu kita masyarakat Batak wajib memahami hubungan kekerabatan atau yang dalam bahasa Batak disebut Partuturon.

Berikut ini adalah “Partuturon” yang lazim dipakai dalam Budaya Batak Toba

A. Dongan Sabutuha, (yang di maksud Dongan Sabutuha yakni): Filasafah ni pardongan sabutuhaon:

1. Dongan saama ni suhut (saudara kandung satu ayah-ibu)
2. Paidua ni suhut (ama martinodohon – anak dari Amangtua, Amanguda).
3. Haha-anggi ni suhut/dongan tubu (ompu martinodohon – keturunan dari abang/adik kakek ).
4. Bagian panamboli (panungkun ni suhut)
5. Dongan samarga ni suhut (dongan sabutuha contoh Sitorus : Pane, Dori, Boltok).
6. Dongan saina ni suhut (pulik marga molo marhamulian tu marga na asing muse inanta i).
7. Dongan sapadan ni ompu (pulik marga)
8. Pariban (goar pariban berasal dari kata “na pinariba” artinya nietong songon diriniba).
a. Manat ho mardongan sabutuha molo naeng ho sangap
b. Tampulon aek do na mardongan sabutuha.
c. Tali papaut tali panggongan
Tung taripar laut sai tinanda do rupa ni dongan.

 

 

B. Boru (yang dimaksud boru yakni):

Filasafah / Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan boru :
1. Iboto dongan saama ni suhut = ito kandung kita
2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
3. Namboru ni suhut (saudara perempuan ayah kita).
4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba = perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita
5. Boru na gojong = nunga boru hian sian ama dohot ompu jala laos sahuta dohot hula-hula
6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan boru dari marga parpadanan ( contoh boru hutajulu tong do boru ni Sitorus i).
a. Elek ma ho marboru, molo naeng ho sonang
b. Bungkulan do boru ( sibahen pardomuan )
c. Durung do boru tomburon hulahula, sipanumpahi do boru tongtong di hulahula
d. Unduk marmeme anak, laos unduk do marmeme boru = kasih sayang yang sama terhadap putera dan puteri
e. Tinallik landorung bontar gotana, dos do anak dohot boru nang pe pulikpulik margana
Filasafah / Kata-kata bijak perihal bere :
a. Amak do rere anak do bere, dangka do dupang ama do tulang.
b. Hot pe jabu i sai tong do i margulanggulang,
tung sian dia pe mangalap boru bere i sai hot do i boru ni tulang.

 

C. Hula-hula (yang di maksud hula-hula yakni): Filasafah / Kata-kata bijak penuntun hubungan kita dengan hulahula :
1. Tunggane (lae) dohot simatua ni suhut (on ma na ginoaran apala hula-hula tangkas)
2. Tulang (apala hula-hula ni amang ni suhut)
3. Bona Tulang (bona hula) ima apala hula-hula ni ompung ni suhut
4. Bona ni ari (apala hula-hula ni amang ni ompung ni suhut)
= hulahula dari bapaknya kakek kita.
5. Bona ni ari nama ginoaran sude hula-hula na di ginjang ni i. (Pokoknya, semua hulahula
yang posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari).
6. Tulang rorobot (tulang ni tunggane borun ni suhut dohot tulang ni inangna dohot tulang ni ompung boruna manang pomparanni i) Boru ni tulang rorobot ma na nidokna botu ni tulang na so boi olion ai baoniba do i.
= tulang dari tunggane/isteri kita, tulang dari ibu mertua kita, tulang dari ompung boru tunggane kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita nikahi, merekalah yang disebut dengan inang bao.
7. Sude hula-hula ni dongan sabutuha etongon do i hula-hula niba.
Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga.
a. Sigaiton lailai do na marhulahula, artinya ; sebagaimana kalau kita ingin menentukan jenis kelamin ayam ( jantan/betina ), kita terlebih dulu menyingkap lailai-nya dengan hati-hati, begitupula terhadap hulahula, kita harus terlebih dulu mengetahui sifat-sifat dan tabiat mereka, supaya kita bisa berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya.
b. Na mandanggurhon tu dolok do iba mangalehon tu hulahula, artinya ; kita akan mendapat berkat yang melimpah dari Tuhan, kalau kita berperilaku baik terhadap hulahula.
c. Hulahula i do debata na tarida (kita harus hormat, santun dan respek terhadap mereka)
d. Hulahula i do mula ni mata ni ari na binsar. Artinya, bagi orang Batak, anak dan boru adalah matahari ( mata ni ari ). Kita menikahi puteri dari hulahula yang kelak akan memberi kita hamoraon, hagabeon, hasangapon, yaitu putera dan puteri ( hamoraon, hagabeon, hasangapon yang hakiki bagi orang Batak bukanlah materi, tetapi keturunan.
e. Obuk do jambulan na nidandan baen samara, pasupasu na mardongan tangiang ni hulahula do mambahen marsundutsundut so ada mara.
f. Nidurung Situma laos dapot Porapora, pasupasu ni hulahula mambahen pogos gabe mamora.thp

 

Nama-nama partuturon dan bagaimana kita memanggilnya ( ini versi asli, kalau ternyata dalam masa sekarang kita salah menggunakannya, segeralah perbaiki ) Catatan : “Saya” adalah saya yang sedang membaca tulisan ini :

 

 

1. Ahu atau au, adalah sebutan bahasa Batak Toba untuk “Saya”.

2. Amang Saya ialah bapak kandung saya, disapa dengan Amang atau Among.

 

Posisi

Panggilan-Disapa

Penjelasan

 

 
 

 
3.Amang

• Simatua doli =

• Hela =

• Haha doli =

• Amang naposo =

 

• besan laki-laki=

• Suami =

• Anak laki-laki =

• Panggilan

•Bapak-bapak/umum

 

–>

Amang

Amang kela

Amang

Amang bao

Amang

Amang

Amang

juga digunakan untuk menyapa :

mertua laki-laki
menantau laki-laki
abang dari suami (saya perempuan)
adik kandung laki-laki atau selevel dengan mertua (saya perempuan).
(saya perempuan)
Panggilan kasih sayang kepada suami.
Panggilan kasih sayang kepada anak laki-laki.
Panggilan umum untuk semua yang kita hormati (sebelum diketahui hubungan kekerabatan).

4. Inang saya

Inang/Inong

ialah ibu kandung saya,
5. Inang

• Simatua boru =

• Parumaen =

• Anggi boru =

• Inang naposo=

• Inang bao

• Isteri   =

• Anak perempuan =

• Ibu-ibu umum

 

à

Inang

Inang

Inang

Inang

Inang

Inang

Inang

Inang

juga digunakan untuk menyapa :

mertua perempuan

menantu perempuan (saya lak-laki).

istri dari adik (saya laki-laki)

isteri dr bapak naposo(saya perempuan)

besan perempuan (saya laki-laki).

• Panggilan kasih sayang kepada istri.

• Panggilan kasih sayang kepada anak perempuan

• Panggilan umum kepada semua Ibu-ibu yang dihormati (sebelum diketahui
Hubungan kekerabatan).

 

6. Ompung (Suhut)

• Opung Doli

• Opung Boru

• Opung Bao, Daopung

 

–>

Ompung (baca: oppung).

ialah ayah dan ibu dari bapak saya.

Ayah dari bapak saya

Ibu dari ayah saya ialah

Orangtua dari ibu kandung kita.

 

7. Ompung juga

• Opung Doli

• Opung Boru

• Orang tua-umum

• Cucu

–>

Ompung (baca: oppung).

digunakan untuk menyapa:

• Ompung Doli dan Ompung Boru dari pasangan saya.

 

• Panggilan umum kepada semua orang tua (sebelum diketahui hubungan kekerabatan).

• Panggilan kasih sayang kepada cucu.

 

8. Amang-tua saya

Amangtua

abang dari bapak saya, dipanggil Amangtua/bapak tua
9. Amang-tua saya

–>

Amangtua

Amangtua

Amangtua

ialah juga:

• Suami dari kakak-perempuan ibu saya.

• Bapak dari ompung doli saya (amang tua mangulahi), ada juga menyebut ompung nini.

• Semua yang dipanggil abang oleh bapak saya (mis: karena hubungan marga atau abang
pariban).

 

10. Inang Tua saya

Inangtua/omatua

ialah istri dari amang tua saya,

 

11. Inang Tua saya

–>

Inangtua/omatua

Inangtua/omatua

Inangtua/omatua

 adalah juga:

• Kakak perempuan dari ibu saya.

• Ibu dari ompung doli saya (inang tua mangulai).

• Isteri dari orang yang dipanggil abang oleh bapak saya, termasuk abang pariban.

 

12. Amang-uda saya

Amanguda/bapak uda.

ialah adik laki-laki dari bapak saya

 

13. Amang-uda

 –>

Amanguda/bapak uda.

juga dipakai untuk menyapa :

• Semua laki-laki yang dipanggil adik oleh bapak saya, termasuk adik pariban.

 

14. Inang-uda saya

 

Inanguda.

ialah isteri dari amang-uda saya,

 

15. Inang-uda saya

–>

Inanguda

adalah juga :

• Adik perempuan dari ibu saya yang sudah menikah (adik pariban).

 

16. Inang-baju saya

Inangbaju

ialah adik perempuan dari ibu saya yang belum menikah
17. Angkang Baoa saya (saya laki-laki)

Angkang (abang)

adalah saudara laki-laki saya yang lebih tua dari saya,(saya laki-laki), dipanggil Angkang (baca: akkang).

 

18. Angkang Baoa  (saya laki-laki)

–>

Angkang (abang) Angkang (abang)

Angkang (abang)

adalah juga (saya laki-laki):

• Semua putra amang tua saya.

• Suami dari kakak perempuan istri saya.
• Suami dari kakak perempuan saya (saya perempuan).

19.Angkang Boru saya (saya laki-laki)

Angkang.

ialah istri dari angkang baoa saya,
20. Angkang Boru saya

à

Angkang.

Angkang.

Angkang.

adalah juga:
• Suami dari kakak istri saya.
• Kakak perempuan saya (saya perempuan).
• Istri dari abang suami saya.

 

21. Anggi saya ialah (saya laki-laki)

Anggi atau anggia.

ialah adik laki-laki saya,

 

22. Anggi saya

–>

Anggi atau anggia.

Anggi atau anggia.

 Anggi atau anggia.

Anggi atau anggia.

Anggi atau anggia.

juga:

• Semua anak laki-laki dari Amang Uda saya (saya laki-laki).
• Semua laki-laki yang memanggil angkang kepada saya.
• Adik perempuan dari isteri saya.

• Adik perempuan saya (saya perempuan).

• Adik laki-laki dari suami saya.

 

23. Haha Doli saya (saya perempuan),

–>

Amang,

Amang,

ialah:

• Abang dari suami saya.

• Semua yang dipanggil abang oleh suami saya.

 

24. Anggi Boru saya (saya laki-laki),

–>

Inang,

Inang,

ialah :

• Isteri dari adik saya.

• Semua isteri dari yang panggil abang kepada saya.

 

25. Tunggane Boru =   ( Parsonduk Bolon )

Inang

 (saya laki-laki) ialah isteri saya,

 

26. Tunggane Doli (= Sinonduk)

Amang

saya (saya perempuan) ialah suami saya,
27. Anak saya

  Anaha/Amang

adalah anak laki-laki saya,

 

28. Anak saya,

–>

Anaha/ Amang

 Anaha/ Amang

Anaha/ Amang

juga anak dari isteri saya:

• Anak laki-laki dari abang dan adik laki-laki saya.

• Anak laki-laki dari pariban saya.

• Anak laki-laki dari yang semarga dengan saya.

 

29. Parumaen saya, juga parumaen dari isteri saya,

 –>

Inang

Inang

Inang

Inang

(saya laki-laki) ialah:

• Isteri dari anak saya.

• Parumaen dari abang dan adik saya

• Parumaen dari pariban saya.

• (isteri saya memanggil parumaen saya dengan namanya atau panggoaranna = nama
berdasarkan anaknya yang tertua).

 

30. Pahompu saya

Pahompu

adalah putra dan putri dari anak-anak saya,

 

31. Pahompu saya

–>

Pahompu

Pahompu

Pahompu

adalah juga pahompu isteri saya:

• Pahompu dari abang dan adik saya.

• Pahompu dari pariban saya.

• Semua yang memanggil ompung kepada saya.

 

32. Nini saya

adalah cucu dari putra saya.

 

33. Nono saya

adalah cucu dari putri saya.

 

34. Ondok-ondok saya

adalah cucu dari cucu laki-laki saya.

 

35. Iboto atau Ito saya (saya laki-laki),

ialah kakak dan adik perempuan saya, disapa dengan Ito.

 

36. Iboto atau Ito saya (saya laki-laki)

–>

Ito

Ito

Ito

Ito

Ito

adalah juga:

• Semua anak perempuan dari amang-uda dan amang-tua saya.
• Semua anak perempuan dari Namboru saya.

• Semua perempuan yang semarga dan sebaya dengan saya, (sebelum diketahui hubungan kekerabatan).
• Iboto dari ompung saya (ito mangulahi).

• Ito juga panggilan umum kepada semua perempuan yang sebaya, yang belum ada hubungan kekerabatan.

 

37. Iboto atau Ito saya

Ito

(saya perempuan) adalah abang dan adik laki-laki saya, .

 

38. Iboto atau Ito (saya perempuan) saya

–>

Ito

 Ito

 Ito

Ito

adalah juga :

• Semua anak laki-laki dari amang-uda dan amang-tua saya.
• Semua anak laki-laki dari Tulang saya.

• Semua laki-laki yang semarga dan sebaya dengan saya, (sebelum diketahui hubungan kekerabatan).
• I t o juga panggilan umum kepada semua laki-laki yang sebaya, sebelum diketahui hubungan kekerabatan.
• I t o juga panggilan kepada cucu iboto saya ( i t o mangulahi).

 

39. L a e saya (saya laki-laki)

L a e

ialah suami dari i t o saya,

 

40. Lae juga dipakai

–>

L a e

L a e

 L a e

L a e

L a e

L a e

 L a e

Untuk menyapa (hanya antar laki-laki):

• L a e dari abang dan adik saya.

• Ito dari istri saya (tunggane – semua saudara laki-laki istri saya).
• Semua putra dari Tulang saya.

• Anak laki-laki dan menantu laki-laki dari amang-boru saya.

• Semua laki-laki yang sebaya dengan saya yang beristerikan yang semarga dengan saya.

• Semua laki-laki yang memanggil Lae kepada saya.

• Panggilan umum untuk semua laki-laki, sebelum diketahui hubungan kekerabatan.

41. Bere saya adalah juga bere istri saya,

–>

bere

ialah putra dari iboto saya, dan cucu laki-laki dari amang-boru saya.

 

42. Bere

–>

adalah juga abang dan adik menantu laki-laki (hela) saya.

 

43. Ibebere saya

–>

adalah juga ibebere dari isteri saya, ialah putri dari ito saya dan cucu perempuan dari amang-boru saya.

 

44. Bere/Ibebere saya pada umumnya,

–>

semua yang ibunya semarga dengan saya (saya laki-laki).

 

45. Pariban saya

–>

ialah :
• Putri Tulang saya (saya laki-laki).
• Putra dari namboru saya (saya perempuan).
• Saudara perempuan dari isteri saya dan suaminya (saya laki-laki).
• Saudara perempuan saya dan suaminya (saya perempuan).
• Semua perempuan yang semarga dengan isteri saya dan suaminya (sayalaki-laki).
• Semua perempuan yang semarga dengan saya dan suaminya (saya perempuan).

 

46. Pariban so olion saya –> ialah :

• Cucu perempuan dari Tulang ibu saya (saya laki-laki).
• Cucu laki-laki dari namboru bapak saya (saya perempuan).

 

47. Amang Bao saya Amangbao/Amang, atau Bao, (saya perempuan), ialah :
• Suami dari iboto suami saya.
• Amang Bao dari kakak adik saya.
• Suami dari putri amang-boru saya.

 

48. Inang Bao saya Inangbao/Inang atau bao  ialah :
• Isteri dari iboto isteri (tunggane) saya.
• Inang Bao dari abang dan adik saya.
• Isteri dari putra Tulang saya.

 

49. Eda saya

Eda

(saya perempuan), ialah :
• Isteri dari iboto saya.
• Putri dari Tulang saya.
• Iboto dari suami saya.
• Putri dari namboru saya.
• Panggilan umum kepada semua perempuan yang sebaya, yang belum diketahui hubungan kekerabatan.

 

50. Namboru saya

ialah iboto dari bapak saya, disapa dengan Namboru.
51. Namboru juga dipakai

untuk menyapa:
• Namboru suami saya (saya perempuan).
• Mertua perempuan dari iboto saya (saya laki-laki).
• Mertua perempuan dari kakak perempuan saya (saya perempuan).
• Ibu dari amang bao saya (saya perempuan).

 

52. Amang-boru saya

ialah suami dari namboru saya, disapa dengan Amangboru.

 

53. Boru saya

adalah putri saya, disapa dengan Boru, I t o atau Inang.

 

54. Boru saya

adalah juga boru dari isteri saya, yaitu :
• Boru dari abang dan adik saya.
• Boru dari yang semarga dengan saya.
• Boru dari pariban saya.
• Semua orang yang isterinya semarga dengan saya (saya laki-laki)

 

55. Boru Tubu saya

ialah putri kandung saya dan ito kandung saya (saya laki-laki)

 

56. Boru Diampuan saya:

• Semua boru tubu dari abang dan adik kandung saya.
• Semua boru kandung dari amang-tua dan amang-uda kandung saya.

 

57. Boru Natuatua saya

 Amanghela/ Amang,

ialah:
• Amang boru/namboru dari bapak saya.dan keturunannya.
• Amang-boru/namboru saya dan keturunannya.

 

58. Hela saya

Amanghela/ Amang,

juga hela dari isteri saya, ialah:
• Suami dari putri saya
• Suami dari putri-putri abang dan adik saya.
• Hela dari abang dan adik saya.
• Hela dari pariban saya.

 

59. Simatua ni Boru saya,

ialah orang tua dari hela saya.

 

60. Simatua ni Namboru saya

Lae / Ito

Saya laki-laki, mertua lakilaki =Lae mangulaki, mertua perempuan Ito mangulaki
61. Tulang,

abang atau adik dari ibu kita. (Nantulang istrinya Tulang)

 

62. Tulang/nantulang,

mertua dari abang/adik kita

 

63 Tulang naposo

tulangnaposo

paraman yang sudah kawin. Anak dari ipar/lae

 

64. Tulang/nantulang mangulaki

 panggilan cucu kepada mertua.