Archive for Agustus, 2012

Fakta fakta unik dibalik perang salib

1. Richard the Lion heart, yang terkenal sebagai Raja Inggris, dan konyolnya beliau tidak bisa bahasa inggris. Karena sejak kecil dia selalu berada di Prancis. Dia cuma numpang lahir di Inggris. Bahkan konon, beliau lebih mahir bahasa Arab daripada bahasa Inggris.

2. Raja Richard berada di Inggris dalam masa pemerintahannya hanya selama 11 bulan. Permaisurinya, Queen Berengaria of Navarre, malah tidak pernah ke Inggris sama sekali. Oleh karena itu Richard juga dikenal sebagai ” The Absent King
3. Saking tidak percayanya dengan motivasi rekannya sesama ekspedisi perang salib, Raja Richard pernah mengatakan : “Saya lebih rela Yerusalem dipimpin oleh seorang Muslim yang bijak dan berjiwa ksatria daripada kota suci itu jatuh ketangan para baron Eropa yang hanya mengejar kekayaan pribadi “4. Pada suatu peristiwa di pertempuran di Jaffa, ketika pasukan kavaleri Tentara Salib merasakan kelelahan, Richard sendiri memimpin pasukan tombak melawan kaum muslim. Saladin nyaris berada di sisinya dengan penuh kekaguman. Saat dia melihat kuda Richard terjatuh di bawahnya, seketika Sultan mengirimkan tukang kudanya ke medan pertempuran dengan dua ekor kuda yang masih segar untuk Raja Inggris yang berani itu.

5. Ada juga cerita mengenai Richard yang memasuki Yerusalem dengan menyamar dan makan malam bersama Saladin : mereka benar-benar saling bersikap ramah. Dalam rangkaian perbincangan, Richard bertanya kepada Sultan tentang bagaimana pandangannya mengenai Raja Inggris. Saladin menjawab bahwa Richard lebih mengunggulinya dalam sifat keberaniannya sebagai seorang ksatria, tapi kadang-kadang dia cenderung menyia-nyiakan sifatnya ini dengan terlalu gegabah dalam pertempuran. Sedangkan menurutnya Richard, Saladin terlalu moderat dalam memperkuat nilai-nilai keksatriaan, bahkan dalam pertempuran

6. Ketika ada salah satu panglima perang saladin memberontak, Richard membunuhnya dan menyerahkan kepalanya pada saladin serta berkata, “Aku tidak ingin orang ini mengacaukan “permainan” kecil kita”. Dan keesokan harinya mereka bertempur sengit.

7. Pernah dalam suatu pertempuran, Richard melihat bahwa pedang saladin tumpul dan dia menghentikan perang hari itu untuk memberikan kesempatan agar saladin mengasahnya

8. Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin mengirimkan dokter terbaiknya untuk mengobati Richard. Kapan lagi kita bisa mendapatkan pemimpin kaum muslim yang memiliki akhlak seperti Salahuddin?

9. Orang Eropa pada awalnya menyebut orang Muslim sebagai Barbarian, tetapi akibat kontak yang intensif dari perang salib, Lambat laun mereka menyadari bahwa yang barbar sesungguhnya adalah mereka. Jika ditilik dari tingginya peradaban budaya dan ilmu kaum muslimin saat itu.

10. Menurut catatan sejarah, pada saat perang salib, semua wanita dan pelacur di usir keluar dari kamp crusaders. Seluruh crusaders harus suci secara jasmaniah, bebas dari nafsu. Tapi ada satu grup wanita yg bebas keluar masuk camp crusaders yaitu tukang cuci baju. Bahkan kalau satu grup tukang cuci mau bepergian antar kota, mereka dijaga oleh sepasukan knight, dan dibuntuti pasukan infantri. Kalau iring-iringan ini diserang, keselamatan para tukang cuci ini no.1. Waktu ditawan pasukan muslim, para tukang cuci ini lebih dihormati daripada prajurit biasa. Sampai-sampai Richard The Lion Heart juga rela membayar ransum buat para tukang cuci itu

11. Ketika Frederick Barbarossa (kakek kaisar Frederik II) meninggal pada ekspedisi perang salib III, banyak ksatrianya yang menganggap bahwa ini adalah kehendak Tuhan dan banyak yang bergabung dengan kaum muslim. Lalu yang tersisa membawa jasad Barbarossa menuju ke yerusalem dengan anggapan nanti Barbarosa akan terlahir kembali.

12. Frederick II Kaisar Jerman, punya hubungan khusus dengan Sultan Malik dari Mesir di perang salib V. Beliau merasa di jaman itu (jaman dark ages), satu-satunya yang sebanding dengan dia di masalah budaya dan personality adalah pangeran-pangeran dari kerajaan muslim. Oleh karena itu gaya hidupnya agak nyentrik (dia berpoligami, padahal seorang Katolik tidak demikian).

13. Waktu terpaksa harus berpartisipasi dalam perang salib, Frederick II berhasil merebut Jerusalem, Betlehem dan Nazareth tanpa meneteskan setitik darahpun. Walaupun sebenernya dia cuma menyewa ke 3 kota tersebut dari sahabatnya si sultan Malik dari Mesir

14. Pernah ada kejadian Frederick II memukul pendeta yang masuk ke dalam masjid dan memperingatkan agar jangan melakukan hal itu lagi. Sedangkan al-Malik pernah dinasehati oleh Knight Templar agar membunuh Frederick II pada saat pengawalannya sedang longgar. Mengetahui hal tersebut, al-Malik segera menyuruh Frederick II agar segera pergi dari situ karena keadaannya ‘berbahaya’.

15. Kekalahan pasukan Arab lebih sering karena mereka terpancing melakukan serangan terbuka melawan kavaleri berat Eropa. Dimana disiplin serta pengalaman tempur sukarelawan Jihad kalah jauh dari satuan tempur veteran Eropa khususnya ordo-ordo militer seperti Templar, Hospitallers dan Teutonic Knight.

16. Kekalahan pihak Eropa umumnya akibat dari insubordinasi alias kurang kuatnya komando tunggal dalam kesatuan tentara yang terdiri dari elemen-elemen berbeda dari para baron dan ordo militer yang sebenarnya saling tidak suka satu sama lainnya. Selain itu dalam beberapa kekalahan, para tentara bayaran ( mercenary ) dan sukarelawan Eropa seringkali terlalu cepat meninggalkan barisannya untuk menjarah kota-kota Islam yang hampir ditaklukannya. Hal itu membuat pasukan Islam yg sebenarnya sudah terpojok bisa melakukan counter-attack

17. Pasukan turki khwaraziman yang menyerang jerusalem tahun 1244 waktu itu dikontrol oleh keturunan genghis khan, Eljigidei. Yang lucu dari pasukan ini adalah pasukannya mayoritas beragama Buddha bahkan komandan Hulegu khan juga seorang Buddhis.

18. Sebenarnya pengiriman para Crusader salah alamat, kaum Turki Seljuk yang banyak mengganggu ziarah kaum kristiani ke Yerusalem sudah diusir oleh khalifah Mesir. Akan tetapi lamanya perjalanan serta miskinnya informasi membuat pemimpin Crusader tidak mendengar pergantian kekuasaan di Yerusalem.

19. Divisi elit pasukan berkuda Cossack di Rusia dan Musketer berkuda di Prancis karena terinspirasi suksesnya pasukan berkuda pemanah bangsa Arab. Pasukan berkuda bukan hanya sebagai pasukan sayab tapi menjadi pasukan khusus

20. Membangun sepasukan knights memakan biaya yang sangat besar. Seorang raja sekalipun di abad pertengahan paling hanya memiliki sekitar 100 – 300 Full Knight dengan Heavy Horse yang berdinas dibawah komandonya secara full – time. Biasanya para raja akan mengumpulkan seluruh Knight yang berada di bawah para duke dan baronnya apabila menghadapi pertempuran besar.

21. Para Knights umumnya adalah anak para ningrat yang tidak memiliki hak waris. Di masa itu seperti juga para bangsawan dimana saja, kekayaan dan kekuasaan sang ayah hanya diwarisi oleh putra sulungnya, kecuali tingkat raja atau baron kaya dimana putra ke dua hingga ke 3 masih mungkin mewarisi satu county atau estate dengan kastil kecil. Putra-putra yang tidak atau merasa kurang memiliki kekayaan biasanya sejak remaja mengasah diri dengan ketrampilan perang. Mereka kemudian pada usia tertentu (15-16 tahun ) di inagurasi menjadi knight oleh raja atau baron tempat dia mengabdi.

22. Ada sebuah aturan yang tidak pernah dilanggar oleh kedua belah pihak sewaktu perang salib. Yaitu Fakta Nobility atau Hukum Chivalry yang berlaku di abad pertengahan bahwa raja tidak boleh membunuh sesama raja. Khususnya apabila tertawan. Salah satu kode etik knights dan para noble adalah mereka pantang membunuh keluarga atau orang2 dari keturunan ningrat yang menyerah/tertawan dalam pertempuran. Akan tetapi khusus buat religius-military Order spt Templar, Hospitaller dan Teutonic dalam perang Salib, peraturan itu tidak berlaku terhadap para noble/ningrat Muslim. Kecuali dalam kondisi khusus atau mendapat spesial order dari pemimpin Crusader yang mendapat mandat langsung dari Paus. Dalam tradisi Arab sendiri, seorang raja pantang membunuh sesama raja. Hal itu yang diterapkan Saladin ketika dia tidak membunuh Guy of Lusignan, raja kerajaan Latin di Yerusalem ketika berhasil memenangkan pertempuran Hattin

23. Saladin pernah melanggar etika dan hukum perang Islam yg selalu dia junjung tinggi ketika dia mengeksekusi semua tawanan Ksatria Templar dan Hospitaller ketika dia memenangkan pertempuran Hattin. Sementara Richard The Lion Heart juga pernah melanggar kode etik Chivalry serta etika Noble-nya saat dia mengeksekusi 2000 serdadu Saladin yang tertawan di depan gerbang Acre/Akko

24. Kalau selama ini kita mendengar bahwa Saladin itu komandan yg santun, maka salah satu panglima mamluk yaitu Baybar adalah komandan yang garang. Tidak kalah garangnya dalam soal bunuh-membunuh seperti crusaders. Kalau crusaders dibawah pimpinan Richard pernah menghukum mati seluruh tawanan muslim di Aacre, pasukan Baybar juga membunuh semua orang kristen di Acre, termasuk pendeta dan perempuan. bahkan dia berkirim surat ke komandan crusaders untuk menceritakan detil pembantaian di dalam suratnya. Baybar bahkan sampai membuat lingkungan acre jadi gurun agar di masa depan sulit untuk jadi pangkalan crusaders lagi.

25. Saat pengepungan kota Acre, Baybars menggunakan siege weaponnya selain sebagai senjata penghancur berat jarak jauh, juga sebagai senjata psikologi dan biologi. Senjata katapel-nya tidak hanya melontarkan batu ke arah kota, tapi juga mayat pasukan musuh, tawanan anak-anak yang masih hidup serta bangkai binatang spt kuda, unta dll. Di abad pertengahan hal itu kerap disebut sbg ‘humor pasukan artileri’. Namun Baybars melakukannya lebih intensif dan mengerikan.

26. Akibat dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Maka.Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai jihad. Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yang mendaftar untuk berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.

SI BORU NANTINJO-AWAL TERJADINYA PULAU MALAU

AWAL TERJADINYA PULAU MALAU

Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. Kita dapat berbicara langsung dengan Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala yang tinggal di Cianjur Jawa Barat yang menjadi tempat masuknya Roh Nantinjo (Hasorangan). Tujuan Nantinjo kembali kedunia adalah untuk mengobati, membantu orang yang meminta pertolongan terlebih keturunan dari Bapak dan Ibunya serta meluruskan sejarah asal mula keturunan dari keluarganya dan mempersatukan kembali keturunan Bapaknya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon.

Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan.Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.
Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.
Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.
Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya“Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal .Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .
Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.
Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.
Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alasan Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.
Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.
Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.
Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.
Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang¬-abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serta Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal¬ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.
Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.
Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.
Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu“PulauMalau”.
TURUNNYA ROH NANTINJO
Setelah Nantinjo tenang bersama ibunya disisi Yang Kuasa, pada suatu hari ibunya meminta Nantinjo untuk turun kebumi untuk melihat keturunan ibunya. Itulah pertama sekali Nantinjo menumpang ke tubuh orang (marhuta¬ hula) di desa sagala. Pada saat itu ada seorang ibu, istri dari marga sagala sedang pendarahan dan Nantinjo menumpang ke tubuh orang yang kurang waras. Nantinjo meminta air untuk menyembuhkan si ibu namun orang-orang yang ada dirumah itu berserta keluarga si ibu tersebut mengatakan bagaimana kamu bisa membantu, kamu saja kurang waras, namun Nantinjo tetap meminta air, akhirnya mereka memberikan air yang diminta Nantinjo dan dia mengobati si ibu.
Betapa herannya orang yang ada dirumah itu karena si ibu dapat sembuh. Akhirnya mereka bertanya “siapa kamu sebenarnya, lalu Nantinjo menjawab: saya adalah namboru kalian Nantinjo” mereka menjawab Nantinjokan sudah tenggelam, tetapi Nantinjo menjawab bahwa Rohnyalah yang menumpang pada orang yang kurang waras tersebut serta mengatakan “Jikalau kalian butuh bantuan panggillah namaku, terlebih kalau di danau toba. Natinjo juga berpesan kepada mereka, kalau telur ayam kalian mengecil jangan kalian takut sebab akulah yang meminta, kalau padimu tertinggal disawah dan tidak dapat kamu panen akulah yang memintanya. Kemudian Nantinjo kembali lagi kesisi ibunya.
Melihat keturunannya (pomparan) semakin berantakan serta sering memanggil-manggil nama putrinya Akhirnya Ibunya Sibaso Bolon meminta Nantinjo kembali ke dunia untuk membantu keturunannya dan mengupayakan untuk mempersatukan kembali keturunan ibunya.
Sekarang Nantinjo dapat kita temui melalui nai Hotni yang ada di Cianjur untuk meminta pertolongan ataupun menggali sejarah Pomparan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Sebelumnya nai Hotni juga tidak mengetahui kalau dirinya telah dipilih Nantinjo sebagai hasorangan (yang menggendong Nantinjo). Memang semenjak kecil telah terjadi keanehan yang selalu dibuat nai Hotni melalui Nantinjo. Pada usia empat tahun nai Hotni telah menyembuhkan seorang gadis yang sakit parah bahkan sudah divonis dokter tidak panjang umur. Saat ini gadis yang divonis harus meninggal itu masihlah hidup dan umurnya kira-kira 60 tahun kurang lebih. Dan gadis itu berada di daerah sidikalang, tepatnya di sumbul. Dan yang lebih aneh jikalau nai Hotni marah ataupun sedang kesal diwaktu kecil cukup diberikan sebuah jeruk purut, maka amarah dan kesalnya akan hilang, tidak seperti kebiasaan anak lainnya yang dapat dibujuk dengan permen atau mainan.
Nai Hotni adalah hasorangan namboru Nantinjo yang ke Lima. Yang pertama gadis yang kurang waras di desa sagala meskipun hanya sekejap,yang kedua sampai ke empat namboru memilih dari boru Limbong, boru sagala dan boru malau. Sebelum nai Hotni resmi menjadi hasorangan Nantinjo kehidupannya sangat menderita. Kalau kita mendengar ceritanya hampir mirip dengan penderitaan Nantinjo, semenjak merantau tahun 1994 ke pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat kehidupan keluarga nai Hotni sangat menderita. Adapun tujuan mereka merantau untuk merubah nasib namun ternyata justru penderitaan yang datang silih berganti.
Pada saat itu nai Hotni dengan suaminya hidup dari berdagang. Agar dagangannya laris mereka mencoba meminta bantuan kepada orang pintar (Dukun), orang pintar tersebut mengatakan bahwa nai Hotni tidak perlu minta bantuan karena ada yang mengikutinya, nai Hotni pun menoleh dan menjawab tidak ada yang mengikuti saya! Sang dukun mengatakan bahwa dia diikuti wanita yang berjubah putih. Semakin penasaran nai Hotni lalu bertanya siapa? Namborumu jawab dukun itu, wong namboru saya masih hidup jawab Nai Hotni sang dukun tersebut menjawab, yang diatas, karena bingung Nai Hotnipun akhirnya pulang.
Suatu ketika, si Hotni demam lalu nai Hotni membawa anaknya ke dukun untuk minta diobati namun sang dukun tidak mau memberikan dengan alasan tidak mampu mengobati karena dihalang-halangi wanita berjubah putih. Sang dukun mengatakan hanya pakai air liur ibu saja anak ibu sehat, karena bingung dan bercampur kesal ia pun pun pulang kerumah. Sesampai dirumah sambil tiduran menjaga si Hotni, dia teringat apa yang dikatakan dukun tadi, lalu Nai Hotni mengusapkan liurnya kedahi putrinya, setelah diusapkan ternyata panas si Hotni benar-benar hilang.
Akhir tahun 1995 nai Hotni jatuh sakit, dokter sudah menyatakan tidak sanggup untuk menyembuhkan nai Hotni, suaminya sangat bingung mau dibawa kemana istri tercintanya? dibawa berobat sementara penghasilanpun sudah tidak ada, disaat sang suami sudah pasrah datanglah seorang ibu menganjurkan agar nai Hotni mengurus namboru yang selalu mengikutinya. Ibu itu juga mengatakan ia hanya dapat memberikan jeruk purut (anggir) ini untuk diminum. nai Hotnipun meminum jeruk purut tersebut dan kesehatannya pun mulai membaik.
Kemudian sang suami memutuskan untuk mengadakan gondang (gendang) dikampung, namun tidak mungkin dilakukan karena pada saat itu karena nai Hotni sedang hamil tua. Karena tidak jadi mengadakan gondang, kehidupan nai Hotni semakin runyam dan tersiksa. Akibat rasa sakit yang tidak tertahankan lagi akhirnya ama nihotni pun memutuskan untuk segera mengadakan gondang tahun 1997 di kampung. Setelah mengadakan gondang barulah datang Namboru Paraek Bunga-bunga setelah itu baru Namboru Nantinjo datang ke nai Hotni.
Memanggil namboru Nantinjo harus terlebih dahulu memanggil Namboru Paraek Bunga-bunga sebab kesucian Namboru Nantinjo lebih tinggi, tidak boleh Nai Hotni langsung memanggil Namboru Nantinjo. Inilah satu pertanda dimana namboru Nantinjo yang sebenarnya.
Pada tahun 1999 Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Buhit pulau Samosir. Pada saat itu sesepuh dari marga Limbong tidak memberikan ijin dikarenakan tidak pernah ada yang dapat mengadakan gondang ditempat itu katanya! Lalu namboru menjawab, kenapa kamu melarang sayamembuat gondang di kampung saya sendiri? kalau yang lain bisa kamu larang, tetapi saya tidak boleh kamu larang! Akhirnya sesepuh limbong tidak dapatberbuat apa-apa gondang pun dilaksanakan. Gondang tersebut berjalan dengan lancar dan sejak saat itulah orang-orang yang membawakan nama Namboru Nantinjo mengadakan acara gondang dibuhit.
Satu tahun kemudian Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Simanindo tepatnya tanggal 9 Juni 2000, untuk Patappehon Oppung Silau Raja kepada hasorangannya Nai Dianto boru Sidauruk Istri dare Ama Dianto Malau yang sekaligus menjaga Bulu Turak Namboru Nantinjo. Melalui hasorangan namboru Nantinjo nai Hotni boru sagala, acara patappehon oppung Silau Raja berjalan dengan lancar.
NAMBORU MENGADAKAN GONDANG DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH
Untuk mempersatukan seluruh keluarga dari saudaranya laki-Iaki (ibotonya) namboru Nantinjo mengadakan Pesta Budaya Batak di Taman Mini Indonesia Indah (TMIl) pada tanggal 7 Oktober 2000. Seluruh keturunan (pomporan) ibotonya pada saat itu hadir dalam acara tersebut. Pada kesempatan itu namboru Nantinjo menceritakan riwayat hidupnya, serta memperagakan bagaimana dia tenggelam di danau toba. Seluruh keturunan ibotonya itu sangat antusias ingin mengetahui sejarah yang sebenarnya.
Namboru Nantinjo selalu menjawab apa yang dinginkan keturunan ibotonya. Pada saat acara berlangsung terjadi keajaiban yang luar biasa, turunnya hujan yang sangat deras disertai angin yang sangat kencang. Ternyata penguasa alam gaib datang bertanya kepada Nantinjo siapa kamu berani-berani membuat acara ditempat saya? Nantinjo menjawab, saya keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Abang saya Raja Uti, Saribu Raja,Limbong Mulana dan Sagala Raja. lalu Nantinjo balik bertanya, siapa gerangan penguasa alam gaib yang datang? Yang ditanya hanya diam seribu bahasa. Namun dia menangis sepertinya ikut merasakan kepedihan hati Nantinjo. Karena tidak ada jawaban dari penguasa alam gaib tersebut, Nantinjo akhirnya berkata: “siapapun kamu yang datang ini, saya mohon jangan ganggu acara yang sedang saya lakukan, dan saya harap kamu bersedia membantu saya mengembalikan pulau malau yang telah diambil oleh orang lain”. Penguasa alam gaib itu tetap diam namun tidak bergeming dari tempatnya, acarapun dilanjutkan kembali.
Ketika sedang asik menari (manortor) tiba-tiba namboru Nantinjo mendadak datang dan bercerita kembali sambil bertanya kepada keturunan ibotonya, apakah mereka mau membantu dia untuk mengembalikan pulau malau? serempak keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo. Setelah semua keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo ditentukanlah kapan dan bagaimana cara pengembalian pulau malau. Setelah berunding, ditentukanlah siapa yang ditunjuk sebagai perwakilan untuk menemui keluarga sidauruk, dan selanjutnya akan diadakan gondang di pulau Malau setelah urusan dengan Marga Sidauruk selesai.
Utusan yang sudah ditentukan berangkat menuju rumah Sidauruk tanggal 02 Pebruari 2002 untuk membicarakan surat-surat pulau Malau,namun pihak Sidauruk meminta agar mereka membawa perwakilan malau yang ada di Simanindo dua atau tiga orang, jikalau sudah ada, maka utusan Malau dari simanindo pihak sidauruk akan memberikan surat-surat pulau Malau.
Utusan yang dikirim meminta ijin kepada pihak Sidauruk untuk mengadakan gondang di pulau malau, dan hal itupun disetujui. Sambil menunggu Malau dari simanindo dapat diundang untuk dapat bertemu dengan pihak sidauruk.
MENGEMBALIKAN PULAU MALAU
Setelah ada ijin dari pihak Sidauruk maka pada Tanggal 28-30 Juni 2001 diadakanlah gondang dipulau malau sebagai tanda bahwa pulau malau telah kembali sekaligus mempersatukan keturunan orang tuanya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Semua keturunan iboto Nantinjo hadir dalam acara tersebut, bahkan hadir hasorangan yang jumlahnya delapan belas orang yang membawakan nama Nantinjo datang pada saat itu.
Ketika acara sudah dimulai hasorangan yang membawakan Nantinjo mulai kesurupan satu-persatu, namun namboru Nantinjo yang sebenarnya belum datang. Diperkirakan ia sedang memantau apa saja yang dikatakan oleh orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangannya, karena jikalau benar sebagai hasorangan, Nantinjo harus tau apa yang dikatakan serta apa yang harus diperbuat dalam acara tersebut. Begitu hebatnya perdebatan yang terjadi pada saat itu antara yang mengaku hasorangan Nantinjo dengan keturunan iboto Nantinjo, akhirnya Nantinjo datang melalui nai Hotni. Ia mengumpulkan orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangan Nantinjo, dia mengatakan “bahwa mereka adalah sebahagian yang membawa tas (hajut) serta pengawal Nantinjo. kemudian Nantinjo meminta mereka semua menangis di hadapan yang hadir di acara tersebut.
Semua yang mengaku hasorangan Nantinjopun menangis, lalu Nantinjo menyuruh panuturinya (penterjemah) ama nihotni untuk mempersiapkan napuran (debban) untuk dibagi-bagikan kepada mereka sebagai upah. Tanpa sepengetahuan keturunan ibotonya, Nantinjo melakukan semua itu kepada orang-orang yang mengaku hasorangannya dengan tujuan supaya keturunan ibotonya itu mengetahui siapa sebenarnya yang dipilihnya menjadi hasorangannya dan sebagai tambahan yang sangat renting. Untuk menambah pengetahuan para pembaca bahwa tikar tempat duduk namboru Nantinjo harus tiga lapis yang mempunyai arti bahwa namboru Nantinjo sudah menjalani Banua Toru (tenggelam didanau toba) Banua Tonga (semasa hidupnya) dan Banua Gijang (menghadap Yang Kuasa).
Tujuan mulia yang dilakukan Nantinjo kepada keturunan ibotonya, ternyata disalahartikan oleh keturunan ibotonya. Pulau malau yang seharusnya sudah kembali kepada si pemilik menjadi permasalahan kembali karena pihak sidauruk tidak mau lagi memberikan surat-surat pulau malau karena keturunan iboto Nantinjo. bahkan kabarnya sebahagian pihak malau saat ini berusaha agar hasorangan namboru nantinjo harus boru malau.
Berbagai cara dilakukan malau yang ada di simanindo untuk menggagalkan kembalinya pulau malau, yang seharusnya sesuai dengan janji atau sumpah kakeknya ketika melihat pulau malau pertama kali harus mereka laksanakan. Kita saja kalau makam orang tua kita diserobot orang kita pastilah marah. Mengapa pulau malau sebagai pertanda dari leluhur kita tidak kita rawat sebaik mungkin, malah saat ini justru orang lain yang memilikinya. Tidak tertutup kemungkinan hal ini yang membuat keturunan Oppu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon semakin susah hidupnya. Pernahkah kita menyadari hal ini. Hal ini juga yang membuat namboru Nantinjo setengah hati untuk membantu keturunan dari ibotonya karena Nantinjo merasa sedih kita keturunan ibotonya membiarkan sibuk-sibuk (daging) namboru kita dikuasai orang lain.
Tidak tertutup kemungkinan semakin menderita kehidupan masyarakat Batak disekitar Danau Toba serta pulau samosir saat ini disebabkan Pulau malau dikuasai marga Sidauruk serta kurangnya perhormatan yang kita lakukan terhadap leluhur. Coba kita kilas balik ke belakang, zaman Nahum Situmorang almarhum, beliau sampai berani menciptakan lagu pulau Samosir yang terkenal dengan kacangnya serta padinya, Tao Toba, Parapat sebagai Kota turis. Sekarang apa yang kita lihat tidak ada perkembangan bahkan dapat kita katakan lagu-Iagu ciptaan Bang Nahum Situmorang untuk saat ini tidak berlaku lagi melihat kondisi pulau samosir dan Danau Toba, coba kita renungkan dan kita benahi.
Pesta Mempersatukan Keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon
Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti
Tanggal 17-18-19 Juni 2002
Pada Tanggal 17-19 Juni 2002 namboru Nantinjo mengadakan gondang selama tiga hari-tiga malam untuk mempersatukan keturunan abangnya didesaParik Sabungan Limbong Sianjur Mula-mula. Sesuai dengan adat yang telah berlaku. Undangan yang telah disebarkan kepada keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dengan Pemerintah setempat Bupati, Camat, Kepala Desa serta Raja Adat turut menghadiri acara tersebut.
Dalam acara tersebut keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon memberikan kenang-kenangan berupa Ulos Batak kepada robongan Bupatibeserta jajarannya serta memberikan buku sejarah Nyi Roro Kidul yang menceritakan bahwa dia adalah Putri sulung dari Raja Batak, Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon yang bernama Biding Laut. Selanjutnya Bupati memberikan bantuan sebagai tanda turut berpartisipasi. Pada malam harinya yang hadir meminta kepada nai Hotni boru Sagala untuk memanggil namboru Nantinjo untuk bercerita kepada keturunan abangnya.
Setelah acara ritual dilaksanakan namboru Nantinjo datang dan bercerita bahwa abangnya Saribu Raja dan Lau Raja telah kembali ke kampung halamannya karena keturunannya telah bersatu hati. Katanya “ Ia sangat bahagia melihat abangnya telah melihat kalian telah bersatu”. Keturunan abangnya pun mengucapkan terima kasih kepada namboru meminta kepada Oppung agar memberkati kami keturunannya.
Keesokannya, dipagi hari, tanpa sepengetahuan seorangpun melalui hasorangannya A. Raja Limbong dari sidikkalang Oppu Raja Uti datang dan menceritakan kegembiraan serta kebahagiannya melihat keturunannya telah bersatu.

Ratu Laut Kidul, Biding laut Tanah Batak

 

 

 

 

 

Alkisah Biding Laut alias Ratu Kidul

“Legenda asal usul Kanjeng Ratu Kidul berasal dari Tanah Batak ini tidak lepas dari kisah Raja-raja Batak,”

Dikisahkan, perjalanan etnis Batak dimulai dari seorang raja yang mempunyai dua orang putra. Putra sulung diberi nama Guru Tatea Bulan dan kedua diberi nama Raja Isumbaon.

Putra sulungnya, yakni Guru Tatea Bulan memiliki 11 anak (5 putera dan 6 puteri). Kelima putera bernama: Raja Uti, Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Lau Raja. Sedangkan keenam puteri bernama: Biding Laut, Siboru Pareme, Paronnas, Nan Tinjo, Bulan dan Si Bunga Pandan.

Putri tertua yakni Biding Laut memiliki kecantikan melebihi adik perempuan lainnya. Dia juga memiliki watak yang ramah dan santun kepada orangtuanya. Karena itu, Biding Laut tergolong anak yang paling disayangi kedua orangtuanya.

Namun, kedekatan orangtua terhadap Biding Laut ini menimbulkan kecemburuan saudara-saudaranya yang lain. Mereka lalu bersepakat untuk menyingkirkan Biding Laut.

Suatu ketika, saudara-saudaranya menghadap ayahnya untuk mengajak Biding Laut jalan-jalan ke tepi pantai Sibolga. Permintaan itu sebenarnya ditolak Guru Tatea Bulan, mengingat Biding Laut adalah puteri kesayangannya. Tapi saudara-saudaranya itu mendesak terus keinginannya, sehingga sang ayah pun akhirnya tidak dapat menolaknya.

Pada suatu hari, Biding Laut diajak saudara-saudaranya berjalan-jalan ke daerah Sibolga. Dari tepi pantai Sibolga, mereka lalu menggunakan 2 buah perahu menuju ke sebuah pulau kecil bernama Pulau Marsala, dekat Pulau Nias.

Tiba di Pulau Marsala, mereka berjalan-jalan sambil menikmati keindahan pulau yang tidak berpenghuni tersebut. Sampai saat itu, Biding Laut tidak mengetahui niat tersembunyi saudara-saudaranya yang hendak mencelakakannya. Biding Laut hanya mengikuti saja kemauan saudara-saudaranya berjalan semakin menjauh dari pantai.

Menjelang tengah hari, Biding Laut merasa lelah hingga dia pun beristirahat dan tertidur. Dia sama sekali tidak menduga ketika dirinya sedang lengah, kesempatan itu lalu dimanfaatkan saudara-saudaranya meninggalkan Biding laut sendirian di pulau itu.

Di pantai, saudara-saudara Biding Laut sudah siap menggunakan 2 buah perahu untuk kembali ke Sibolga. Tetapi salah seorang saudaranya mengusulkan agar sebuah perahu ditinggalkan saja. Dia khawatir kalau kedua perahu itu tiba di Sibolga akan menimbulkan kecurigaan. Lebih baik satu saja yang dibawa, sehingga apabila ada yang menanyakan dikatakan sebuah perahunya tenggelam dengan memakan korban Biding Laut.

Tapi apa yang direncanakan saudara-saudaranya itu bukanlah menjadi kenyataan, karena takdir menentukan lain.

BIDING LAUT DI TANAH JAWA

Ketika terbangun dari tidurnya, Biding Laut terkejut mendapati dirinya sendirian di Pulau Marsala. Dia pun berlari menuju pantai mencoba menemui saudara-saudaranya. Tetapi tidak ada yang dilihatnya, kecuali sebuah perahu.

Biding laut tidak mengerti mengapa dirinya ditinggalkan seorang diri. Tetapi dia pun tidak berpikiran saudara-saudaranya berusaha mencelakakannya. Tanpa pikir panjang, dia langsung menaiki perahu itu dan mengayuhnya menuju pantai Sibolga.

Tetapi ombak besar tidak pernah membawa Biding Laut ke tanah kelahirannya. Selama beberapa hari perahunya terombang-ombang di pantai barat Sumatera. Entah sudah berapa kali dia pingsan karena kelaparan dan udara terik. Penderitaannya berakhir ketika perahunya terdampar di Tanah Jawa, sekitar daerah Banten.

Seorang nelayan yang kebetulan melihatnya kemudian menolong Biding Laut. Di rumah barunya itu, Biding Laut mendapat perawatan yang baik. Biding Laut merasa bahagia berada bersama keluarga barunya itu. Dia mendapat perlakuan yang sewajarnya. Dalam sekejap, keberadaannya di desa itu menjadi buah bibir masyarakat, terutama karena pesona kecantikannya.

Dikisahkan, pada suatu ketika daerah itu kedatangan seorang raja dari wilayah Jawa Timur. Ketika sedang beristirahat dalam perjalanannya, lewatlah seorang gadis cantik yang sangat jelita bak bidadari dari kayangan dan menarik perhatian Sang Raja. Karena tertariknya, Sang Raja mencari tahu sosok jelita itu yang ternyata Biding Laut. Terpesona kecantikan Biding Laut, sang raja pun meminangnya.

Biding Laut tidak menolak menolak pinangan itu, hingga keduanya pun menikah. Selanjutnya Biding Laut dibawanya serta ke sebuah kerajaan di Jawa Timur.

TENGGELAM DI LAUT SELATAN

Biding Laut hidup berbahagia bersama suaminya yang menjadi raja. Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Terjadi intrik di dalam istana yang menuduh Biding Laut berselingkuh dengan pegawai kerajaan. Hukum kerajaan pun ditetapkan, Biding Laut harus dihukum mati.

Keadaan ini menimbulkan kegalauan Sang Raja. Dia tidak ingin isteri yang sangat dicintainya itu di hukum mati, sementara hukum harus ditegakkan. Dalam situasi ini, dia lalu mengatur siasat untuk mengirim kembali Biding Laut ke Banten melalui lautan.

Menggunakan perahu, Biding Laut dan beberapa pengawal raja berangkat menuju Banten. Mereka menyusuri Samudera Hindia atau yang dikenal dengan Laut Selatan.

Namun malang nasib mereka. Dalam perjalanan itu, perahu mereka tenggelam diterjang badai. Biding Laut dan beberapa pengawalnya tenggelam di Laut Selatan.

Demikianlah sekelumit legenda Biding Laut yang dipercaya sebagai sosok asli Kanjeng Ratu Kidul.

“Dalam legenda raja-raja Batak, sosok Biding Laut memang masih misterius keberadaannya, Sedangkan anak-anak Guru Tatea Bulan yang lain tercantum dalam legenda,” kata Silalahi dengan mimik serius.

RITUAL PEMANGGILAN KANJENG RATU KIDUL

Untuk membuktikan keberadaan sosok legenda Biding Laut yang dipercaya sebagai Kanjeng Ratu Kidul, Misteri bersama 8 orang rekan yang semuanya bersuku Batak sengaja datang ke Pelabuhan Ratu untuk melakukan ritual pemanggilan roh Kanjeng Ratu Kidul.

Lokasi pertama adalah makam Guru Kunci Batu Kendit Abah Empar. Lokasi ini cukup dikenal masyarakat, terutama yang hendak melakukan ritual pemanggilan Kanjeng Ratu Kidul. Konon, di tempat ini Kanjeng Ratu Kidul memang biasa muncul.

Sebelum melakukan ritual, sebagaimana biasanya beberapa ubo rampe telah disiapkan, diantaranya: jeruk, jeruk purut, apel, daun sirih, pisang raja, anggur, minyak jin, kembang sepatu, tepung beras, kelapa dan gula (itaguruguru-bahasa Batak).

Sekitar pukul 22.30 malam, dimulailah acara ritual pemanggilan roh Kanjeng Ratu Kidul. Ketika itu, Silalahi dan Boru Tumorang tampak membaca mantera-mantera. Beberapa saat kemudian, Silalahi mulai menampakkan perubahan ekspresi wajah. Sosok gaib yang dipanggil tampaknya telah merasuk ke dalam raganya. Belakangan Misteri mengetahui, sosok gaib itu adalah roh Raja Batak.

Sementara dalam waktu hampir bersamaan, Boru Tumorang pun memperlihatkan ekspresi kesurupan. Tiba-tiba tubuhnya tersungkur lalu merangkak bergeser posisi. Setelah itu, dia kembali duduk dengan wajah tertunduk dan mata terpejam. Roh Kanjeng Ratu Kidul telah merasuk ke dalam raga wanita asal Samosir ini.

Terjadilah dialog dalam bahasa Batak antara Silalahi (yang sudah kemasukan roh Raja Batak) dengan Boru Tumorang dan beberapa orang yang hadir. Sepanjang dialog itu, ekspresi wajah Boru Tumorang berubah-ubah. Terkadang tersenyum, tertawa, menangis dan melantunkan lagu berisi sejumlah nasehat.

Kalimat pertama yang diucapkan Kanjeng Ratu Kidul adalah

”Kenapa baru sekarang kalian datang untuk menemui saya? Padahal saya sudah lama berada di sini,”ujar Kanjeng Ratu Kidul melalui bibir Boru Tumorang.

Ketika salah seorang yang hadir bertanya tentang Biding Laut, seketika Kanjeng Ratu Kidul menukas,” Ya, sayalah Biding Laut. Terserah apakah kalian akan percaya atau tidak.”

Selanjutnya dialog meluncur begitu saja. Beberapa dialog yang Misteri catat diantaranya saat Boru Tumorang menangis sambil berkata:

“Boasa gudang hamo nalupa tuauito (kenapa kalian sudah lupa sama saya)?” ujar Kanjeng Ratu Kidul melalui bibir Boru Tumorang. “Ahado sisukunonmuna (Apa yang kalian mau pertanyakan)?” lanjut Kanjeng Ratu Kidul.

“Hamirotuson nanboru namagido tangiansiangho (Kami datang kesini untuk minta doa dari Nyai),” jawab salah seorang yang hadir.

“Asadikontuhata pasupasu dohut rajohi (Biar diberikan Tuhan berkat kepada kami),” kata yang lain.

Tampak Boru Tumorang menggoyang-goyangkan tubuhnya. Kepalanya seperti digelengkan, terkadang mengangguk-angguk. Sesaat kemudian dia berkata,

“Posmaruham, paubahamuma pangalaho rohamuna (Percayalah. Asalkan kalian berubah sikap dan tingkah laku menjadi lebih baik, itu pasti akan terjadi).”

Selanjutnya dia berkata lagi,”Asarat martonggo mahita tuoputa (Marilah kita bersama-sama berdoa kepada Tuhan).”

“Molonang muba rohamu nalaroma balainna he he mamuse kuti tuinjang (Kalau tidak berubah sikap dengan baik akan muncul bencana lagi-tsunami)”

“Dangdiadia dope namasae naosolpu nalaroma muse naung gogosiani (Belum seberapa bencana yang sudah lalu. Lebih dahsyat bencana yang akan datang lagi. Kalau kalian tidak percaya kepada Tuhan).”

Nasehat Kanjeng Ratu Kidul itu tampaknya ditujukan ke semua orang. Sedangkan kepada anak keturunannya dari suku Batak, Kanjeng Ratu Kidul berkata,

”Posmarohamu amang paboanhudoi tuhamu pomparanhu dibagasan parnipion (Percayalah. Semua keturunanku akan saya beritahukan lewat mimpi masing-masing).”

“Posmaroham amang patureon hudo sube popparamme (Percayalah, akan saya bantu dan saya tolong semua keturunannmu ini).

Kanjeng Ratu Kidul juga berpesan kepada semua manusia agar tidak membeda-bedakan suku,

”Pabohamu tumanisiae asa unang mambedahon popparanhisude (Beritahu kepada semua manusia supaya tidak membedakan suku).”

Dialog dengan roh Kanjeng Ratu Kidul itu berlangsung sekitar setengah jam. Isi dialog sarat dengan nasehat kepada manusia agar selalu berbuat kebajikan.

Namun yang pasti, dalam dialog itu juga Kanjeng Ratu Kidul menceritakan sosok asal usul dirinya dan nama aslinya.

Upaya penelusuran ini membuka wacana baru seputar asal usul Kanjeng Ratu Kidul. Acara ritual ini pun tidak dimaksudkan untuk membenarkan satu fihak. Sebagaimana dikatakan Silalahi,

“Kami tidak bermaksud mengklaim kebenaran pendapat kami,”ujar Silalahi sambil tersenyum. “Tetapi kami hanya mencoba mengangkat kembali sebuah isu yang sudah lama berkembang di daerah kami. Kebenarannya boleh saja diperdebatkan,” lanjutnya.

Benar apa yang dikatakannya. Sosok gaib Kanjeng Ratu Kidul memang layak diperdebatkan. Keberadaan maupun asal usulnya bisa darimanapun juga. Tetapi yang pasti, nasehat-nasehat Kanjeng Ratu Kidul yang diucapkan melalui medium yang keserupan, seringkali mengingatkan kita untuk selalu percaya kepada Tuhan.

GURU SOMALAING PARDEDE TERMAKAN RAYUAN ELIO MODIGLIANI (6)

Guru Somalaing dan Raja Rum
Tugas berikutnya dari Guru Somalaing Pardede adalah  mengarahkan  para pengikutnya  bagaimana cara mengatasi kolonial Belanda. Dia ber Keyakinan dengan bantuan  Jehova, akan datang Raja Rum untuk menolong  gerakannya dengan masyarakat Batak Toba menghadapi kolonial belanda.

Pertemuannya dengan seorang musafir Italia, Elio Modigliani, membuat kedua belah pihak diuntungkan ,bagi Elio pertemuan dengan Guru Somalaing Pardede  tepat pada momentnya dimana  Guru Somalaing yang sangat mengharap dan mengyakini akan datang membantu gerakannya melawan Belanda, kondisi tersebut dimanfaatkanya dengan baik dengan mengaku sebagai utusan Raja Rum (sedangkan Raja Rum yang dimaksud Guru Somalaing adalah raja Rum Turki yang dahulunya adalah bekas kerajaan Romawi Timur dengan ibu kotanya Kontantinopel), dengan pengakuan tersebut membuat Guru Somalaing tidak menolak permintaan Elio mendampinginya menyelusuri Sungai Asahan menuju wilayah Asahan dalam rangka penelitiannya dalam Botani. Sedangkan bagi Guru Somalaing Pardede  pertemuan dengan Elio Modigliani menunjukkan bahwa wahyu yang diterimanya adalah benar dengan kemunculan Eio yang mengaku sebagai utusan Raja Rum, dan menambah keyakinan pertolongan akan perjuangan gerakannya akan segera datang.

Elio Modigliani tinggal di daerah Toba dari Oktober 1890 sampai Februari 1891. Bagi Batak Toba, Italia adalah Eropa yang berbeda dari Misionaris Belanda dan Jerman. Dan akan membantu mereka untuk menghadapi kekuasaan Belanda tanpa syarat harus menerima Belanda atau misionaris Belanda .   Munculnya orang Barat memungkinkan orang-orang Batak   mempertanyakan legitimasi pemerintahan Belanda dan bahkan berharap untuk menggunakan kekuasaannya untuk mengubah rezim yang ada.

 Somalaing’s next task was to show followers the way to cope with the colonial power. His conviction of sharing the power of Jehova led him to expect European newcomers to assist him in the movement. His encounter with an Italian traveller, Elio Modigliani, just after the revelation increased Somalaing’s expectation.

Modigliani stayed in the Toba area from October 1890 till February 1891. To the Toba-Batak, this Italian was a type of European different from the Dutch and German missionaries. The people who were at the same time oppressed by the colonial regime and impressed by the superiority of Dutch power, were hoping for the appearance of a different kind of European who would help them to share European power without having to accept it on Dutch or missionary terms.(37) The appearance of such a Westerner made it possible for the Batak people to question the legitimacy of Dutch rule and even hope to use his power to change the existing regime.

Sepanjang perjalanan  Modigliani  di sekitar pantai selatan Lake Toba (sebelum bertenu dengan Guru Somalaing Pardede), dia mengambil  kesempatan untuk berbicara dengan masyarakat lokal. Berbagai pertanyaan diajukannya , dan juga menjawab pertanyaan masyarakat termasuk siapa raja nya. Dia menjawab bahwa itu adalah “Raja Roma”.
Lalu muncullah sebuah pertanyan-pertanyaan yang  tak terduga diantara orang-orang. Salah satu dari mereka bertanya pada Modigliani, “Mengapa Raja Rom tidak pernah menerima salah satu dari berbagai hadiah kuda dan kerbau yang mereka secara teratur disajikan? ”

Modigliani kebingungan menjawab pertanyaan tersebut  karena  karena tidak memahami siapa Raja Rom yang dimaksud mereka (Rum) itu.

Nama Raja Rum berasal dari legenda Sultan Iskandar Dzulkarnain, Alexander Agung.
Menurut keyakinan Batak Toba, Alexander Agung memiliki tiga putra. Salah satunya adalah raja Rum (juga disebut Raja Stambul), yang kedua adalah raja China, dan ketiga adalah raja Minangkabau (39) Nama Raja Rum lebih terkenal  pada masyarakat Batak toba melalui pengaruh dari Barus dimana Islam berkembang /menyebar dimulai dari pantai barat sumatera .

When Modigliani was travelling around the southern shore of Lake Toba, he had a chance to talk with the local people.(38) He was asked various questions, including who his raja was. He answered that it was “Raja Roma”. Then there arose an unexpected stir among the people. One of them asked Modigliani, “Why did Raja Rom never accept any of the numerous gifts of horses and buffaloes which they regularly presented?” Modigliani was unable to understand who Raja Rom (correctly Rum) was. The name Raja Rum derived from the legend of Sultan Iskandar Dzulkarnain, Alexander the Great. According to the Toba-Batak, Alexander the Great had three sons. One was the king of Rum (also called Raja Stambul), the second was the king of China, and the third was the king of Minangkabau. (39) As Islam spread into the west coast of Sumatra, the name of Raja Rum came to be more well-known among the Toba-Batak through influence from Barus.

Berita  ada seorang utusan Raja Rum di Balige, tersebar di sekitar danau toba dan kabar tersebut  akhirnya sampai pada Somalaing.  Modigliani mengunjungi Datu (Somalaing)  berkali-kali, dengan sopan santun untuk menjalin persahabatan kepada datu.

Modigliani menggambarkan adegan setelah dia meminta bantuan Somalaing:

Modigliani bertanya dan memohon kepada  Somalaing agar sudi  untuk mengantar dan membimbingnya memasuki daerah Asahan  (di pantai timur Sumatera), karena  dia tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan oleh pejabat Belanda karena di luar otoritas Belanda.

Modigliani (menggambarkan dengan jelas adegan menunggu jawaban Somalaing atas permintannya tersebut dengan khawatir) setelah dia meminta bantuan Somalaing:

Jantungku berdegup dengan pukulan ganda, sementara saya menunggu jawaban Somalaing’s. Dan dia membuat saya menunggu  sangat lama. alis hitamnya berkerut, dia tetap diam sementara wajahnya berubah  aneh. “Aku akan menawarkan pistol saya sebagai hadiah dan satu dolar per hari untuk setiap orang yang pergi dengan Anda. “Aku terus menjaga sopan santun  agar aku bisa mengatasi rasa tidaksukanya padaku.”

Tiba-tiba ia meraung tanda setuju sebagai jawabannya. Dia mengambil tanganku, menarik kedadanya, kemudian memeluk saya, mencium kedua pipiku , bahkan menggigitnya. Dan berkata “Amatta (” ayah “ditujukannya pada Raja Rom) telah mengirimkan Anda untuk mengusir Belanda dan Guru Samalaing akan membantu Anda

The rumour that a delegate of Raja Rum was staying in Balige spread around the lake-side and finally reached Somalaing. This datu visited Modigliani many times, showing much politeness and pressing friendship upon him. Modigliani accordingly asked Somalaing to guide him to the upper Asahan area (on the east coast of Sumatra) where he had not been allowed to travel by Dutch officials because it was outside Dutch authority. Modigliani vividly described the scene after he asked Somalaing for help: My heart beat with a double blow, while I waited for Somalaing’s answer.And he made me wait a very long time. His black eyebrows wrinkled, he remained silent while his face underwent queer distortions. “I will offer you my revolver as a present and one dollar per day for every man who goes with you. “I continued in order that I could overcome a dislike of him.Suddenly he roared out his agreement rather than answering. He took my hands in his, brought them to his heart, embraced me, kissed me on both cheeks, and even planted teeth in them. “Amatta [“my father”, alluding to Raja Rom] has sent you in order to drive away the Dutch and Guru Samalaingwill help you!”(40)

Beliau berpikir dia harus mencari kekuatan asing (pendatang asing), Somalaing berusaha mencari  jalan untuk mengusir Belanda keluar dari Toba. Kebenciannya terhadap Belanda sangatlah luar biasa karena dia merasa kedatangan Belanda akan merobah adat istiadat Batak yang turun temurun dari SiRAja BAtak) >Maka  melihat yang dicarinya berada did epannya  adalah orang itali (Modigliani)  yang dikiranya anak Raja Rum dan inilah sebagai  kunci keberhasilan dalam memerangi melawan Belanda. Dengan terlintasnya pemikiran tersebut maka apa yang dimohonkan Modigliani diterimanya untuk mendampingnya memasuki Asahan (melalui Porsea)

Selama perjalanan ke Asahan Modigliani berusaha mengyakinkan Somalaing, bahwa Raja Rum akan membantunya untuk mengusir Belanda dari Tanah Batak, hal ini diutarakan Modigliani ,setelah dia melihat dan mempelajari keyakinan Somalaing dan masyarakat Batak bahwa Raja Rum adalah seorang Raja yang diyakini akan datang membantu mereka dan Untuk Raja Rum  Masyarakat selalu menyajikan sajian secara kusus.

Dan Modigliani melihat Posisi Somalaing serta Masyarakat Batak melawan Belanda  sudah sangat terpojok, Belanda sudah jauh masuk kepelosok wilayah Batak bahkan pasukan Batak sudah banyak lari kehutan. Situasi ini dimanfaatkan Modigliani dengan Baik.

Modigliani meninggalkan tanah Batak melalui  Asahan atas, Selama ini dia berusaha berpenampilan sebagai  utusan atau anak  Raja Rum dengan   mengadopsi  kepercayaan Somalaing dimana  Raja Rum bagian dari ajaran Parmalim. Raja Rum dan Si Singa Mangaraja, ia klaim, sebagai  anak Allah.

Pada suatu hari Raja Rum akan datang ke Tanah Batak dengan anaknya Modigliani, untuk mengusir Belanda. Baru kemudian  Si Singa Mangaraja muncul, dan selanjutnya Batak mencapai kemuliaan, “Si harajaon Singa Mangaraja” (Kerajaan Si Singa Mangaraja), akan dipulihkan. Setelah Modigliani berangkat, Somalaing dan para pengikutnya berdoa kepada Raja Rum dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan dalam upacara keagamaan tradisional ketika orang-orang memohon bantuan kepada Si Singa Mangaraja atau dewa Batak.

Somalaing had been seeking for a way to drive the Dutch away. Looking for a means to master the power of the foreign newcomers, he seized upon the Italian, a supposed son of Raja Rum, as a key to success in the fight against the Dutch.Modigliani left the Batak area after travelling through the upper Asahan area, but the encounter convinced Somalaing that his claim was confirmed through the appearance of Modigliani. He adopted the belief in Raja Rum as part of his Parmalim doctrine. Raja Rum and Si Singa Mangaraja, he claimed, were sons of God.(41) Some day Raja Rum would come to the Batak area with his son, Modigliani, to expel the Dutch. Then a new Si Singa Mangaraja would arise, and the glorious Batak order, “harajaon Si Singa Mangaraja” (Kingdom of Si Singa Mangaraja), would be restored. After Modigliani’s departure Somalaing and his followers prayed to Raja Rum in the same manner as had been done in traditional religious ceremonies when people had wanted to ask Si Singa Mangaraja or Batak deities for help.

Tahap awal gerakan Parmalim   berusaha untuk menjaga tatanan sosial tradisional Batak dan arus bawah sebagai sumber daya baru. Gerakan ini cepat menyebar ke bagian timur laut Toba, (42) sedang yang radikal dipengaruhi oleh pemerintah kolonial dan ekonomi dari pantai timur Sumatera, meskipun sistem budayanya  masih utuh.

Somalaing tidak dapat menemukan banyak pengikut di selatan bagian dari Toba (Silindung) di mana Gereja Kristen telah mempunyai posisi yang dominan, atau di tempat di mana penduduk sebagian besar di bawah Pengaruh Eropa. Dia hanya mendapatkan dukungan terbesar di tempat-tempat orang baru saja mulai merasakan pengaruh Belanda dan misionaris.

Pengikut Somalaing sebagian besar kepala suku kecil dan anggota keluarganya Dalam rangka mempertahankan status mereka dan sistem sosial mereka, mereka juga mencari akses ke sumber kekuatan Eropa Untuk menanggulangi itu. Dalam upacara Parmalim, mereka berdoa kepada Jehova, sang Perawan Maria, Yesus dan Raja Rum, serta dewa Batak.

The earlier stages of the Parmalim movement can be described as anendeavour to maintain the Batak traditional social order under the new source of power. The movement spread quickly into the northeastern part of Toba,(42) which was being radically influenced by the colonial government and economy from the Sumatran east coast, though its cultural system was still intact. Somalaing was not able to find many followers in the southern part of Toba where the Christian Church had already established a dominant position, or in the places where the population was not substantially under European influence. He found the greatest support in the places where people had just started to feel the Dutch and the missionary influence. Somalaing’s followers were mostly minor chieftains and their relatives. In order to retain their status and their social system, they also sought access to the source of European power in order to combat it. In their Parmalim ceremonies, they prayed to Jehova, the Virgin Mary, Jesus and Raja Rum, as well as Batak deities.(43)

Kemudian, Parmalim mulai menghormati para misionaris Jerman yang bekerja di bagian timur laut Toba.  Modigliani, Jerman misionaris memiliki tujuan yang berbeda dari para pejabat kolonial Belanda. The Parmalim bermula mengharapkan misionaris dapat membantu mereka.

Kasus Pohlig berbangsa Jerman, berada di Toba sejak 1890, memberikan contoh dari proses ini. Dia adalah seorang insinyur dan antara misionaris dikenal sebagai “Brother Pohlig yang arif” (der tuchtige Br. Pohlig).(44)

Dia kadang-kadang memperbaiki senjata bagi pemerintah kolonial. (45)
Pengetahuan teknis, adalah merupakan aspek utama keunggulan kekuasaan Eropa, Orang yang demikianlah yang sangat dibutuhkan Parmalim. Mereka ingin dimulai dalam misteri. Menurut Pohlig, Seorang pemimpin local  parmalim mengirim surat kepadanya pada1891, mengatakan  bahwa ia akan membawa hadiah untuk merayakan kelahiran anak Pohlig’s. “Kami datang kepada Anda besok dengan istri-istri kami karena kelahiran anakmu. Allah telah menyuruh saya untuk menghormatimu “. (46)

Hari berikutnyanya ribuan pengikut parmalim datang mengunjungi Pohlig sehingga membuat ia malu atau tersipu-sipu karena penghormatan yang berlebihan dengan penembakan penghormatan dan musik atau gondang  dan diberikan kepadanya seekor kuda betina dan anak kuda.(47) Namun Pohlig, mengembalikna pemberian itu kepada mereka, karena ia berpikir bahwa menerima mereka akan menunjukkan persetujuan agama mereka.

Then, the Parmalims started to revere the German missionaries working in the northeastern part of Toba as Batak kings. Like Modigliani, the German missionaries had objectives different from the Dutch colonial officials. The Parmalims began to expect the missionaries to assist them.The case of a German named Pohlig, who had been in Toba since 1890, provides an example of this process. He was an engineer and among missionaries was known as “the capable Brother Pohlig” (der tuchtige Br. Pohlig).(44) He occasionally repaired guns for the colonial goverment.(45) Such technical knowledge, which was a major aspect of the superiority of European power, was of great interest to the Parmalims. They were eager to be initiated into its mysteries. According to Pohlig, one Parmalim local leader wrote to him in 1891 saying he would bring presents to celebrate the birth of Pohlig’s son. “We come to you tomorrow with our wives because a son is born to you. God has instructed me that we must salute this”.(46) The following day thousands of Parmalims visited the embarrassed Pohlig, firing salutes and playing music, and presented him a mare and a foal.(47) Pohlig, however, returned these presents to them, because he thought that accepting them would indicate approval of their religion.

Meskipun sambutan dan tanggapan Pohlig dingin , namun penghormatan para para Parmalim terhadapnya tetap meningkat ke arahnya. Karena pemerintah kolonial mengintensifkan pengaruhnya terhadap bagian timur laut Toba, dengan memperkenalkan tenaga kerja rodi, dari akhir 1892 , para Parmalim mulai percaya bahwa Pohlig adalah seseorang yang bisa sebagai perantara anatara mereka Parmalim dengan Belanda.
Menurut laporan Pohlig tahun 1893, ia  dianggap sebagai inkarnasi Si Singa Mangaraja.
Orang-orang Parmalim mengekspose  ide-ide yang benar-benar gila. Sekarang aku telah menjadi Singamangaraja. “Anda itu”, kata mereka. “Anda hanya berubah bentuk!”
Setelah beberapa hari dan masih ada yang tinggal disini. Aku berkata kepada mereka. “Jangan ganggu aku dengan alasan yang tidak masuk akal itu, saya bukan  Singamangaraja itu. ” Kami sangat yakin bahwa anda itu adalah dia”, kata mereka. “Debata [Allah] telah memberitahu kami”. Selain itu, kata mereka untuk meyakinkan saya bahwa Akulah Dia, “Anda ayahnya, yang
Mantan Singamangaraja, ditembak oleh Belanda di lengan, lalu pergi ke surga.
Dia telah mengutus kamu, tetapi dia telah memberikan bentuk lain, sehingga Belanda tidak bisa mengenal Anda “Mereka percaya omong kosong seperti itu., dan itu ada di injil mereka.

In spite of Pohlig’s cold response, the Parmalims increased their reverence towards him. As the colonial goverment intensified its
influence on the northeastern part of Toba, introducing corvee labour from the end of 1892,(48) the Parmalims began to believe that Pohlig was a person who could intervene with the Dutch on their behalf. According to Pohlig’s report of 1893, he came to be regarded as an incarnation of Si Singa Mangaraja. These men [Parmalims] reveal really crazy ideas. Just now I have become the Singamangaraja. “You are it”, they say. “You have only changed your form!” A few days ago some were still here. I said to them. “Don’t bother me with your absurd reasonings, I am not the Singamangaraja. ” “We know very accurately that you are it”, they said. “Debata [God] has told us”.

Moreover, they said in order to convince me that I am he, “Your father, the former Singamangaraja, was shot by the Dutch in the arm, then went toheaven. He has sent you, but he has given you another form, so that the Dutch could not recognize you.” They believe such nonsense, and that is their gospel.

bersambung…….

Sistem Kekarabatan Batak

Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan ” Dalihan Na Tolu ” ( Dalihan Na Tolu juga akan saya tuliskan lengkap pada kesempatan mendatang ). Adapun isi :

  • Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu
  • Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih
  • Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan

Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :

  1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung
  2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda
  3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung
  4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh
  5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga
  6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu
  7. Dongan sapadan ni marga ( pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon ( Padan marga akan saya tuliskan juga nanti, lengkap dengan ‘Padan na buruk’ =sumpah

mistis jaman dulu yang menyebabkan beberapa marga berselisih, hewan dengan marga, kutukan yang abadi, dimana hingga saat ini tetap ada tak berkesudahan )

Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan dongan sabutuha :

  • Manat ma ho mardongan sabutuha, molo naeng sangap ho
  • Tampulon aek do na mardongan sabutuha
  • Tali papaut tali panggongan, tung taripas laut sai tinanda do rupa ni dongan

Yang dimaksud dengan boru :

  1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita
  2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
  3. Namboru ni suhut
  4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba = perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita
  5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak ompung yang se-kampung pula dengan pihak hulahula
  6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
  7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).
  8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua laki-laki yang memanggil kita ‘Amang’

Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan boru :

– Elek ma ho marboru, molo naeng ho sonang
– Bungkulan do boru ( sibahen pardomuan )
– Durung do boru tomburon hulahula, sipanumpahi do boru tongtong di hulahula
– Unduk marmeme anak, laos unduk do marmeme boru = kasih sayang yang sama terhadap putera dan puteri
– Tinallik landorung bontar gotana, dos do anak dohot boru nang pe pulikpulik margana

Kata-kata bijak perihal bere :

Amak do rere anak do bere, dangka do dupang ama do tulang
Hot pe jabu i sai tong do i margulanggulang, tung sian dia pe mangalap boru bere i sai hot do i boru ni tulang

Yang dimaksud dengan hulahula :

  • Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua
  • Tulang
  • Bona Tulang = tulang dari persaudaraan ompung
  • Bona ni ari = hulahula dari Bapak ompung kita ( rumit). Pokoknya, semua hulahula yang posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari.
  • Tulang rorobot = tulang dari lae/isteri kita, tulang dari nantulang kita, tulang dari ompung boru lae kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita nikahi, merekalah yang disebut dengan inang bao.
  • Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga ( ya ampunnn )

Kata-kata bijak penuntun hubungan kita dengan hulahula :

  • – Sigaiton lailai do na marhulahula, artinya ; sebagaimana kalau kita ingin menentukan jenis kelamin ayam (jantan/betina ), kita terlebih dulu menyingkap lailai-nya dengan ati-hati, begitupula terhadap hulahula, kita harus terlebih dulu mengetahui sifat-sifat dan tabiat mereka, supaya kita bisa berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya.
  • Na mandanggurhon tu dolok do iba mangalehon tu hulahula, artinya ; kita akan mendapat berkat yang melimpah dari Tuhan, kalau kita berperilaku baik terhadap hulahula.
    – Hulahula i do debata na tarida
    – Hulahula i do mula ni mata ni ari na binsar. Artinya, bagi orang Batak, anak dan boru adalah matahari ( mata ni ari ). Kita menikahi puteri dari hulahula yang kelak akan memberi kita hamoraon, hagabeon, hasangapon, yaitu putera dan puteri (hamoraon, hagabeon, hasangapon yang hakiki bagi orang Batak bukanlah materi, tetapi keturunan,selengkapnya baca di ‘Ruma Gorga’ )
  •  Obuk do jambulan na nidandan baen samara, pasupasu na mardongan tangiang ni hulahula do mambahen marsundutsundut so ada mara
  •  Nidurung Situma laos dapot Porapora, pasupasu ni hulahula mambahen pogos gabe mamora

Nama-nama partuturon dan bagaimana kita memanggilnya ( ini versi asli, kalau ternyata dalam masa sekarang kita salah menggunakannya, segeralah perbaiki ) (sekali lagi,kita semua memposisikan diri kita sebagai laki-laki )

A. Dalam keluarga satu generasi :

(1) Amang/Among : kepada bapak kandung
(2) Amangtua : kepada abang kandung bapak kita, maupun par-abangon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun kita bisa juga memanggil ‘Amang’ saja
(3) Amanguda : kepada adik dari bapak kita, maupun par-adekon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun bisa juga kita cukup memanggilnya dengan sebutan “Amang’ atau ‘Uda’
(4) Haha/Angkang : kepada abang kandung kita, dan semua par-abangon baik dari amangtua, dari marga
(5) Anggi : kepada adik kandung kita, maupun seluruh putera amanguda, dan semua laki-laki yang marganya lebih muda dari marga kita dalam tarombo. Untuk perempuan yang kita cintai, kita juga bisa memanggilnya dengan sebutan ini atau bisa juga ‘Anggia’
(6) Hahadoli : atau ‘Angkangdoli’, ditujukan kepada semua laki-laki keturunan dari ompu yang tumodohon ( mem-per-adik kan ) ompung kita
(7) Anggidoli : kepada semua laki-laki yang merupakan keturunan dari ompu yang ditinodohon ( di-per-adik kan ) ompung kita, sampai kepada tujuh generasi sebelumnya. Uniknya, dalam acara ritual adat, panggilan ini bisa langsung digunakan ( tidak perlu memakai Hata Pantun atau JagarJagar ni hata : tunggu artikel berikut )
(8) Ompung : kepada kakek kandung kita. Sederhananya, semua orang yang kita panggil dengan sebutan ‘Amang’, maka bapak-bapak mereka adalah ‘Ompung’ kita. Ompung juga merupakan panggilan untuk datu/dukun, tabib/Namalo.
(9) Amang mangulahi : kepada bapak dari ompung kita. Kita memanggilnya ‘Amang’
(10) Ompung mangulahi: kepada ompung dari ompung kita
(11) Inang/Inong : kepada ibu kandung kita
(12) Inangtua : kepada isteri dari semua bapatua/amangtua
(13) Inanguda : kepada isteri dari semua bapauda/amanguda
(14) Angkangboru : kepada semua perempuan yang posisinya sama seperti ‘angkang’
(15) Anggiboru : kepada adik kandung. Kita memanggilnya dengan sebutan ‘Inang’
(16) Ompungboru : lihat ke atas
(17) Ompungboru mangulahi : lihat ke atas

B. Dalam hubungan par-hulahula on


(a) Simatua doli : kepada bapak, bapatua, dan bapauda dari isteri kita. Kita memangilnya dengan sebutan ‘Amang’
(b) Simatua boru : kepada ibu, inangtua, dan inanguda dari isteri kita. Kita cukup memangilnya ‘Inang’
(c) Tunggane : disebut juga ‘Lae’, yakni kepada semua ito dari isteri kita
(d) Tulang na poso : kepada putera tunggane kita, dan cukup dipangil ‘Tulang’
(e) Nantulang na poso : kepada puteri tunggane kita, cukup dipanggil ‘Nantulang’
(f) Tulang : kepada ito ibu kita
(g) Nantulang : kepada isteri tulang kita
(h) Ompung bao : kepada orangtua ibu kita, cukup dipanggil ‘Ompung’
(i) Tulang rorobot : kepada tulang ibu kita dan tulang isteri mereka, juga kepada semua hulahula dari hulahula kita (amangoi…borat na i )
(j) Bonatulang/Bonahula : kepada semua hulahula dari yang kita panggil ‘Ompung’
(k) Bona ni ari : kepada hulahula dari ompung dari semua yang kita panggil ‘Amang’, dan generasi di atasnya

C. Dalam hubungan par-boru on

(1) Hela : kepada laki-laki yang menikahi puteri kita, juga kepada semua laki-laki yang menikahi puteri dari abang/adik kita. Kita memanggilnya ‘Amanghela’
(2) Lae : kepada amang, amangtua, dan amanguda dari hela kita. Juga kepada laki-laki yang menikahi ito kandung kita
(3) Ito : kepada inang, inangtua, dan inanguda dari hela kita
(4) Amangboru : kepada laki-laki ( juga abang/adik nya) yang menikahi ito bapak kita
(5) Namboru : kepada isteri amangboru kita
(6) Lae : kepada putera dari amangboru kita
(7) Ito : kepada puteri dari amangboru kita
(8) Lae : kepada bapak dari amangboru kita
(9) Ito : kepada ibu/inang dari amangboru kita
(10) Bere : kepada abang/adik juga ito dari hela kita
(11) Bere : kepada putera dan puteri dari ito kita
(12) Bere : kepada ito dari amangboru kita

Alus ni tutur tu panjouhon ni partuturan na tu ibana ( hubungan sebutan kekerabatan timbal balik )Kalau kita laki-laki dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan emanggil kita:

  • amang, amangtua VS amanguda amang
    inang, inangtua VS inanguda amang
    angkang VS anggi(a)
    ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS anggi(a)
    ompungboru ( suhut ) VS anggi(a)
    ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS lae
    ompungboru ( bao ) VS amangbao
    inang ( anggiboru ) VS amang
    anggia VS angkang
    anggia ( pahompu ) VS ompung
    inang ( bao ) VS amang
    inang ( parumaen ) VS amang
    amang ( simatua ) VS amanghela
    inang ( simatua ) VS amanghela
    tunggane VS lae
    tulang VS bere
    nantulang VS bere
    tulang na poso VS amangboru
    nantulang na poso VS amangboru
    bere VS tulang
    ito VS ito
    parumaen/maen VS amangboru
    amang ( na mambuat maen ni iba ) VS amang

Kalau kita perempuan dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan memanggil kita:

  • amang, amangtua, VS amanguda inang
    inang, inangtua, VS inanguda inang
    angkang VS anggi(a)
    ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS ito
    ompungboru ( suhut ) VS eda
    ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS ito
    ompungboru ( bao ) VS eda
    inang ( anggiboru ) VS #####
    anggia VS angkang
    anggia ( pahompu ) VS #####
    inang ( bao ) VS #####
    inang ( parumaen ) VS inang
    amang ( simatua ) VS inang
    inang ( simatua ) VS inang
    tunggane VS #####
    tulang VS bere
    nantulang VS bere
    tulang na poso VS #####
    nantulang na poso VS #####
    bere VS nantulang
    ito VS ito
    parumaen/maen VS nanmboru
    amang ( na mambuat maen ni iba ) VS inang

Beberapa hal yang perlu di ingat :
– Hanya laki-laki lah yang mar-lae, mar-tunggane, mar-tulang na poso dohot nantulang na poso
– Hanya perempuan lah yang mar-eda, mar-amang na poso dohot inang na poso
– Di daerah seperti Silindung dan sekitarnya, dalam parparibanon, selalu umur yang menentukan mana sihahaan (menempati posisi haha ), mana sianggian ( menempati posisi anggi ). Tapi kalau di Toba, aturan sihahaan dan sianggian dalam parparibanon serta dongan sabutuha sama saja aturannya.

Ada lagi istilah LEBANLEBAN TUTUR, artinya pelanggaran adat yang dimaafkan. Misalnya begini : saya punya bere, perempuan, menikah dengan laki-laki, putera dari dongan sabutuha saya. Nah, seharusnya, si bere itu memanggil saya ‘Amang’ karena pernikahan itu meletakkan posisi saya menjadi mertua/simatua, dan laki-laki itu harus memanggil saya ‘Tulang rorobot’ karena perempuan yang dia nikahi adalah bere saya. Tapi tidaklah demikian halnya. Partuturon karena keturunan lebih kuat daripada partuturon apa pun, sehingga si bere harus tetap panggil saya ‘Tulang’ dan si laki-laki harus tetap memanggil saya ‘Bapatua/bapauda’

 

Kesalahan ‘tintin marangkup’ dan ‘sinamot’

 Budaya suku Batak Toba » Patuan Raja Bonar Siahaan, seorang budayawan Batak Toba yang tinggal di Siboruon, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, menyebutkan kebiasaan adat pernikahan yang salah kaprah dalam hal pemberian uang “tintin marangkup” dan “sinamot ni boru”. Hal ini diungkapkan Bonar ketika diwawancarai koran Media Tapanuli lewat sambungan telepon, Selasa (26/1).

Dijelaskannya, pada pesta perkawinan orang Batak Toba, kedua belah pihak pengantin selalu memberikan sejumlah uang terhadap “tulang” (paman) mempelai laki-laki yang disebut tintin marangkup. Istilah tintin marangkup berasal dari kata “tarintin marangkup” yang digunakan sebagai tanda pada anak ternak yang telah dipilih agar kelak menjadi miliknya. Setelah anak ternak yang dipilih telah dapat dipisah dari induknya, pada saat itulah diberikan uang atau apa pun sesuai kesepakatan, dan itu dinamai “tobus tarintin”.

Dalam adat masyarakat Batak Toba, lanjut Bonar Siahaan, laki-laki yang akan menikah selalu lebih dulu “manulang tulang” untuk memohon doa restu agar dia kelak serasi dan bahagia dengan calon isteri serta mendapat keturunan putera dan puteri.

Pada saat manulangi inilah orang tua si laki-laki menyerahkan sejumlah uang sebagai tobus tarintin, sebab anak laki-lakinya tidak berniat mempersunting puteri tulangnya.

“Pada zaman dulu pemuda atau anak gadis yang marpariban harus saling permisi bila salah satu dari mereka lebih dulu menikah, dan itulah penyebab uang yang diserahkan dinamai tobus tarintin,” kata Siahaan.

Sebagai wujud doa restu, maka saat itu sang tulang mangulosi berenya yang disebut “ulos panghopol”. Seterusnya bila suatu saat berenya (keponakan) itu menikah dengan perempuan dari marga lain, maka tulang tidak wajib lagi mangulosi sebab itu dianggap “manumpahi” (membantu) pihak pengantin perempuan.

Ada falsafah bagi orang Batak Toba, kata Bonar Siahaan, yaitu “dangha do dupang amak do rere, ama do tulang, anak do bere.” Seandainya orangtua dari berenya tidak mampu menikahkan berenya, maka tulangnya berkewajiban menikahkan atau setidaknya membantu pembiayaan pernikahan berenya.

Dan itulah sebabnya bila berenya menikah, seluruh tulang membawa beras di dalam tandok untuk meringankan beban orang tua berenya, bukan “si pir ni tondi” seperti anggapan zaman sekarang.

Apabila seseorang tidak atau belum manulangi tulang, maka sang tulang enggan menghadiri pernikahan dan tidak akan “martogi”, sebab itu dianggap tidak menghargai atau menghormatinya. Namun setelah orang Batak telah banyak merantau, mulailah ditinggalkan kebiasaan manulangi tulang sebelum menikah dengan alasan waktu yang kurang mendukung.

Maka pada saat pesta pernikahan, kedua belah pihak mempelai secara bersama-sama datang menemui tulang untuk menyerahkan penghormatan yang kita kenal dengan tintin marangkup, disertai ungkapan “hot do jabu i, hot margulang- gulang, boru ni ise pe nahuoli i, hot do i boru ni Tulang.”

“Maka sampai saat ini keturunan dari berenya tetap dianggap sebagai boru, bukan bere atau ibebere, dan itu dapat dibuktikan dengan kata ‘boru natua-tua dan boru naposo’, bukan ‘bere natua-tua atau bere naposo.’ Tapi sekarang sering kita melihat…”

“…walau dalam perkawinan antar-keluarga atau namarpariban, pihak ‘haha anggi tulang’ menuntut tintin marangkup padahal mereka telah menerima sinamot ni boru. Ini sesuatu yang menggelikan,” kata Patuan Raja Bonar Siahaan.

Sumber:JararSiahaan.com

Tata Cara Pelaksanaan adat Batak (12)

Pembicara PB:

“Ah, raja ni parboruon , ndang masuk diakal nami holan nasa I di tonahon suhut muna. Jadi nuaeng pe, ndada porlu masitaoaran ditingki na “Marhusip” . Paboa hamu ma torang sadia ditonahon suhut muna”.

(artinya: Ah, rajani parboruon, tidak masuk akal kami Cuma hanya sekian yang dipesan suhut kalian, jadi sekarang tidak perlu kita saling tawar menawar sewaktu Marhusip. Beritahu secara jelas berapa sebenarnya yang dipesan suhuit kalian)

 

Pembicara PL:

“Ba molo songon I do, rajanami, an a uli, ba pinaboa ma tutu. Tona ni suhut nami ,upa suhut Rp.100.000. Jala manurut tusi ma tu angka pangalabungi, jadi songon I ma da, raja nami, naboi tuhuhon nami, botima.

(Kalau begitu  raja nami, baiklah kami beritahulah kepada kalian yang sebenarnya berapa yang dipesankan suhut kami, upa suhut Rp. 100.000. termasuk untuk para pangalabungi, begitulah raja nami, yang dapat kami tanggung. Botima.)

 

Jawaban PB:

„Mauliate ma di hatamuna i, raja ni parboruon. Jadi songon on ma dohonon nami taringot tusi: Hujalo hami ma songon na pinaboa muna i, molo olat ni i nama na boi sombahonon muna tu hami, alai ingkon hamu ma mananggung pesta ro sude na mardomu tusi. Ianggo so songoni do, tung soboi do haoloan hami hatamuna i. Songon I ma hatanami, botima, ai patar ma paboaon nami tu hamu, sinamot na nilehon muna I do na naeng pangkehon nami tu haporluan ni nanaeng parumaen muna on, songon I ma hata nami, botima.

(artinya: Terima kasi atas jawaban kalian itu raja ni parboruon, jadi beginilah jawaban kami tentang itu: Kami menerima seperti jumlah yang klalian sampaikan, kalau Cuma samapai disitu kesanggupan untuk dipersembahkan kepada kami, tetapi kalianlah yang menanggung pesta serta semua yang berhubungan dengan itu, kalau tidak begitu kami tidak dapat menerima apa yang kalain katakan itu. Begitulah jawaban kami Botima, jelas-jelaslah kami sampaikan kepada kalian, sinamot yang kalian berikan itu yang akan dipergunakan untuk keperluan bakal menantu kalian itu, begitulah jawabna kami ,Botima)

Pembicara PL:

Taringot tusi, rajanami ianggo tona ni suhut nami songon on do;sian hami do panjuhuti, alai ianggo na mambahen pesta I, ba hamu parboru do. Jadi molo tung so boi do songon I, an ang tarlehon hami nuaeng putusan taringot tu na nidok ni rajai. Alai ba paboaon nami ma I tu suhut nami.”

(artinya: Mengenai itu raja nami, pesan suhut kami begini; Dari kami panjuhuti, tetapi yang mengadakan pesta kalian pihak parbopru. Jadi kalaupun tidak an  begitu kami tidak sanggup memutuskan sekarang raja nami, tetapi akan kami sampaikan permintaan itu kepada suhut kami.)

 

Pembicara PB:

“Molo songoni, ba pasahat hamu ma hatanami I tu suhut muna alai paboa hamu, tung gomos do hami di pangidoan nami I, botima”

(artinya: Kalu begitu, kalian sampaikanlah usul kami itu kepada suhut kalian, tetapi harus kalian sampaikan dengan tegas permintaan kami itu, botima.)

 

Jawaban PL:

“an a uli rajanami pasahaton nami ma hatamuna I tu suhut nami, jala tibu do hami ro mamboan alus sian suhut nami botima.”

(artinya: Sangatlah baik itu raja nami, kami akan sampaikan usul kalian itu kepada suhut kami, serta kamia akan segera memberi jawaban dari suhut kami, botima)

 

Sampai disini akhir pembicaraan yang terjadi untuk saat itu, (kesimpulannya masih terjadi tawar menawar siapa yang mengadakan pesta keramaiannya, juru bicara pihak perempuan meminta agara pesta dilaksanakn oleh pihak laki-laki, namun juru bicara pihak laki-laki menolak dan meminta agar pesta dilakukan oleh pihak perempuan, namun keputusan akan dirundingkan dengan orang tua calon laki-laki/suhut yang nanti akan diberi jawabnnya segera ) laki-laki menawarkalau datang untuk kedua kalinya  hanya untuk menyampaikan jawaban dari orang tua calaon mempelai laki-laki.

 

Marhata sinamaot: (membicarakan mas kawin)

Ada falssafah orangtua terdahulu yang perlu diingat sebagai berikut:

  1. Aek godang aek lau;

      Dos ni roha sibaen nasut

  1. Balinta ma pagabe tumandangkon sitadoan;

      Arinta ma gabe  molo masipaoloan.

  1. Amporik marlipik, onggang marbahang;

      Gabe do parboli na otik, laos gabe do nang parboli na godang

  1. Na mandanggurhon tu dolok do molo basa marhulahula.

(maksudnya Apa saja yang dilempar ke gubnung, seperti batu, pasti batu tersebut meluncur/jatuh kearah kita, dan pasti batu lainpun yang tersenggol akan terikut. Jadi sama berlipat ganda diterima keuntungan yang baik, kalau kita menghormati Hulahula.)

Setelah jadawal pembicaraan tentang Mas kawin (sinamot) telah ditetapkan pada waktu Marhusip dan pesan akan kedatangan pihak Pengantin Laki-lakipun disampaikan pada pihak pengantin perempuan. Maka Pihak perempuanpun mempersiapkan penyambutan dan menerima “Suhi ni ampang“, dan memberi tahu pada orang yang berkaitan dengan acara itu untuk hadir yaitu:

1-      Suhut (parboru)

2-      Sijalo bara,

3-      Tulang

4-      Simandokkon,

5-      Pariban. Dan ditambah sebagai saksi yaitu:

6-      Dongan sahuta (1 atau 2 orang)

Inilah yang yang menerima pihak Paranak dalam membicarakan sinamot .Adapun falsafah yang terkandung dalam “Ampang” adalah sebagai berikut:

 

 

Ampang didalam masyarakat Batak adalah suatu penerimaan, dimana ampang ini diperbuat dari rotan , dan rotan ini adalah dahulu digunakan sebagai pengikat rumah yang disatukan (diserupakan) dengan tali ijuk dari pohon aren dimana oleh masyarakat Batak mengumpamakan aren itu (bagot) sebagai kejiwaan wanita. Maka anak laki-laki dan anak perempuan itulah pengikat satu rumah tangga, didalam masyarakat Batak, itulah makanya didalam perkawinan itu selalu disebut:

  1. Nialap ni ampang, >< Suhut itulah empunya anak perempuan
  1. Marsuhat di ampang,>< Sijalo bara, adalah Abang adik dari suhut, inilah yang disebut horong ni na tua-tua
  1. Mangihut di ampang,>< Tulang, adalah saudara laki dari isterinya suhut.
  2. Sihunti ampang, >< Simandokkon, adalah anak laki-laki,dari suhut
  3. Tutup ni ampang, >< Pariban adalah boru atau itonya suhut.

 

Jadi yang hadir dalam mebicarakan sinamot itu ialah:

  • 3 orang dari pihak Paranak (meminta)
  • 5 orang dari pihak parboru (menerima)
  • 2 orang sebagai saksi (penggerak)

Cukup 10 orang yang membicarakan (marhata sinamot)

Biasanya waktu untuk membicarakan sinamot idealnya adalah waktu malam, dan ini yang sering dilakukan dahulu.

Setelah rombongan dipersilahkan masuk, tudutudu  ni sipanganon yang dibawa pihak paranakpun diletakkanlah dihadapan tuan rumah (parboru), kemudian tuan rumah pun membagikan hidangan untuk tamu-tamu dari pihak paranak. Setelah selesai makan,  lalu ditutup lagi dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudia protokol dari pihak pengantin perempuan mengatur letak duduk sesuai dengan aturan yang telah ada , maka dimulailah berunding pihak pengantin perempuan dengan pihak pengantin laki.untuk menentukan juru bicara (raja parhata) dari kedua belah pihak.Setelah itu maka pihak pengantin laki menyuruh pihak borunya (parboruon na) meletakkan „Tudu-tuduni sipanganon“ itu kehadapan raja parhata pihak pengantin perempuan  yang telah ditunjuk/dipilih.

 

Membagi Tudutudu ni sipanganon:

Setelah diletakkan Tudutudu ni sipanganon dihadapan Raja parhata pihak pengantin  perempuan sambil mengatakan:

“ On ma da rajanami, tudutudu ni sipanganon na so sadia i, jalo hamu ma botima.“.

(artinya:Inilah raja nami, tudu-tudu ni sipanganon yang tidak seberapa, kalian terima lah, botima)

 

Maka diterima oleh Raja parhata pihak pengantin perempuan sambil berkata

“Mauliate ma di hamu raja ni parboruon, ai nunga dipasangap hamu hami, jala nunga dipeakkon hamu dijolonami tudutudu ni sipanganon na nadipatupa muna i, ba hujalo hami ma i, botima“.

(artinya:Terima kasih raja ni parboruon, sudah kalian hormati kami, serta telah kalian letakkan dihadapan kami tudutudu ni sipanganon yang kalian sediakan itu, sekarang kami terima, botima)

 

Raja parhata pihak pengantin perempuan melanjutkan bicaranya:

“Nuaeng udutankuma hatangku, jala na manungkun ma ahu tu hamu raja ni parboruon nami, beha saonari ma tabagi tudutudu ni sipanganon i, alai hira na sohea do i masa, sai pintor torus nama dibagi tudutudu ni sipanganon i, ai nunga binoto hian ndang boi be so saut.“

(artinya: Sekarang saya lanjutkan pembicaraansaya, serta saya akan akan bertanya pada kalian raja ni parboruon nami, bagaimana sekarang apa kita bagi tudutudu ni sipanganan ini, tetapi itu bukan suatu kebiasaan, biasanya kita terus bagi saja, karena tidak mungkin lagi tidak jadi)

 

Jawaban dari Raja parhata pihak pengantin laki :

“ba saonari ma da, raja nami“.

(artinya: Sekarang saja dibagi, raja nami.)

 

Kemudian Raja parhata pihak pengantin perempuan mengatakan :

“Antong denggan ma i, tabagi ma tutu, alai parjolo ma jolo sungkunonku tu hamu rajani parboruon nami: Dia ma dipangido rohamuna sipasahataon nami tu hamu?“

(artinya: kalau begitu baiklah, kita bagi sekarang, tetapi saya tanya dahulu pada kalian raja parboruon nami: Apa yang kalian minta yang harus kami sampaikan pada kalian)

 

Maka dijawab Raja parhata pihak pengantin laki:

“Ba pangalehon muna ma da raja nami sian i,ndada be podaon nami raja i, ai nungga diboto hamu hian i manang aha na patut jaloon nami, jadi bahen hamu ma na denggan i,raja nami.

(artinya: Terserah pada kalian raja nami dari sana, tidak perlu lagi diajari kalian untuk itu, sudah lebih mengerti kalian apa yang pantas kami terima, jadi silahkan saja diatur yang terbaik raja nami.)

 

Raja parhata pihak pengantin perempuan mengatakan :

“Tutu do i nian na nidok muna i, alai nang hamu pe di boto hamu do, ndang sai dos na taulahon di angka ulaon sisongonon on :

  • Asing duhutna, asing do dihaporna;
  • Asing luatna, asing do pamboanhonna.

On pe boti ma I, jolo hubahen hami ma “konsepna” manuru na somal di hami. Molo nunga ditolopi roha muna I ba laos I ma taihuthon, alai molo adong dope na hurang di roha muna ba paboa hamu annon.”

(artinya: Benar apa yang kalian katakan itu, tetapi kalain pun mengetahui juga, soalnya belum tentu sama kebiasaan kita  sebagai mana yang dikatakan Umpasa:

  • Asing duhutna, asing do dihaporna;
  • Asing luatna, asing do pamboanhonna.

(artinya:Kalau begitu, duluan kami buat konsepna, sesuai dengan kebiasaan kami.Kalau kalian setuju iytulah yang kita laksanakan, tetapi kalau ada yang kurang tolong diberi tahu pada kami nanti)

bersambung ………13