Catatan Pengantar
Dokumen ini merupakan bagian dari berkas rekaman persidangan
Mahmilub untuk Supardjo pada 1967. Petugas-petugas militer memperoleh
salinan dari dokumen asli mungkin ketika mereka menangkap
Supardjo pada Januari 1967 atau ketika mereka menyita dokumendokumen
yang diselundupkan ke dalam penjara. Anggota staf Mahmilub
menyalin dari aslinya dengan mengetik. Satu orang yang membaca
dokumen asli pada akhir 1960-an saat berada di dalam penjara bersama
Supardjo adalah Heru Atmodjo. Ia menegaskan bahwa salinan yang saya
perlihatkan kepadanya sama dengan yang pernah ia baca. Ketika saya
memperlihatkan salinan yang sama kepada salah satu putra Supardjo,
Sugiarto, ia mengenali gaya penulisan ayahnya dan argumen-argumen
yang dikemukakan ayahnya kepada keluarganya secara lisan.
Pengetik di Mahmilub kemungkinan sudah membuat kesalahankesalahan
dalam proses penyalinan. Ia juga mungkin memberi
terjemahan bahasa Indonesia dalam tanda kurung biasa untuk istilah324
LAMPIRAN-LAMPIRAN
istilah Belanda. Semua komentar dalam tanda kurung siku dari saya.
Motto: Dalam kalah terkandung unsur2 menang!
(Falsafah “Satu petjah djadi dua.”)
Kawan pimpinan,
Kami berada di “Gerakan 30 September” selama satu hari
sebelum peristiwa, “pada waktu peristiwa berlangsung” dan “satu hari
setelah peristiwa berlangsung.”1 Dibanding dengan seluruh persiapan,
waktu jang kami alami adalah sangat sedikit. Walaupun jang kami
ketahui adalah hanja pengalaman selama tiga hari sadja, namun adalah
pengalaman saat2 jang sangat menentukan. Saat2 dimana bedil mulai
berbitjara dan persoalan2 militer dapat menentukan kalah menangnja
aksi2 selandjutnja. Dengan ini kami sampaikan beberapa pendapat,
dipandang dari sudut militer tentang kekeliruan2 jang telah dilakukan,
guna melengkapi bahan2 analisa setjara menjeluruh oleh pimpinan
dalam rangka menelaah peristiwa “G-30-S.”2
Tjara menguraikannja mula2 kami utarakan fakta2 peristiwa
jang kami lihat dan alami, kemudian kami sampaikan pendapat kami
atas fakta2 tersebut.
Fakta2 pada malam pertama sebelum aksi dimulai:
- Kami djumpai kawan2 kelompok pimpinan militer pada malam
sebelum aksi dimulai, dalam keadaan sangat letih disebabkan kurang
tidur. Misalnja: kawan Untung tiga hari ber-turut2 mengikuti rapat2
Bung Karno di Senajan dalam tugas pengamanan.3
- Waktu laporan2 masuk, tentang pasukan sendiri dari daerah2,
misalnja Bandung, ternjata mereka terpaksa melaporkan siap,
sedangkan keadaan jang sebenarnja belum.
- Karena tidak ada uraian jang jelas bagaimana aksi itu akan
dilaksanakan maka terdapat kurang kemufakatan tentang gerakan
itu sendiri dikalangan kawan2 perwira di dalam Angkatan Darat.
Sampai ada seorang kawan perwira jang telah ditetapkan duduk dalam
team pimpinan pada saat jang menentukan menjatakan terang2-an
325
DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO
mengundurkan diri.4
- Waktu diteliti kembali ternjata kekuatan jang positip di fi hak kita
hanja satu kompi dari Tjakrabirawa. Pada waktu itu telah timbul keragu2-
an, tetapi ditutup dengan sembojan “apa boleh buat, kita tidak
bisa mundur lagi.”
- Dengan adanja kawan perwira jang mengundurkan diri, maka
terasa adanja prasangka dari team pimpinan terhadap kawan lain di
dalam kelompok itu. Saran2 dan pertanjaan2 dihubungkan dengan
pengertian tidak kemantapan dari si penanja. Misalnja, bila ada jang
menanjakan bagaimana imbangan kekuatan, maka didjawab dengan
nada jang menekan: “ja, Bung, kalau mau revolusi banjak jang
mundur, tetapi kalau sudah menang, banjak jang mau ikut.” Utjapan2
lain: “kita ber-revolusi pung-pung5 kita masih muda, kalau sudah tua
buat apa.”
- Atjara persiapan di L.B. [Lubang Buaya] kelihatan sangat padat,
sampai djauh malam masih belum selesai, mengenai penentuan code2
jang berhubungan dengan pelaksanaan aksi. Penentuan dari peleton2
jang harus menghadapi tiap2 sasaran, tidak dilakukan dengan
teliti. Misalnja, terdjadi bahwa sasaran utama mula2 diserahkan
pelaksanaannja kepada peleton dari pemuda2 jang baru sadja
memegang bedil, kemudian diganti dengan peleton lain dari tentara,
tetapi ini pun bukan pasukan jang setjara mental telah dipersiapkan
untuk tugas-tugas chusus.6
Fakta2 pada hari pelaksanaan:
- Berita pertama jang masuk bahwa Djenderal Nasution telah
disergap, tetapi lari. Kemudian team pimpinan kelihatan agak bingung
dan tidak memberikan perintah2 selandjutnja.
- Menjusul berita bahwa Djenderal Nasution bergabung dengan
Djenderal Suharto dan Djenderal Umar di Kostrad. Setelah menerima
berita ini pun, pimpinan operasi tidak menarik kesimpulan apa2.
326
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Masuk berita lagi bahwa pasukan sendiri dari Jon Djateng dan Jon
Djatim tidak mendapat makanan, kemudian menjusul berita bahwa
Jon Djatim minta makan ke Kostrad. Pendjagaan RRI ditinggalkan
tanpa adanja instruksi.
- Menurut rentjana, kota Djakarta dibagi dalam tiga sektor, Selatan,
Tengah dan sektor Utara. Tetapi waktu sektor2 itu dihubungi, semuasemua
tidak ada di tempat (bersembunji).
- Suasana kota mendjadi sepi dan lawan selama 12 djam dalam
keadaan panik.
- Djam 19.00 (malam kedua). Djenderal Nasution-Harto dan
Umar membentuk suatu komando. Mereka sudah memperlihatkan
tanda2 untuk tegenaanval [serangan balik] pada esok harinja.
- Mendengar berita ini Laksamana Omar Dani mengusulkan
kepada Kw. Untung agar AURI dan pasukan “G-30-S” diintegrasikan
untuk menghadapi tegenaanval Nato cs (Nasution-Harto).7 Tetapi
tidak didjawab setjara kongkrit. Dalam team pimpinan G-30-S, tidak
memiliki off ensi-geest [semangat menyerang] lagi.8
- Kemudian timbul persoalan ketiga. Ja, ini dengan hadirnja Bung
Karno di Lapangan Halim. Bung Karno kemudian melantjarkan
kegiatan sbb:
- a) Memberhentikan gerakan pada kedua belah pihak (dengan
keterangan bila perang saudara berkobar, maka jang untung
Nekolim).
- b) Memanggil Kabinet dan Menteri2 Angkatan.9 Nasution-
Harto dan Umar menolak panggilan tersebut. Djenderal Pranoto
dilarang oleh Nasution untuk memenuhi panggilan Bung
Karno.10
- c) Menetapkan caretaker bagi pimpinan A.D.
327
DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO
Hari kedua:
- Kawan2 pimpinan dari “G-30-S” kumpul di L.B. Kesatuan
RPKAD mulai masuk menjerang, keadaan mulai “wanordelik”
[wanordelijk] (katjau). Pasukan2 pemuda belum biasa menghadapi
praktek perang jang sesungguhnja. Pada moment jang gawat itu, sadja
mengusulkan agar semua pimpinan sadja pegang nanti bila situasi
telah bisa diatasi, sadja akan kembalikan lagi. Tidak ada djawaban jang
kongkrit.
- Kemudian diadakan rapat, diputuskan untuk memberhentikan
perlawanan masing2 bubar, kembali ke rumahnja, sambil menunggu
situasi. Bataljon Djateng dan sisa Bataljon Djatim jang masih ada akan
diusahakan untuk kembali ke daerah asalnja.
- Hari itu djuga keluar perintah dari Bung Karno agar pasukan
berada di tempatnja masing2 dan akan diadakan perundingan. Tetapi
fi hak Nato tidak menghiraukan dan menggunakan kesempatan itu
untuk terus mengobrak-abrik pasukan kita dan bahkan P.K.I.
Demikianlah fakta2 jang kami saksikan sendiri dan dari fakta2
ini tiap2 orang akan dapat menarik peladjaran atau kesimpulan jang
berbeda-beda.
Adapun kesimpulan jang dapat kami tarik adalah sbb:
- Keletihan dari kawan2 team pimpinan jang memimpin aksi di
bidang militer sangat mempengaruhi semangat operasi, keletihan ini
mempengaruhi kegiatan2 pengomandoan pada saat2 jang terpenting
di mana dibutuhkan keputusan2 jang tjepat dan menentukan dari
padanja.
- Waktu info2 masuk dari daerah2, sebetulnja daerah belum dalam
keadaan siap sedia. Hal ini terbukti kemudian bahwa masih banjak
penghubung2 belum sampai di daerah2 jang ditudju dan peristiwa
sudah meletus (kurir jang ke Palembang baru sampai di Tandjung
Karang). Di Bandung siap sepenuhnja tapi untuk tidak repot2
menghadapi pertanjaan2 didjawab sadja “sudah beres.”
328
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Rentjana operasinja ternjata tidak djelas. Terlalu dangkal. Titik berat
hanja pada pengambilan 7 Djenderal sadja. Bagaimana kemudian
bila berhasil, tidak djelas, atau bagaimana kalau gagal djuga tidak
djelas. Dan apa rentjananja bila ada tegenaanval, misalnja dari
Bandung, bahkan tjukup dengan djawaban: “sudah, djangan pikir2
mundur!” Menurut lazimnja dalam operasi2 militer, maka kita sudah
memikirkan pengunduran waktu kita madju dan menang, dan sudah
memikirkan gerakan madju menjerang waktu kita dipukul mundur.
Hal demikian, maksud kami persoalan mundur dalam peperangan
bukanlah persoalan hina, tetapi adalah prosedur biasa pada setiap
peperangan atau kampanje. Mundur bukan berarti kalah, adalah suatu
bentuk dalam peperangan jang dapat berubah menjadi penjerangan
dari kemenangan. Membubarkan pasukan adalah menjerah kalah.
Hal ini pula jang menjebabkan beberapa kawan militer
mengundurkan diri, selain kawan tsb di hinggapi unsur ragu2,
tetapi bisa ditutup bila ada rentjana jang djelas dan mejakinkan atas
djalannja kemenangan.
- Waktu dihitung2 kembali kekuatan jang bisa diandalkan hanja satu
kompi dari Tjakrabirawa, satu bataljon diperkirakan dari Djateng
dapat digunakan dan satu bataljon dari Djatim bisa digunakan
sebagai fi guran. Ditambah lagi dengan seribu lima ratus pemuda jang
dipersendjatai. Waktu diajukan pendapat, apakah kekuatan jang ada
dapat mengimbangi, maka djawaban dengan nada menekan, bahwa
bila mau revolusi sedikit jang turut, tetapi kalau revolusi berhasil
tjoba lihat nanti banjak jang turut. Ada pula pendjelasan jang sifatnja
bukan tehnis, misalnja, “kita masih muda, kalau sudah tua, bakal
apa revolusi.” Kembali lagi mengenai masalah kekuatan kita, tjukup
mempunjai kekuatan di Angkatan Darat jang tjukup tangguh.
Dipandang dari segi tehnis militer, maka serangan pokok, dimana
komandan operasi tertinggi sendiri memimpin, harus memusatkan
kekuatannja pada sasaran jang menentukan. Saja berpendapat bahwa
strategi kawan pimpinan adalah strategi “menjumet sumbu petasan”
di Ibu kota, dan diharapkan mertjonnja akan meledak dengan
sendirinja, jang berupa pemberontakan Rakjat dan perlawanan di
daerah2 setelah mendengar isjarat tersebut. Disini terdapat sesuatu
329
DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO
kekeliruan: pertama: Tidak memusatkan induk kekuatan pada sasaran
pokok. Kedua: Tidak bekerdja dengan perhitungan kekuatan jang
sudah kongkrit.
- Kami dan kawan2 di Staf melakukan kesalahan sebagai
berikut: Menilai kemampuan kawan pimpinan operasi terlalu tinggi.
Meskipun fakta2 njata tidak logis. Tetapi percaya bahwa pimpinan
pasti mempunjai perhitungan jang ulung, jang akan dikeluarkan
pada waktunja. Sesuatu keajaiban pasti akan diperlihatkan nanti,
sebab pimpinan operasi selalu bersembojan “Sudah kita mulai sadja,
dan selandjutnja nanti djalan sendiri.” Kami sendiri mempunjai
kejakinan akan hal ini, karena terbukti operasi2 jang dipimpin oleh
partai sekawan, seperti kawan Mao Tzetung jang dimulai dengan satu
regu, kemudian kita menumbangkan kekuatan Tjiang Kai Sek jang
djumlahnja ratusan ribu. Setelah peristiwa jang pahit ini, maka kita
sekalian perlu kritis dan bekerdja dengan perhitungan2 jang kongkrit.
Apa jang kami lihat di Lobang Buaja, sebetulnja taraf mempersiapkan
diri sadja belum selesai. Pada malam terachir bematjam2 hal jang
penting belum terselesaikan, umpama: Pasukan jang seharusnja
datang, belum djuga hadir (dari AURI). Ketentuan atau petundjuk2
masih dipersiapkan. Peluru2 di peti2 belum dibuka dan dibagikan.
Dalam hal ini kelihatan tidak ada pembagian pekerdjaan, semua
tergantung dari Pak Djojo.11 Kalau Pak Djojo belum datang,
semua belum berdjalan. Dan kalau Pak Djojo datang, waktu sudah
mendesak.
Ketika masuk berita bahwa Nasution tidak kena dan melarikan
diri, kelompok pimpinan mendjadi terperandjat, kehilangan akal
dan tidak berbuat apa2. Meskipun ada advis untuk segera melakukan
off ensip lagi, hanja didjawab: “Ja”, tetapi tidak ada pelaksanaannja.
Selama 12 djam, djadi satu siang penuh, musuh dalam keadaan panik.
Tentara2 dikota diliputi suasana tanda tanja, dan tidak sedikit jang
kebingungan. (Waktu ini kami di istana, djadi melihat sendiri keadaan
di kota.)
Disini kami mentjatat suatu kesalahan jang fundamentil jang
pernah terdjadi dalam suatu operasi (kampanje), jani: “Tidak uitbuiten
[memanfaatkan] sesuatu sukses” (prosedur biasa dalam melaksanakan
330
LAMPIRAN-LAMPIRAN
prinsip2 pertempuran jang harus dilakukan oleh tiap2 komandan
pertempuran). Prinsip tersebut diatas, sebetulnja bersumber dari
adjaran Marx jang mengatakan: “Bahwa setelah terdjadi suatu
pemberontakan, tidak boleh ada sesaat pun dimana serangan terhenti.
Ini berarti bahwa massa jang turut dalam pemberontakan dan
mengalahkan musuh dengan mendadak, tidak boleh memberikan
suatu kesempatan pun kepada kelas jang berkuasa untuk mengatur
kembali kekuasaan politiknja. Mereka harus menggunakan saat jang
itu sepenuhnja, untuk mengachiri kekuasaan rezim dalam negeri.”12
Kami berpendapat, bahwa sebab dari semua kesalahan ini karena
staf pimpinan dibagi 3 sjaf: a) Kelompok Ketua, b) Kelompok Sjam
cs, c) Kelompok Untung cs. Seharusnja operasi berada di satu tangan.
Karena jang menondjol pada ketika itu adalah gerakan militer, maka
sebaiknja komando pertempuran diserahkan sadja kepada kawan
Untung dan kawan Sjam bertindak sebagai Komisaris politik. Atau
sebaliknja, kawan Sjam memegang komando tunggal sepenuhnja.
Dengan sistim komando dibagi ber-syaf2, maka ternjata pula terlalu
banjak diskusi2 jang memakan waktu sangat lama sedangkan pada
moment tsb. dibutuhkan pengambilan keputusan jang tjepat, karena
persoalan setiap menit ber-ganti2, susul-menjusul dan tiap2 taraf
persoalan harus satu persatu setjepat mungkin ditanggulangi.
[tidak ada poin enam]
- Setiap penjelenggaraan perang, seharusnja djauh sebelumnja
mempunjai “Picture of the Battle” (Gambaran Perang). Apa jang
mungkin terdjadi setelah peristiwa penjergapan, bagaimana situasi
lawan pada setiap saat dan setiap taraf pertempuran, bagaimana situasi
pasukan sendiri, bagaimana situasi pasukan di Djakarta, bagaimana
situasi di Bandung (ingat pusat Siliwangi13), bagaimana situasi di
Djateng dan Djatim, dan bagaimana situasi diseluruh pelosok tanah
air (dapat diikuti via radio). Dengan berbuat demikian, maka kita bisa
melihat posisi taktis di Djakarta dalam hubungannja dengan strategi
jang luas. Dan sebaliknja, perhubungan strategi jang menguntungkan
atau merugikan dapat tjepat2 kita mengubah taktik kita di medan
pertempuran.
331
DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO
Pada waktu musuh panik seharusnja tidak usah diberi waktu.
Kita harus masuk menjempurnakan kemenangan kita. Dalam keadaan
demikian musuh dalam keadaan serba salah dan kita dalam keadaan
serba benar. Satu bataljon jang panik akan dapat dikuasai oleh hanja
kekuatan satu regu sadja. Tetapi hal jang menguntungkan ini tidak
kita manfaatkan. Bahkan kita berlaku sebaliknja:
1) Komandan Sektor (Selatan/Tengah/Utara) dalam keadaan
dimana kita sedang djaya, malah pada menghilang. Mereka
bertugas di antaranja mengurus soal2 administrasi, terhadap
pasukan jang beroperasi dan berada di masing2 sektornja.
Tetapi semua sektor seperti jang telah ditetapkan, hanja tinggal
di atas kertas sadja. Dari sini kita menarik peladjaran dengan
tidak adanja kontak antara satu sama lain (faktor verbindingkomunikasi),
maka masing2 mendjadi terdjerumus dalam
kedudukan terasing, sehingga buta situasi dan menimbulkan
ketakutan.
2) Siaran radio RRI jang telah kita kuasai tidak kita manfaatkan.
Sepandjang hari hanja dipergunakan untuk membatjakan
beberapa pengumuman sadja. Radio stasion adalah alat
penghubung (mass media). Seharusnja digunakan semaksimal
mungkin oleh barisan Agitasi Propaganda. Bila dilakukan,
keampuhannja dapat disamakan dengan puluhan Divisi tentara.
(Dalam hal ini lawan telah sukses dalam perang radio dan pers.)
3). Pada djam2 pertama Nato cs menjusun komando kembali.
Posisi jang sedemikian ialah posisi jang sangat lemah. Saat itu
seharusnja pimpinan operasi musuh disergap tanpa chawatir
resiko apa2 bagi pasukan kita.
- Semua kematjetan gerakan pasukan disebabkan diantaranja tidak
makan. Mereka tidak makan semendjak pagi, siang dan malam,
hal ini baru diketahui pada malam hari ketika ada gagasan untuk
dikerahkan menjerbu kedalam kota. Pada waktu itu Bataljon Djateng
berada di Halim. Bataljon dari Djatim sudah ditarik ke Kostrad
332
LAMPIRAN-LAMPIRAN
dengan alasan makanan. Sebetulnja ada 2 djalan jang bisa ditempuh,
pertama: Komandan Bataljon diberi wewenang untuk merektuir
makanan di tempat2 dimana ia berada. Hubungan dengan penduduk
atau mengambil inisiatip membuka gudang2 makanan, separo bisa
dimakan dan selebihnja diberikan kepada Rakjat jang membantu
memasaknja. Dengan demikian ada timbal balik dan tjukup simpatik
dan dapat dipertanggung djawabkan. Djalan kedua: Organisasi sektor
seharusnja menjelenggarakan hal tsb.
- Setelah menerima berita bahwa Djenderal Harto menjiapkan
tegenaanval dan Laksamana Omar Dani menawarkan integrasi untuk
melawan pada waktu itu, harus disambut baik. Dengan menerima
itu maka seluruh kekuatan AURI di seluruh tanah air, akan turut
serta. Tetapi karena tidak ada kepertjajaan, bahwa kemenangan
harus ditempuh dengan darah, maka tawaran jang sedemikian
pentingnja tidak mendapat djawaban jang positip. Pak Omar Dani
telah bertindak begitu djauh sehingga telah memerintahkan untuk
memasang roket2 pada pesawat.
- Faktor2 lain jang menjebabkan kematjetan, terletak pada tiada
pembagian kerdja. Bila kita ikuti sadja prosedur staf jang lazim
digunakan pada tiap2 kesatuan militer, maka semua kesimpang siuran
dapat diatasi. Seharusnja dilakukan tjara bekerdja sbb: Pertama,
perlu ditentukan siapa komandan jang langsung memimpin aksi
(kampanje). Kawan Sjam-kah atau kawan Untung. Kemudian
pembantu2nja atau stafnja dibagi. Seorang ditunjuk bertanggung
djawab terhadap pekerdjaan intel (penjelidikan/informasi). Jang
kedua, ditundjuk dan bertanggung djawab terhadap persoalan
situasi pasukan lawan maupun pasukan sendiri. Dimana, bagaimana
bergeraknja pasukan lawan, bila demikian, apakah advisnja tentang
pasukan sendiri kepada komandan. Kawan jang ketiga ditundjuk
untuk bertanggung djawab terhadap segala sesuatu jang berhubungan
dengan perorangan (personil). Apakah ada jang luka atau gugur,
apakah ada pasukan jang absen, apakah ada anggauta jang morilnja
merosot. Djuga personil lawan mendjadi persoalannja umpama:
soal tawanan, pemeliharaanja, pengamannja dan dsb. Kemudian
333
DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO
kepada kawan jang keempat, ditugaskan untuk memikirkan hal2
jang ada sangkut pautnja dan logistik, pembagian sendjata dan
munisi, pakaian, makanan, kendaraan dsb. Karena menang kalahnja
pertempuran pada dewasa ini tergantung djuga pada peranan bantuan
Rakjat, maka ditundjuk kawan jang kelima, untuk tugas seperti
tersebut di atas. Djadi singkatnja, komandan dibantu oleh staf-1,
staf-2, staf-3, staf-4, staf-5. Komandan, bila terlalu sibuk, ia bisa
menundjuk seorang wakilnja. Selandjutnja tjara bekerdjanja staf, saja
rasa tidak ada bedanja dengan prinsip2 pekerdjaan partai, berlaku
djuga prinsip sentralisme demokrasi. Staf memberikan pandangan2-
nja dan komandan mendengarkan, mengolahnja di dalam fi kiran dan
kemudian menentukan. Berdasarkan keputusan ini staf memberikan
directive [perintah] untuk melaksana oleh echelon2 bawahan. Dengan
tjara demikian maka seorang komandan terhindar dari pemikiran
jang subjektif. Tetapi djuga terhindar dari suasana jang liberal. Apa
jang terdjadi pada waktu itu adalah suatu debat, atau diskusi jang
langdradig (tak berudjungpangkal), sehingga kita bingung melihatnja,
siapa sebetulnja komandan: kawan Sjamkah, kawan Untungkah,
kawan Latifkah atau Pak Djojo? Mengenai hal ini perlu ada
penindjauan jang lebih mendalam karena letak kegagalan kampanje
di ibu kota sebagian besar karena tidak ada pembagian komandan dan
kerdja jang wajar.
- Adalah hal jang remeh, tetapi hal ini perlu mendapat
perhatian. Umpamanja, tjara2 diskusi terutama jang banjak
dilakukan oleh kawan Latif. Tidak mendahulukan soal2 jang lebih
pokok untuk dipetjahkan terlebih dahulu. Soal2 jang masih bisa
ditunda dibitjarakan kemudian. Di waktu mulut meriam diarahkan
kepada kita, maka jang urgen adalah bagaimana tindakan kita untuk
membungkam meriam tsb, bukan membitjarakan soal2 lain jang
sebetulnja bisa dibitjarakan kemudian.
- Dengan kehadirannja Bung Karno di Halim, maka persoalan
telah mendjadi lain. Pada waktu itu, kita harus tjepat dalam silat
politik. Harus tjepat menentukan titik berat strategi kita. Apakah kita
berdjalan sendiri, apakah kita berdjalan dengan Bung Karno. Kalau
334
LAMPIRAN-LAMPIRAN
kita merasa mampu, segera tentukan garis djalan sendiri. Kalau kita
menurut perhitungan, tidak mampu untuk memenangkan revolusi
sendirian, maka harus tjepat pula merangkul Bung Karno, untuk
bersama2 menghantjurkan kekuatan lawan. Menurut pendapat saya
pada saat2 itu situasi telah berubah dengan keterangan sbb:
1) Bung Karno: a. Memanggil kabinet dan para Menteri Angkatan.
- Mengeluarkan surat perintah, kedua fi hak agar
tidak bertempur.
- Memegang sementara pimpinan A.D. dan
menundjuk seorang caretaker untuk pekerjaan intern
A.D.
2) Omar Dani: Tidak mau kalau harus berhadapan dengan Bung
Karno, dan sarannja supaya bersama-sama dengan
Bung Karno melanjutkan revolusi.
3) Ibrahim Adji: Mengeluarkan pernjataan, bila terdjadi apa2 terhadap
Bung Karno, maka Siliwangi akan bergerak ke
Djakarta.
4) M. Sabur: Menilpun RPKAD untuk siap sewaktu2 Bung Karno
dalam bahaya.
5) NATO cs: Menolak panggilan Bung Karno untuk hadir di
Halim.
6) G-30-S: Kawan Sjam tetap revolusi harus djalan sendiri tanpa
Bung Karno. Keadaan Jon Djateng sudah letih dan
belum selesai memetjahkan soal bagaimana makan.
Keadaan pimpinan dalam keadaan bimbang.
7) “Daerah”: Baru Nusatenggara jang memberikan reaksi, Bandung
sepi, Djateng sepi, djuga Djatim sepi.
Massa di Djakarta sepi. Daerah2 di seluruh kepulauan
Indonesia, pada waktu itu tidak terdengar tjetusan2
imbangan.
bersambung…………….