Pos-pos oleh togapardede

  TUAN SUMERHAM DENGAN BUAH RAMBE (1)

Rambe : antara Buah dan Marga (Paling Indonesia)

Toga Sumba, mempunyai  dua orang anak yaitu:

Toga Simamora dan Toga Sihombing.

Toga Simamora memperistri putrid dari keluarga Saribu Raja, sedangkan Toga Sihombing memperistri putrid dari Siraja Lotung,

Toga Simamora, mempunyai anak dari hasil perkawinannya dengan putri dari keluarga Saribu Raja*, bernama Tuan Sumerham, dan seorang putri yang buta.

Istri pertama Toga Simamora adalah Boru Pasaribu, pomparan dari Saribu Raja. Sedangkan Toga Sihombing mempunyai istri boru Lottung ( Lottung, delapan bersaudara, tujuh marga, satu perempuan) Dari boru Lottung lahir empat orang anak. yaitu : (Toga Sihombing vs Br.Lotung)

  1. Silaban,
  2. Nababan,
  3. Hutasoit,

(setelah ini keturunan keduanya menjadi marga untuk keturunan selanjutnya. Sebelumnya adalah nama) 
Kemudian Toga Simamora, Mangabia/ manhappi  mengawini istri dari Toga Sihombing, (apakah karena meninggal di kedua belah pihak, tidak jelas dalam sejarahnya), dan lahir tiga orang anak yaitu: Toga Simamora vs br.Lotung)

  1. Purba,
  2. Manalu,

 

Maka ke-tujuh marga ini merupakan satu ibu, lain bapak. Kita tinggalkan sejarah tersebut kita focus kepada sejarah selanjutnya tentang Tuan Sumerham. Keturunan Toga Simamora dan Toga Sihombing, bermukim di Tano Tipang Bakkara.

Tuan Sumerham bersama tiga orang Saudara tirinya, tinggal serumah dan keturunan Toga Sihombing berada serumah di tempat lain.

Tuan Sumerham memperistri putri dari keluarga marga Siregar juga cucu dari Lottung.

Kemudian sejarahnya, semuanya sudah berkeluarga.
Purba, Manalu, Debataraja masing-masing segera dikaruniai anak. Sedangkan Tuan Sumerham dengan istrinya Tiopipian br. Siregar belum juga mempunyai anak. Hal inilah salah satu yang menganjal hubungan antara keluarga Tuan Sumerham dengan ketiga Saudara tirinya. Berbagai ejekan dan hinaan hampir setiap hari diterima oleh boru Siregar tetapi dia masa bodoh dan  tidak menjadi “dihailahon tondi na” Hal ini juga disadari Tuan Sumerham. Pada suatu saat isteri Tuan Sumerham boru Siregar memohon kepada Tuan Sumerham, agar mereka pergi jauh dari ketiga Saudaranya, karena boru Siregar sudah tidak tahan lagi atas ejekan dan hinaan para istri ketiga Saudara tirinya. Akhirnya pada suatu malam, saat Saudara tirinya tertidur, mereka meninggalkan Tano Tipang Bakkara dengan terlebih dahulu mengamankan pusaka Toga Simamora yaitu,

  1. Pedang sitastas nambur yang diikat oleh emas, Tetapi Sarung dari Pedangdisembunyikan di Bonggar-bonggar.
    2. Tombak, tangkainya (stik) di kubur di salah satu tiang rumah.
    3. Pustaha (buku lak-lak).
    4. Gong (ogung sarabanan) di kubur di pokok nangka silambuyak (pinasasilambuyak).

Setelah Tuan Sumerham mengamankan ke-empat barang pusaka tersebut, maka merekapun pergi menuju suatu tempat yang belum mereka ketahui. Sebagai acuan mereka tinggal di mana?, Tuan Sumerham mempersiapkan sekepal tanah dari Tano Tipang Bakkar, yang akan di bandingkan dengan tanah pilihan mereka dimana kelak akan berdiam/tinggal. Rupanya Tuan Sumerham, masih mempunyai keyakinan, kelak akan kembali dan mempunyai keturunan. Hal ini ditandai oleh, :”setiap belokan Tuan Sumerham menjepitkan lidi pohon aren (pakko) dengan ujung lidi tersebut mengarah ke arah dari mana mereka datang”
(ceritra tambahan, sesampainya mereka di bukit, untuk beristirahat, karena bukit tersebut tidak cocok dengan tanah yang mereka bawa lalu bergegas untuk melanjutkan perjalanan, ternyata, sanggul /konde br.siregar   tertinggal di sana, maka disebut Dolok Sanggul. Setelah menuruni bukit tadi, mereka beristirahat sambil mencocokan tanah yang mereka bawa. Ternyat tidak cocok juga maka mereka kembali bergegas melanjutkan perjalanan. Rupanya tongkat br. Siregar yang terbuat dari bambu, ketinggalan ditempat mereka istirahat. Maka tempat itu dinamakan Sibuluan)

Tibalah mereka (Tuan Sumerham dan Tiopipian br Siregar) di suatu tempat pebukitan, yang kita kenal sekarang bernama “LOBU TONDANG” Pebukitan tersebut sangat cocok dan pas dengan tanah yang mereka bawa dari Tipang Bakkara. Mereka pun tinggal di sana. Dipelataran Lobu Tondang, terdapat sebuah pohon, yang disebut pohon rambe, yang setiap saat berbuah banyak. Tidak mengenal musim, kembang dan buah matang silih berganti setiap saat. Itu sebabnya buah matang tidak pernah kosong dan lumayan banyak. Rasanya manis asam dan lebih dominant rasa manisnya kalau sudah matang sempurna. Buah inilah yang menjadi makanan mereka setiap hari, ditambah dengan hasil berburu, sebelum hasil tani mereka panen. Sedikit ke lereng pebukitan tersebut, terdapat mata air yang keluar dari Batu sangat segar dan jernih, menjadi sumber air bersih dan cuci mandi bagi Tuan Sumerham dan boru Siregar.
Dalam keadaan tanah tercangkul di di areal mereka tinggal, Tiopipian br Siregar bingung, mau menanam apa? Sementara sebiji benihpun tidak mereka bawa. Tanpa diketahui dari mana asalnya, tumbuh sebatang padi di lading yang merka cangkul, lalu mereka rawat dan dibuat menjadi benih, itulah asal mula mereka bertanam padi. Padinya disebut disebut padi sisior berasnya merah, dan sering dikatakan orang di kampung Pakkat, padi si Rambe. Padi tersebut punah akibat bibit padi unggul dari pemerintah.
Ternyata buah rambe ini mungkin mempunyai khasiat, menyuburkan keduanya Tuan Sumerham dan boru Siregar. Maka pada suatu saat  Tiopipian br Siregar mengandung anak pertamanya. dan seterusnya hingga mempunyai tiga orang putra dan satu orang putrid bernama Surta Mulia br. Rambe.

 

  • Anak Pertama diberi namaRambe Toga Purba,
  • Anak Kedua diberi nama Rambe Raja Nalu,
  • yang terakhir Rambe Anak Raja

 

dan Rambe menjadi icon ketiga anaknya dengan keyakinan, karena Buah Rambe itulah Tuan Sumerham dan boru Siregar dapat berketurunan yang selanjutnya menjadi marga keturunan Tuan Sumerham. 
Ada beberapa orang parumaen Rambe yang lama tidak mempunyai keturunan, dengan hati yang tulus dan tekat yang murn, pergi ke Lobu Tondang untuk memakan buah Rambe, ternyata menjadi punya anak. Ketulusan dan kemurnian tekad serta tidak ada rasa ego dan serakah, akan membuahkan hasil.

Pertemuan Tuan Sumerham dengan Raja Tuktung Pardosi 
Tempat yang dipilih Tuan Sumerham dan Br Siregar menjadi tano tombangan mereka, ternyata masuk wilayah kekuasaan Raja Tuktung Pardosi. Tanpa sepengetahuan Raja mereka tinggal di sana. Raja pardosi sendiri mengawasi kerajaannya melalui benda-benda yang hanyut pada sungai yang mengalir di wilayahnya. Dia tidak perlu menyisir wilayah untuk mengetahui keadaan di pedalaman. Satu ketika, Raja mengamati wilayahnya dengan emlihat yang hayut di Sungai Sirahar. Alangkah kagetnya Raja setelah melihat, ada potongan kayu dan jerami yang hanyut di sungai tersebut. Dengan melihat yang hanyut itu, Raja berkesimpilan, ada penduduk gelap yang berdsiam di wilayah kekuasaanya tanpa ada laporan. Segera raja dan pengawalnya mencari penduduk gelap tersebut untuk dimintai keterangan dan memberi sanksi. Bertemulah Raja Pardosi dengan Tuan Sumerham. Setelah pertanyaan serta berbagai penjelasan Tuan Sumerham dan keluarga di jatuhi sanksi “harus memberikan upeti setiap mendapatkan hasil dari pekerjaan”. Hasil buruan, harus diberi kepala buruan kepada raja. Hasil pertanian setiap pertama panen setiap musing lebih dahulu diberikan ke Raja baru bisa di makan oleh keluarga Tuan Sumerham.
Satu hal yang menguntungkan keluarga Tuan Sumerham, Raja tidak memberi kategori tawanan kepada keluarga Tuan Sumerham.  Dengan demikian Tuan Sumerham dapat berusaha melepaskan diri dari segala sanksi.
Lepas dari Upeti
Untuk melepaskan diri dari Upeti, (apakah karena tuntutan anaknya atau untuk masa depan keluarganya, tentu Tuan Sumerham yang tau. Dia membuat pekerjaan yang jitu. Sebagaimana biasa dipagi hari Tuan Sumerham pergi melihat jebakan rusa (sambil/jorat). Dia melihat joratnya menjebak Rusa yang sangat besar dan berbulu panjang, lalu Tuan Sumerham meberi bulang-bulang rusa di kepala dengan warna Putih, Hitam dan Merah dia atur sedemikian seolah bukan buatan manusia. Dan bekas jejaknya dia rapikan kembali, sehingga kelihatannya belum ada yang melihat rusa tersebut dari dekat. Tempat itu sampai sekarang disebut Panambilan (asal kata sambil atau jorat)
Tuan Sumerham dengan segera menemui Raja Tuktung Padosi dan menceritrakan Rusa tersebut, kira-kira beginilah dialognya:
“Yang Mulia Raja yang dihormati, mengingat perjanjian kita saya tidak mau inkar, tetapi saya takut. Saya tidak tau apagerangan yang akan terjadi kelak dengan tanda rusa yang saya dapatkan. Saya tidak berani membunuh sebelum saya tanyakan kepada Sang Raja. Itu sebabnya saya dating”
“Ada apa rupanya Tuan Sumerham?”
“Raja yang saya hormati, jebakan saya mendapatkan seekor rusa yang besar, tetapi saya takut mendekatinya, silakan kita lihat yang mulia”

Berangkat lah Raja dengan panduan Tuan Sumerham ke tempat Jebakan tersebut. Dari kejauhan Tuan Sumerham sudah menunjuk kepada rusa yang bermahkota kain putih, hitam, dan merah. Ternyata benar yang disiasatkan Tuan Sumerham. Sang Raja kaget melihat rusa yang bermahkota tersebut sangat menyeramkan dan berkata;

 “di ho ma na di ho!?. Mulai saonari, unang be lean ugut ni na ni ulam. Aha pe boa-boa ni ursa I sahat di ho ma I, ndang sahat tu au dohot harajaonhu I” (artinya, kaulah yang betanggung jawab atas alamat apa yang akan terjadi oleh rusa tersebut. Jangan lah beralamat ke saya dan kerajaan saya. Mulai sekarang tidak usah kau laksanakan sanksi sesuai perjanjian kita.)
Sejak saat itu Tuan Sumerham dan keluarga lepas dari segala upeti kepada Raja. Mereka bebas melakukan apa saja tanpa dibebani oleh peraturan Raja.
Raja Tuktung Pardosi, mempunyai tiga orang Putri,

  1. yang tertua mernama Nanja br Pardosi,
  2. kedua Kirri br Pardosi,
  3. ketiga Rubi br Pardosi.

 

Sementara Rambe Purba, Rambe Raja Nalu, dan Rambe anak Raja sudah berajnjak dewas, demikian juga ketiga boru Pardosi. Oleh Kuasa maha Pencipta, mereka dipertemukan menjadi Pemuda dan Pemudi yang saling mengikat Janji. Untuk merealisasikan janji mereka, maka Raja Tuktung memberi syarat. Tuan Sumerham dan keluarga harus ramai menghadiri pernikahan tersebut. Suatu hal yang sulit bagi Tuan Sumerham, megingat kepindahanya ke Lobu Tondang karena perlakuan Saudara tirinya yang menyakitkan. Tetapi karena sudah merupakan syarat dari Raja, maka Tuan Sumerham memberangkatkan ketiga anaknya untuk mengundang Saudara Tirinya dari Tano Tipang Bakkara.
Sebelum berangkat, Tuan Sumerham memberi nasehat, pesan dan petunjuk yang harus mereka lakukan.

 

  1. Mereka harus selalu mengarah kepada ujung lidi (tarugi) pohon aren yang di jepitkan pada kayudi setiap belokan.
  2. Sesampainya mereka di sana, mereka akan di tangkap dan dipasung, kemudian pada pagi hari akan disembelih/dibunuh. (demikian lah ceritanya, dahulu, kalau ada orang yang tidak dikenal masuk kampung, ditangkap dan lalu dibunuh)
  3. Pada saat di pasung, mereka harus melantunkan lagu berulang-ulang sambil menangis. Bahasa lagunya

“mago do hape horbo namulak tu barana”,
“mago do hape takke namulak tu sokkirna”,
“mago do hape jolma namulak tu hutana”
artinya suatu hal yang tidak mungkin terjadi, apabila mata kampak kembali ke tangkainya menjadi hilang, kerbau menjadi hilang kalau kemali kek kandang, juga manusia menjadi hilan pabila kembali ke kampong. Tetapi itu akan terjadi pada mereka bertiga kalau tidak menayakan mereka anak siap.

 

  1. Mereka punya Namboru yang buta bernama Si Buro Aek So Hadungdungan
  2. Tanda tanda, yang dapat mereka berikan yaitu, Ogung sarabanan dikubur di pohon nangka silambuyak dekat rumah, Tangkai tombak dikubur di kayu Pilar pertenghan Rumah Bolon, Sarung dari pedang, disimpan diplafon rumah bolon.

Tuan Sumerham memberangkatkan anaknya yang tiga dalam kekawatiran, maka berkali-kali dipesankan agar mereka mengikuti petunjuk dan pesan serta menjawab pertanyaan sesuai substansinya dan tidak perlu menjawab apabila tidak ditanya.
Berangkatlah mereka bertiga dengan mengikuti lidi tarugi yang sudah ditunjukkan Tuan Sumerham sebagai awal melangkah. Apabila mereka sudah menemukan lidi selanjutnya mengikuti arah ujung lidi itu, sampai menemukan lagi lidi berikutnya dan mengarah kea rah ujung lidi tersebut. Demikian mereka menelusuri hingga sampai ke tempat tujuan.
Tibalah mereka di Tano Tipang Bakkara. Apa yang diisyaratkan Tuan Sumerham terjadilah kepada mereka ditangkap dan dipasung ditempatkan bawah Rumah. (Dahulu rumah batak bertiang tinggi dan dibawah sebagai kandang ternak seperti sapid an kerbau) Pada malam hari mulailah mereka melantunkan syair yang diajari Tuan Sumerham dengan penuh ketakutan dan menagis, terus menerus (diandunghon), Pada tengah malam, Namborunya mendengar andung mereka semakin di cermati semakin berdiri bulu kuduknya lalu ia menemui Saudara tirinya yang sedang Rapat acara pembunuhan ketiga orang itu di pagi hari. Lalu Namborunya angkat bicara.

 

Hamu akka hula-hulaku, atik boha tu julu uluni na mate maup. Adong dongan tubu mu/Abang mu na mago. Atik boha dung dipangarantoan mamoppar. Asing hubege adung nasida. Dao-daoma jea sukkun hamu jolo nasida,”

 

Mendengar itu, mereka pun stop rapat dan memperhatikan dan mencermati lantunan adung mereka bertiga. Merka pun turn dan bertanya;
“Siapa kalian sebenarnya?”
“Bagaimana kami menjawab? Sedangkan kami dalam keadaan terpasung?”

 

Maka mereka di lepaskan dan diajak naik ke rumah lalu ditanyalah seperti layaknya Tamu terhormat.
“kami adalah anak dari Tuan Sumerham”
“Apa bukti kalau kalian anaknya”
“Ogung Sarabanan di kubur dekat pohon nangka silambuyak”

Lalu mereka menggali pada malam itu juga. dan mereka menemukannya.
“Apalagi tanda yang dapat kamu berikan?”
“Tangkai tombak di kubur di tiang tengah/pilar tengah rumah bolon”

 

Merka juga langsung menggali, dan menemukannya.
“Apalagi?”
“Sarung pedang ada di plapon/bonggar-bonggar rumah bolon”
Mereka cari juga ketemu. Dan apa lagi,

“kalau pustaha dibawa ke perantauan, dan ada sama bapak sekarang”

 

Dengan senang hati namborunya mendengar semua peristiwa itu, dalam hatinya dia berdoa, terimakasih mula jadi nabolo hidup dan berketurunan rupanya hula-hula saya itu. Terima kasih mula jadi nabolon, begitulah dalah hatinya. Lalu mereka ditanya kembali.
“Ya… kami sudah percaya, lalu apa maksud kedatangan kalian?
“Kami bertiga mau menikahi tiga orang putrid Raja Tuktung di panombagan nami, tetapi raja bersyarat, kita sekeluargan harus ramai. Maka kami datang untuk mengundang”
“ooOOooo, ,,kami akan datang, “marhoda-hoda bakkuang, marbonceng-bonceng ihurna””

 

bersambung………2

SiBagot ni Pohan, Isteri dan anak-anaknya

Si Bagotni Pohan adalah anak tertua  dari Tuan Sorba Di Banua yang berdomisili di Lobu Parserahan di Lumban Gorat Balige Ibunya adalah  Nai Anting malela boru Pasaribu.

Mereka ada lima orang satu ibu yaitu: Sibagot ni Pohan, Sipaet Tua anak kedua, Silahhi Sabungan anak ketiga, Si Raja Oloan anak keempat dan anak kelima adalah Siraja Hutalima

Sedangkan anak Tuan Soba Dibanua dari isteringa boru Sibasopaet ada tiga orang Yaitu: Toga Sumba, Toga Sobu dan Nai pospos anak bungsunya.

Dari kecil Si Bagot Ni Pohan berparangai baik dan sopan dan dia selalu mengerjakan pekerjaan yang yang membuat orang tuanya senang, melihat perangai yang baik dari Si bagot ni pohan tersebu membuat orang tuanya terutama Ayahnya sangat menyayangi Si Bagot Ni Pohan, disamping itu diapun sangat rendah hati, dan sangat rajin belajar dan menanyai orang orang tua mengenai hukum hukum adat (Paradaton), serta pengetahuan lainnya, inilah yang membuat SiBagot Ni Pohan bertambah ilmu pengetahuannya baik tentang paradaton maupun tentang kehidupan. Oleh karenanya dia menjadi tempat bertanya hal-hal yang tidak dapat dijawab adik adiknya dan orang lain.

Si Bagot Ni Pohan terkenal dengan kegantengan dan  berbadan tinggi, besar serta ahli memanah dan mangultop, sekali kali dia pergi berburu ke hutan untuk mencari hiburan.

Suatu hari siBagot Ni Pohan pergi berburu burung  (mangultop),kehutan  diperjalanan dia ketemu dengan seorang gadis yang sangat cantik  lalu dia menanyai gadis itu  boru apa  Sibagot ni Pohanpun sangat gembira mengetahui  si gadis bermarga sama dengan marga ibundanya yaitu boru Pasaribu,Didalam hatinya terbesitlah untuk mempersunting sang gadis, niat tersebut disampaikannya pada si gadis. Tetapi gadis boru Pasaribu tidak menjawab begitu saja dan sigadis cukup pintar menjawab nya.

“ Menurut orang tua yang bijak dan orang tua saya tidak lah pantas menanyai  anak perempuan yang ingin dilamar dan  diperisterinya di tengah jalan, kalau lah kau merasa anak raja sepantasnya kau datang kekampung dan menemui orang tuaku .” Si Bagot ni Pohan mem benarkan ucapan  si gadis  boru pasribu tersebut lalu menjawabnya lagi

“ Sungguh benar kau, ito justru aku terpana akan kecantikanmu maka aku  tidak sabar untuk tidak menanyaimu ditengah jalan ini dengan melupakan adat dan tatakrama, maafkan aku ito.

Disuatu hari berangkat lah si Bagot ni Pohan  dengan membawa temannya kekampung sang Gadis boru Pasaribu, yang mebuat dia jatuh cinta. Saat mendekati kampung si gadis mereka bertemu dengan sang gadis yang kebetulan akan kepancuran mengambil air. Si Bagot ni Pohan pun menegur si gadis dengan “Marbodiaek” ( memperingatkan orang orang yang mandi dengan seruan yang teresebut) karena begitu tradisinya; ‘”Bo di aek i,leinang partuaek”

”Ba ro ma hamu sian i” jawab sang gadis

(Artinya)

“datanglah kalian  kesini” jawab sang gadi dari pemandian

“Ai begu do ahu didok roham umbahen di paro ho?” kata Si Bagot ni Pohan, kemudian dia mengulangi kembali marbodiaek,lalu si  boru Pasaribupun kembali menjawab “Ba mijur ma hanu sian i”,

(Artinya)

“Kau pikir aku ini hantu maka kau undang aku?”

“Ba beranjaklah lkalian dari situ”

“Ai hoda manang horbo  do ahu hu roha  di dok roham umbahen suruon mu ahu mijur”  (artinya: “kau pikir aku kuda atau kerbau maka kau suruh aku beranjak”) jawab sisibagot ni pohan, membuat hati si gadis boru Pasaribu  kesal sambil berpikir “ sungguh laki laki akan melamar yang pintar bicara dan memiliki pengetahuan luas tentang paradaton, kalau dia marbodiaek kembali apa jawaban ku nanti” si boru Pasaribu terus berpikir sambil menutup mukanya dengan sedih, untung tidak berapa lama namborunya datang yang bernama Nai Raramosan menemuinya, dan melihat maen ( anak permpuan dari saudara lakilaki) bersedih maka si namboru meneggurnya “ Siruba siruba i, silolom silolom on, na so dung songoni mangidai rohakon. Aha do hu ro ha parmulaan ni singkam mabarbar jala mula ni padang matutung. Aha do bingkas dohot bonsir umbahen sai marsak ho jala tangis ?” tanya namborunya serius,  “Aha ma na sai sinungkunan mu  disi namboru, unang ma ho sai pahutur hutur bulung ni bulu,parigat rigat bulung ni gaol,unang hopasunggul sunggul hinalungun jala parukar rukar hinadangol. Anduhur do lompanhhu,marsaorsaor amporik, ba tung adong do nangkin namboru dolidoli marbodiaek dari bukit sana,sungguh pintsr kedengarannya”, kata boru Pasaribu, kemudian dilanjutkanya “ sedang kan aku tidak begitu pintarberbicara apalagi hukum tentang paradaton, kepada kalian orang tualah kami harus lebih banyak belajar dan bertanya.

Maka si Namboru mengajari si gadis boru Pasaribu, kalau kalau si Bagot Ni Pohan atau pemuda lain marbodiaek

Tidak berapa lama si Bagot ni Pohanpun kembali marbodiaek,dan langsung dijawab boru Pasaribu:”Sulusulu ni bintang tu laklak ni antaladan, niarit hotang garudu bahen simpe ni tangan. Naso lupa di uhum naso lolos di padan na talu di undangundang i ma na so haulahan. Silaklak ni antajau, siregerege ni ampang; Sianak ni namboru sibebere ni damang.Hundul ma jolo damangdisi marnaati maradian asa tangkas damang marpanarian. Ba ro ma muse damang sian i mandapothon aek sitio tio asa maranggir jala martapian. Asa tiur dlan boluson tio aek dapoton tumpahon ni omputa Debata.”

Mendengar tutur kata sigadis boru Pasaribu, hati si Bagot ni Pohan pun dapat menerimanya serta dia berbisik dalam hatinya “ Betul betul Gadis inni borunya Raja (anak perempuan seorang terhormat), yang mengerti adat” kemudian Si Bagot Ni Pohan langsung menemui boru Pasaribu di pancuran, Setelah boru Pasaribu melihat siBagot Ni Pohan langsung dia mengenalnya, setelah berbincang bincang sebentar sigadis boru Pasaribupun lang pulang kerumahnya, dan kemudian mempersiapkan makanan mana tau nanti Si Bagot ni Pohan datang .Berselang beberapa lama Si Bagot Ni Pohan pun datang menemui siboru Pasaribu, kedatangannya disambut boru pasaribu dan mempersilahkannya duduk dilage tihar, siBagot ni Pohan menyempatkan berbicara: “Amang na di dolok i pangidoan hotang, amang na di holbung i pangidoan mual.Pinasae ma bona ni gorat,parbuena ma na niida, ni dapothon ma boru ni tulangi, ba napuran na ma na diida”; mnedengar ucapan si Bagot ni Pohan  boru Pasaribu langsung memberikan Napuran kepada si Bagot Ni Pohan sambil tersenyum kemudian mereka saling bertukar pikiran tentang paradaton.

Sebelum nasinya masak, datang boru Pasaribu membawa sebutir telur Ayam sambil mengatakan “Ianggo hami tung na pogos do, ndang tartabunihonb hapogoson.Dibahen i on ma pira ni manuk on seat hamu asa adong lompanta”.

“Denggan boru ni rajanami,alai tiop ma jolo patna i asa huseat, molo so tioponmu pat na i dang olo ahu maneat” kata si Bagot ni pohan.

“Ah tung ompu ni bisuk do hape on jala sabungan ni roha”, kata boru Pasaribu dalam jhatinya.

Setelah masak masakannya maka dikasih lah makan si Bagot ni Pohan , setelah selesai makan maka mereka saling memberikan tanda  (tanda jadian).

Sesampai dilumban Paserahan LumbanGorat dirumahnya, Sibagot Ni Pohan pun menceritakan pengalamannya dengan gadis boru Pasaribu kepada orang tuanya, semua tentang boru Pasribu di ceritakan dengan semangat serta berbunga bunga akan cintanya kepada boru Pasaribu baik tentang kecantikan maupun kepintaran dalam paradaton sang gadis.

Singkat cerita diresmikanlah perkawinan antara Si Bagot Ni Pohan denganGadis perawan boru Pasaribu, mereka direstui kedua belah pihak serta raja-Raja dari delapan penjuru desa, pesta besar besaran pun dilaksanakan dengan restu:

“Sai donganmu gabe ma inanta on, donganmu mamora,jala donganmu sarimatua.Sai marokap ma i songon bagot,marsibar songon ambalang, sai marsigomgoman ma tondimu  tu na tama.Molo tung adong na hurang pangalahona ingkon anjuonmu do,ingkon sai masidungkapna bikbikna do halak jala masijarum na tombukna.Ai na tinapu salaon, salaon situa tua,manang beha pe pangalaho ni dongan saripe niba ingkon denggan ma nianju anju asal ma adong dongan niba gabe jala dongan niba sarimatua”.

Kemudian merestui lagi pihak orang tua si boru Pasaribu”:

“Nunga marbagas do hamu nuaeng inang,dibaheni sai denggan ma hamu masianju anjuan jala masihaholongan.Sai situbu laklak ma hamu situbu singkoru di dolok ni pubatua,sai situbu anak ma hamu situbu bopru donganmu sari matua,Sai marurat ma hamu tu toru marjujungan  tu ginjang,mardakka tu lambung sigodang pangisi jala sideak pinompar.Martumbur ma baringin mardangka ma hariara, sai ma torop ma hamu maribur,martangkang ma juara sai matorop mariburma hamu songon siatur maranak, sai matorop serema hanu songon siatur nabolon”.

Rumah tangga SiBagot ni Pohan menjadi Rumah tengga teladan karena membina rumah tangga yang harmonis dan saling menyayangi.

Kemudian Isteri iBagot ni Pohan boru Pasaribu melahhirkan  empat orang anak yaotu:

  1. Tuan Sihubil
  2. Tuan Somanimbil
  3. Tuan Dibangarna
  4. dan Sonakmalela

menjelang dewasa keampat anak anak mereka mulai diajari lah berperilaku yang baik sesuai dengan tradisi batak dan patuh berorang tua dan menghormati setiap orangtua saling menyayangi sesama. Setelah beranjak Dewasa merekapu belajar tata cara paradaton dan mempelajari segala Ilmu yang berhubungan dengan kehidupan. Mereka menyontoh peri laku Ayahnya Si Bagot Ni Pohan.

Berita tentang  Si Bagot Ni pohan sudah terkabar kemana-mana, bahwa beliau sungguh bijak dan layak untuk dihormati dan tempat setiap orang bertanya karena kelengkapan Ilmunya (panjaha jaha di bibir jala parpustaha di toloan).

Sibagot Ni Pohan juga pemberani Cuma taku pada Opu Mulajadi Nabolon hanya (sesembahan Orang Batak zaman dulu).

Si Bagot Ni Pohan dengan Isterinya boru Pasaribu mulai tua  merekapun memperdalam ilmu anak anakmya yang empat orang. Suatu hari keempat anaknya dikumpulkan di Partungkoan (tempat bersidang),Lalu si Bagot Ni Pohanmembuka pembicaraan:

“Ada yang akan saya utarakan pada kalian anakanakku, Badanku lam kelamaan semakin tua, dan tidak tau apa yang akan dibuat ditakdirkan oleh omputa mulajadi nabolon, mana tau apakah Andor yang duluan putus atau Punggur yang duluan jatuh, Semasih aku hidup masih bisa aku menasihati kalian serta kukasih tahu sama kalian tentang pati yang menjadi ikutan kalian dan orang lain.

Pertama sekali yang saya katakan pada kalian adalah:

“Ingkon denggan hamu tongtong masiajarajaran masianjuanjuan jala masihaholongan. Sai pasing hamu na masa parbadaan,alai eahi hamu ma pardamean.Ai metmet bulung ni baja metmetan do bulung ni banebane.Ai metmet ni na marbada alai lehetan do na mardamedame.

Ingkon marsada ni tahi jala saoloan hamu tongtong di ganup siulaon,asa saut na sinakap ni rohamu Aek godang do aek laut, dos ni roha do sibahen na saut.

Ingot hamu tongtong adat dohot uhum maradophon angka dongan tubu, hulahula,boru nang maradophon ale-ale .Sai unang ma lupa horbo sian bara na,sai unang ma peut ulos sian sangkotanna.Ingkon tigor tongtong uhum dohot pambahenan tu saluhut.(ingkon sijujung ni ninggor,sitingkos ni ari)

Ingkon Hormat jala pantun hamu maradophon halak.Pantun dohangoluan,tois do hamagoan.ndang jadi lea roha mamereng na pogos dohot na marsiak bagi,alai ingkon asi do roha mamereng nasida.Ingkon urupan do halak na di bagasan hagogotan manag parmaraan.Ingkon pasangapon do angka natuatua jala oloan hatana.Ai tahuak mannuk di taonbaru ni ruma,halak na pasangap natuatua ido halak na martua”.

Sebenarnya masih banyak petuah petuah yang akan disampaikan Si Bagot Ni Pohan kepada anak-anaknya.Umur dari Si Bagot Ni Pohan  cukup panjang .

Image result for spiritual batak

Hingga sampai saatnya SiBagot Ni Pohanpun meninggal dan dikebumikan di Onan Raja Balige sedangkan isterinya boru Pasaribu dimakamkan di Sianipar Paindoan,tidak sama dengan Suaminya di Onan Raja. Ceritanya sebagai berikut.

Anak dari SiBagot Ni Pohan siahaan(anak tertua) yaitu Tuan Sihubil tinggal di Huta Surungan Paindoan karena disanalah Tuan Sihubil membuka perkampungannya, sang Ibu boru Pasaribu cukup lama tinggal bersama anak sulungnya sampai meninggalnya.

Cukup sekianlah ringkasan Riwayat Ompung Si Bagot Ni Pohan semoga bermanfaat- Thpardede

Teuku Markam Penyumbang Emas Tugu Monas

Monumen Nasional ( Monas ) setinggi 132 meter yang terletak di Lapangan Medan Merdeka Jakarta Pusat adalah merupakan salah satu lambang kebanggaan Indonesia. Tugu Monas yang di pucuknya menjulang dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala – nyala.

www.belantaraindonesia.org

Emas yang dipasang di Tugu Monas seberat 38 kg emas. Terdapat berbagai versi tentang emas di puncak Monas tersebut. Ada yang menyebutkan, emas seberat 28 kg itu adalah sumbangan dariTeuku Markam, seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia.

Namun, tak ada catatan resmi tentang penyumbang emas itu. Ceritanya pun menjadi simpang siur. Sejarawan juga tak tahu menahu tentang kisah emas di puncak Monas. Kisah tentang Teuku Markamsumbernya dari cerita mulut ke mulut. Meski ada sebagian orang yang menyakini kebenaran cerita itu.

Konon ceritanya, dari berbagai sumber, disebutkan Teuku Markam adalah saudagar Aceh yang lahir pada tahun 1925. Ayahnya, Teuku Marhaban berasal dari kampung Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara. Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu ketika berusia 9 tahun. Lalu ia diasuh oleh kakaknya yang bernama Cut Nyak Putroe.

Ia sempat bersekolah sampai kelas 4 Sekolah Rakyat ( SR ). Teuku Markam kemudian tumbuh menjadi pemuda yang mengikuti pendidikan wajib militer di Kutaraja yang sekarang bernama Banda Aceh.

Sebagai prajurit penghubung, ia diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto. Tugas itu diembannya sampai Gatot Soebroto meninggal dunia.

www.belantaraindonesia.org
Teuku Markam

Tahun 1957, Teuku Markam berpangkat kapten. Ia kembali ke Banda Aceh dan mendirikan sebuah lembaga usaha yang bernama PT Karkam. Perusahaan ini dipercaya oleh Pemerintah RI mengelola rampasan perang untuk dijadikan dana revolusi. Ia berhenti menjadi tentara, kemudia ia melanjutkan karirnya dengan menggeluti usaha dengan sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, Surabaya.

Ia juga bisnis ekspor – impor, antara lain mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja, bahkan sempat mengimpor senjata atas persetujuan Dephankam dan Presiden. Ia mendukung pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf. Ia juga menyukseskan KTT Asia Afrika.

Ia termasuk salah satu konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan Soekarno. Berkat bantuan para konglomerat itulah KTT Asia Afrika berhasil memerdekakan negara-negara yang ada di Asia dan Afrika.

Namun, sejarah kemudian berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tak ada artinya di mata pemerintahan Soeharto. Dengan sepihak ia difitnah sebagai PKI dan dituding sebagai koruptor dan penganut Soekarnoisme. Akibat tuduhan itu, ia dipenjarakan pada tahun 1966. Ia dijebloskan ke dalam sel tanpa melalui proses pengadilan.

Pertama – tama ia dimasukkan ke tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur. Selanjutnya ia dipindah ke penjara Salemba di jalan Percetakan Negara. Tak lama ia dipindahkan lagi ke tahanan Cipinang, lalu terakhir ia dipindah lagi ke tahanan Nirbaya di Pondok Gede Jakarta Timur. Pada tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Soebroto selama kurang lebih dua tahun.

Pemerintah Orde Baru juga merampas hak milik PT. Karkam dan mengubahnya menjadi atas nama pemerintah. Teuku Markam hidup sengsara di hari tuanya. Ahli warisnya juga hidup terlunta – lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tak pernah direhabilitasi.

Anak – anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya dan memanfaatkan bekas koneksi – koneksi bisnis Teuku Markam. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak – hak orang tuanya.

Yang Tidak Banyak Diketahui Tentang R.M.S Titanic

Pada Minggu 14 April 1912 pukul 23.40 R.M.S Titanic menabrak gunung es. Akhirnya 2 jam 40 menit kemudian pada Senin, 15 April 1912, 2.20 AM kapal pesiar mewah milik perusahaan The White Star Line, Royal Mail Steamer ( R.M.S ) Titanic yang diklaim oleh pembuatnya mustahil tenggelam lenyap ditelan gelapnya malam dan dinginnya laut perairan Samudera Atlantik Utara. Lebih dari 1.500 jiwa tewas dalam tragedi ini.

www.belantaraindonesia.org

Dan pada 15 April 2012 adalah peringatan seabad tenggelamnya kapal terbesar dan legendaris yang pernah dibuat oleh manusia. Masih banyak orang yang penasaran seperti apakah sosok R.M.S Titanic sesungguhnya dan bagaimana nasibnya setelah “terkubur” selama 102 tahun di samudera yang dalam, gelap, dan dingin?

www.belantaraindonesia.org
Kapal tunda memandu Titanic meminggalkan Pelabuhan Southampton, Inggris, Rabu 10 April 1912
www.belantaraindonesia.org
Dua bilah baling-baling menyeruak di bagian buritan Titanic di dasar laut, 600 meter di selatan haluan
www.belantaraindonesia.org
Betapa besarnya baling-baling Titanic, para pekerja yang membuatnya terlihat kerdil seperti kurcaci
www.belantaraindonesia.org
Bagian haluan R.M.S Titanic 

www.belantaraindonesia.org
www.belantaraindonesia.org

 Kemudi ini tidak mampu menyelamatkan bagian lambung Titanic dari “codet” besar akibat “garukan” gunung es

www.belantaraindonesia.org

Lorong kelas I RMS Titanic, gambar diambil di galangan kapal di Belfast tempat Titanic dibuat

www.belantaraindonesia.org

 Lorong kelas I RMS Titanic kini di dasar laut

www.belantaraindonesia.org

 Tiang untuk sekoci

www.belantaraindonesia.org

 The Grand Staircase: Interior “kubah” ( asli ) dalam R.M.S Titanic yang hanya diperuntukkan bagi penumpang kelas satu. Interior yang kita lihat pada film nya didesain mengikuti yang terlihat pada foto asli ini. Foto ini diambil sehari sebelum pelayaran perdana sekaligus yang terakhir bagi Titanic.

www.belantaraindonesia.org

 Reruntuhan tempat mandi spa ala Turki di R.M.S Titanic

www.belantaraindonesia.org

 Interior kabin kelas satu yang ditempati pemilik toko Macy’s. Isidor Strauss dan istrinya, Ida yang tewas. Sebuah jam berlapis emas milik mereka masih utuh diatas perapian.

www.belantaraindonesia.org

 Bagian lain interior kabin penumpang kelas I di Titanic

www.belantaraindonesia.org

 Dua mesin Titanic setinggi empat lantai yang terlihat pada bagian buritan yang hancur.

www.belantaraindonesia.org

 Pengerek jangkar Titanic

www.belantaraindonesia.org

 Jangkar raksasa ini beratnya 15 ton tergantung di bagian kiri kapal dan tidak sempat digunakan.
Jangkar yang di lambung kanan sempat digunakan saat transit di Pelabuhan Cherbourg, Perancis

www.belantaraindonesia.org

 Pistol untuk sinyal suar yang ditemukan di reruntuhan Titanic

www.belantaraindonesia.org

 Boarding Pass ( asli ) R.M.S Titanic milik seorang penumpang yang selamat

www.belantaraindonesia.org

Tenggelamnya R.M.S Titanic menjadi headline surat kabar Amerika Serikat pada Selasa, 16 April 1912

www.belantaraindonesia.org

 John Jacob Astor ( kiri ), pencetus kelahiran Titanic. Dia termasuk dalam ribuan korban Titanic yang tewas

www.belantaraindonesia.org
www.belantaraindonesia.org

 Kapten RMS Titanic Edward J. Smith yang tewas dalam pelayaran terakhirnya sebelum pensiun, dan patung untuk mengenangnya di Beacon Bark, Lichfield, Inggris

Tepat 100 tahun sejak malapetaka ini, pada tanggal 14 April 2012, R.M.S Titanic yang terkubur lebih dari 4 kilometer di dasar Samudera Atlantik Utara ditetapkan sebagai “Situs Pusaka Budaya Bawah laut” oleh UNESCO

Keturunan Sorba Ni Banua Balige Mendirikan kerajaan (1)

peta barus

Sejarah kepemimpinan negeri Barus yang di dalamnya ada terdapat negeri Rembe, bermula dari negeri Toba Silalahi, Balige, Negeri Parsuluhan, dari Marga Pohan. Sedangkan sejarah negeri Barus kuno dapat dirunut dari kepindahan Raja Uti putra Guru Tatea Bulan yang membuka Barus beberapa abad sebelum Masehi.

Di negeri Toba Silalahi tersebut, dikenal seorang Raja bernama Raja Kesaktian atau Ambung Kasian yang mempunyai lima putra. Putra sulung bernama Mage Di Pohan atau Magat, yang kedua bernama Lahi Sabungan, ketiga bernama Raja Tumbuk padi, yang keempat bernama Raja Pait Tua, yang kelima bernama Raja Alang Sabatangan Pardosi.

Suatu saat, sang Raja melakukan ritual puasa. untuk mendukung ritual tersebut, dia menyuruh salah seorang anaknya bernama Alang Pardosi untuk mencari minyak jujungan atau junjong. Untuk itu, Alang Pardosi pergi kenegeri Asahan disebelah timur Sumatera. Sambil menunggu putranya tersebut sang raja memulai ritual puasanya. Namun, kepergian Alang Pardosi yang memakan waktu lama membuat Raja menjadi tidak sabar. Maka sang Raja melakukan kesepakatan dengan keempat putranya yang lain untuk memberhentikan ritual puasa karena Alang Pardosi tidak kunjung datang.
ritual
Beberapa saat kemudian dalam penantian yang lama, Alang Pardosi pun datang membawa minyak. Namun dia mendapatkan bahwa ritual puasa telah dihentikan, hal ini membuatnya berkecil hati karena sang ayah tidak berkenan untuk menanti kepulangannya. Untuk menghilangkan rasa kecewanya tersebut, diapun memutuskan untuk bermigrasi dengan mengajak istri dan beberapa orang yang bersimpati padanya pindah ke sebuah wilayah yang dirasa aman diarah matahari terbenam atau sebelah Barat. Setelah melakukan perjalanan panjang, Alan Pardosi memutuskan untuk berhenti di sebuah rimba di tengah hutan lebat dan membuka ladang beserta pemukiman. Kawasan tersebut dinamakan Tundang.
huta
Perkembangan kawasan Tundang begitu pesat sehingga mengundang kedatangan para imigran dari Toba sehingga layak disebut sebagai sebuah negeri. Alang pardosi kemudian menjadi raja dan memberlakukan berbaga peraturan dalam batas-batas wilayah yang dikuasai. Batas tersebut meliputi wilayah tersebut sampai pantai Barat Sumatera; ke barat sampai ke Huta Tondang, Simpang Kiri, Batang Singkil, lalu ke muara disebelah tenggara sampai keperbatasan tanah Pasaribu. Pesatnya perkembang mendorong penduduk mengembangkan dan membuka kawasan baru sampai ke Dairi sekarang. Dari cerita ini diketahui bahwa tanah Pasaribu di daerah pesisir telah eksis sebelumnya.

Dalam kejadian yang lain, di sebuah negeri tetangga bernama Luat Simamora di negeri Dolok Sanggul di sebuah desa bernama Lumbat Situpang terdapat beberapa kejadian yang mempengaruhi perkembangan Tundang. Disebutkan bahwa di Luat Simamora tersebut terdapat seorang Raja bernama Tuan Mirhim (di negeri Pakkat terdapat seorang tokoh bernama Tuan Sumerham?). Raja mempunyai tujuh orang putra. Seorang yang bernama Si Namora, satu-satunya yang tidak mempunyai keturunan di antara tujuh bersaudara. Hal ini mengakibatkan seringnya terjadi perselisihan. Sebuah insiden terjadi. Seorang istri saudaranya terkena terinjak kotoran. Perempuan yang kena lumpur itu bertanya kepada perempuan yang lain dengan nada heran.

” Kotoran siapa ini yang mengenai kakiku? Mengapa tidak dibuang?”.

“Siapa yang mau membuangnya? Bukan anakku yang membuat kotor. Anak siapa yang buat kotor dia yang harus membuangnya,” jawab perempuan yang lain.

“Terus punya siapa?”

“Siapa lagi kalau bukan dari anak nakal, yah anak Si Namora!”

Sindiran itu membuat istri Si Namora Simamora menangis, karena dia memang tidak mempunyai anak.

“Mungkin karena kami memelihara seekor anjing lalu mereka menyebutnya sebagai anakku,” pikir dia sambil bertambah sedih.

Kebetulan suaminya datang dan melihat kejadian tersebut.

“Mengapa kau menangis?” tanya dia

“Mereka menuduh bahwa anak kita yang membuang kotoran dilantai, padahal kita tidak punya anak.”

Sindiran tersebut dirasakan mendalam oleh Simamora dan diapun membentak istri saudaranya tersebut. Rasa sedihnya tak terobati. Tidak ada jalan keluar baginya kecuali menjauh dari mereka. Diapun mengajak istrinya untuk pindah mengasingkan diri. Mereka memilih untuk berjalan ke arah barat sampai suatu saat dia menemukan tempat yang layak untuk bermukim. Di sana dia berusaha membuka hutan dan melangsungkan hidup dengan bercocok tanam.

Suatu saat, Raja Alang Pardosi sedang menikmati hari-harinya di pinggir sebuah sungai. Matanya memandang sebuah potongan kayu yang hanyut dari hulu. Dari potongannya dia mengetahui bahwa batang kayu tersebut merupakan sisa potongan kayu. Dia menduga bahwa ada orang yang tinggal di hulu sungai tersebut tanpa sepengetahuannya.

Bersama hulu balangnya dia mendatangi orang tersebut yang kebetulan Simamora.

“Siapa kau? dari mana asalmu dan mengapa kau membuka kampung di tanahku?”

“Namaku Simamora, aku putra seorang Raja yang bernama Tuan Mirhim dari Luat Simamora, Negeri Dolok Sanggul kampung bernama Lumban Situpang.”

Simamora memperkenalkan diri dan melanjutkan

“..Adapun penyebab kedatanganku adalah karena aku bertengkar dengan saudaraku yang selalu menyindir kondisi kami yang tidak mempunyai anak. Sampai kemudian mengasingkan diri kesini. ”

“Kalau kau mau tinggal disini, maka kau harus menuruti semua peraturan dan menunaikan persyaratan adat kepadaku. ”

“Apapun peraturannya akan hamba turuti,” ujar Simamora mencoba meyakinkan sang Raja.

Pardosi kemudian menjelaskan beberapa persyaratan

“Persyaratannya adalah; apabila kau mempunyai makanan yang berdaging, maka kau harus mempersembahkan bagian kepalanya kepadaku, walaupun itu ikan, mengerti? ”

Simamora pun menurutinya.

Perjalanan nasib Simamora di huta baru tersebut akhirnya berubah. Istrinya yang telah lama menunggu akhirnya hamil juga. Dikisahkan bahwa hal ini karena dia sering memakan buah rambe, buah yang menjadi primadona daerah tersebut. Beberapa bulan kemuadian lahirlah seorang putra yang diberi nama Si Purba Uluan. Kabar gembira ini kemudian disampaikan kepada Raja. Pardosi sebagai pemimpin menunjukan kewibawaannya dengan menghadiahkan tiga potong kain, masing-masing untuk mereka. Huta tersebut kemudian berkembang pesat dan banyak imigran tinggal didalamnya. Huta tersebut dinamakan Rambe karena buah rambe menjadi primadona disana. Negeri Rambe sekarang terletak di Pakkat, Humbang Hasundutan.

Beberapa tahun kemudian dua orang putra berikutnya lahir, diberi nama Si Nalu (Manalu) dan yang bungsu bernama Si Raja. Setelah seluruh putranya menginjak dewasa, putra tertua merasa heran mengapa setiap kali mereka menyantap hidangan selalu tanpa bagian kepala.

“Ayah, dimana bagian kepalanya? lain kali aku uga ingin memakan bagian kepala gulai! ”

Simamora kemudian menjawab dengan menjelaskan perjanjiannya dahulu dengan sang Raja.

“Anak-anakku, kepala gulai tidak boleh kita makan karena saya sudah berjanji untuk memberikannya kepada Raja. ”

“Kok perjanjiannya menyusahkan sekali? apa yang akan kita lakukan nanti kalau mangadakan pesta besar, bukankah gulainya harus lengkap? ”

“Apa boleh buat, kita tetap tidak boleh. ”

“Ayah, aku punya akal untuk melepas perjanjian itu. ”

“Apa maksudmu, Nak?”

“Izinkan kami pergi kedaerah Toba untuk mencari sepotong kayu yang sangat istimewa…”

“Kalau kau mau pergi ke sana, kau dapat meminta kepada saudara kita kain dan barang-barangku dulu yang tertinggal, sebut saja nama ayah, ” kata Simamora mendukung usul putranya.

Purba beserta kedua adiknya menempuh perjalanan menuju Toba tempat kelahiran ayahnya.Saat akan memasuki sebuah huta, seorang penduduk mencegahnya dan menanyai identitasnya.

“Hei nak, dari mana asalmu? ”

“Kami berasal dari rantau sebelah, dekat tanah Dairi di sebelah Barat, ” jawab Purba

“Apa kau kenal orang bernama Si Namora di sana?”

“Aku kenal, dia ada disana sekarang, ada apa dengannya? ”

“Aku bertanya karena dulu aku mempunyai seorang adik kecil yang sudah lama minggat dari rumah kami karena perselisihan. ”

“Kalau dia saudara Tuan, maka kami adalah anak-anaknya yang datang kemari hendak mencari Bapak Tua. Disana dia telah mendirikan kampung bernama Rambe. Dia menyuruh kami mengambil barang-barang yang tertinggal, beruntung kita berjumpa disini. ”

“Kalau benar kalian anaknya marilah kerumah. ” Saudara tua mengajak ketiga anak tersebut kerumahnya.


Kesempatan yang sangat kebetulan tersebut digunakan untuk bersuka cita selama beberapa saat. Setelah beberapa lama tinggal di rumah saudaranya, Purba memohon diri untuk kembali ke kampung halaman. Bapak Tua memberikan kepadanya segala barang-barang Simamora. Kepulangan mereka ke Rambe disertai beberapa orang yang ingin bertemu ayahnya. Melihat begitu banyaknya orang-orang yang datang bersama anaknya, Simamora memberikan sambutan yang hangat. Purba memohon ayahnya untuk memburu rusa agar dipersembahkan kepada Raja Pardosi. Persembahan tersebut membuat Raja Pardosi begitu terkesan sehingga menawarkan anak-anak perempuannya kepada putra-putra Simamora. Pernikahan ketiga pasangan tersebut diselenggarakan bersamaan.

Simamora memutuskan untuk memisahkan tempat tinggal ketiga putranyatersebut. Si bungsu tinggal bersamanya. Si Sulung tinggal bersama mertuanya. Anak yang kedua dibuatkan kampung tersendiri.

Setelah mengarungi hidup beberapa lama, Purba menjenguk ayahnya di Rambe. Dia mendapati ayahnya sedang mempunyai buruan rusa. Dia teringat dengan rencana trik yang sudah laam terlupakan tersebut.

” Wahai ayah sekarang undanglah Raja Pardosi untuk menerima persembahan kepala rusa, kalu ada sesuatu biarkanlah aku yang berbicara. ”

Simamora kemudian mengundang sang Raja. Melihat ayahnya pergi membungkus rusa tersebut dengan kain candai dan beberepa lapis kain biasa. Sebuah tombak dipancangkan dekat kepala rusa. Saat Raja Pardosi dan Simamora tiba, Purba menyodorkan persembahan tersebut.

” Hai Mamakku, binatang apakah namanya ini? kami tidak mengenalinya karena tidak pernah mendapatkan binatang seperti itu, apakah manusia atau bukan, tapi ambillah kepalanya ”

” Tidak, aku tidak berkenan, ambilah bersamamu aku ngeri melihat binatang itu,” tolak sang Raja merasa curiga dengan jenis persembahan tersebut.

“Tapi ini kan harus Mamak terima karena kita sudah melakukan perjanjian. Tidak boleh dipungkiri sekarang, baik atau buruk dalam perjanjian sama saja, Mamak harus terima. ”

“Aku tidak mau mengingat perjanjian itu lagi. Persembahan itu untuk kalian saja, dan siapapun boleh memakannya, untuk selamanya aku tidak perduli lagi,” titah Raja pardosi dan diapun kembali ke hutanya. Purbapun tersenyum dan membuka, semua orang dipertemuan tersebut menyadari bahwa Raja Pardosi telah tertipu.

Lama-kelamaan, berita tentang tertipunya Raja tersebar di masyarakat, sampai akhirnya terdengar oleh telinga Raja. Dia menyadari tipu daya menantu sulungnya tersebut dan semakin membuatnya gusar serta tidak percaya pada Purba yang sudah direncanakan menjadi raja pengganti dirinya.

“Begitu cerdiknya si Purba, apa yang terjadi bila dia menjadi raja, apakah aku akan dibunuhnya? ” pikirnya. Hatinya semakin galau.

Kenyataan itu membuat raja ketakutan sendiri, perasaan was-was menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin ketulusan dirinya sebagai mertua telah dinodai. Raja kemudian memutuskan untuk memindahkan istananya ke sebuah kawasan baru yang dinamakan si Pigembar. Sebagian besar penduduk mengikutinya, namun banyak juga yang ingin tinggal.
barus
Kawasan itupun dibangun kembali dan menjadi tempat yang ramai. Beberapa saat kemudian Permaisuri meninggal dunia. Mendapat berita musibah tersebut, beberapa utusan dari kampung dan daerah melawat sambil membawa kerbau, kambing, kuda, dan beberapa persembahan lainnya. Saking banyaknya pelayat, suasana seperti di hari raya saja. Di antara pelayat tersebut adalah menantu Raja pardosi, Purba.

“Wahai Mamakku, aku melihat banyak orang datang membawa berbagai persembahan. Aku ingin membawa persembahan yang lain dari pada mereka, kalau seandainya mamak menyukainya.”

“Kalau seandainya aku menyukainya, aku menyukainya dalam jumlah yang besar,” jawab Raja berusaha mempersulit menantunya.

Namun Purba tidak patah arang, diapun pergi ke negeri Toba menjemput orang-orang toba dan memesan satu kuda bengkuang dan satu patung kura-kura. Setelah kedua patung persembahn itu selesai dibuat, Purba memerintahkan orang-orang Toba tersebut untuk membawa senapan dan mempersenjatai diri. Rombongan tersebut kembali ke istana dan memberi pesan bahwa besok dia akan memberi persembahan itu kepada Raja secara langsung.

Keesokan paginya Purba membawa persembahan ke Istana di ikuti oleh pengikutnya yang berkuda dan menenteng senjata yang berisi peluru. sebelum sampai ke istana Purba memrintahkan pengikutnya untuk mengamuk dan membunuh semua penduduk di kampung tersebut yang tidak mempunyai tanda. Sebelumnya. Purba telah mengatur strategi penyerangan dengan memberi tanda bagi pasukan dan warga yang tidak boleh dibunuh.

Penyerangan yang tak terduga tersebut mengakibatkan jumlah tewas dan luka yang besar. Raja Pardosi dan hulubalang beserta rakyat yang patuh dengannya berhasil melarikan diri. Mereka melariaknn diri menuju arah timur.
gunung barus
Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, rombongan tersebut tiba di sebuah kawasan hutan di sebuah gunung bernama Nagudang. Raja memutuskan untuk berhenti di tempat tersebut karena dirasa aman dari serangan menantunya. Sebuah hunian barupun dibina dari awal. Inilah cikal bakal negeri bernama Huta Ginjang. Raja mengatur strategi pertahan dari seranga luar bersama kepala hulubalangnya, Timba Laut. Namun untuk memenuhi makan dari laut, ditetapkanlah seorang hulubalang bermarga Pane, untuk memancing ikan di sebuah pulau demi memenuhi kebutuhan kolektif. Pulau tersebut akhirnya sekarang dinamai Pulau Pane dan sebuah pulau kecil di samping bernama pulau Belalang karena di situlah ikan Belalang, kesukaan mereka ada.

Untuk kedua kalinya, negeri yang ditinggalkan raja tersebut dikuasai oleh Purba. Dia menobatkan dirinya menjadi penguasa dan raja. Namun, karena ketidakpiawiannya dalam memerintah, kelaparan terjadi. Kelaparan ini juga dipicu oleh banyaknya petani yang meninggal dalam penyerbuan huta tersebut oleh Purba. Raja Purba melakukan konsultasi dengan seorang datu kerajaannya. Dia ingin tahu mengapa musibah ini bisa terjadi.

“Paduka yang mulia, adapun penyebab kelaparan ini adalah karena sebuah kutukan yang menimpa anda. Kutukan tersebut diakubatkan oleh kemurkaan Raja Pardosi, mengakibatkan tanaman dan tumbuhan tidak dapat hidup. Apabila Raja Pardosi tidak dijemput, maka semua penduduk kerajaan ini akan tewas,” jawab dang dukun.

Tidak ada pilihan bagi Raja Purba selian melepaskan kutukan tersebut. Dia mengutus salah satu panglimanya, Panglima Golgol untuk mencari keberadaan Raja Pardosi di hutan.

“Apabila kau berjumpa dengannya, sampaikan pesanku agar mereka datang beserta para pengikutnya, berapapun jumlahnya. Dia akan kembali menjadi raja di sini dan aku akan menuruti titahnya,” perintah raja.

Setelah melakukan pencarian yang melelahkan, Panglima berhasil menemukan Raja Pardosi yang tengah membina kawasan kerajaan yang tengah berkembang. Dia mengutarakan niatnya kepada Raja.

“Aku berkenan untuk kembali ke negeri tersebut dengan satu syarat. Purba harus membangun sebuah rumah di Gotting (nama sebuah celah dan daerah antara Pakkat dan Tukka Dolok), di atas jalan Gotting, sehingga siapapun yang ingin lewat harus melalui bawah rumahku,” titah Raja Pardosi.

Panglima Golgol kembali dan menyampaikan pesan tersebut. Raja Purba memerintahkan ahli bangunan istanya untuk membuatkan rumah sebagaimana dimaksud. Raja Pardosi dikabarkan dengan persyaratan tersebut. Dan dia beserta rakyatnya kembali semula ke rumah masing-masing.

Untuk mencegah terulangnya kejadian hilangnya daerah kekuasaannya, dia menempatkan seorang hulubalang kepercayaannya di huta-huta kecil di bawah kerajaannya. Di antaranta adalah, Batu Ringin dan Pangiringan. Diapun akhirnya memutuskan tinggal di Gotting.

Setalah lama tinggal di sana. Diapun mengunjungi daerah-daerah kekuasannya dan menetapkan beberapa peraturan, larangan dan pembentukan pasar yang disebut Onan. Diantaranya sampai ke Hulu di negeri Yakman (Aek Riman?).

Keberhasilannya membina kerajaanya membuatnya terkenal sebagi raja Batak yang paling disegani di luar Luat Toba dan Dairi. Diapun akhirnya mempunyai dua anak laki-laki dan satu perempuan dari permaisurinya yang baru. Anak perempuannya satu-satunya akhirnya disunting seorang raja di Aceh.

Putra pertaman bernama Pucaro Duan atau Pucur Dalan dan yang paling muda bernama Guru Marsakot. Raja Padosi kemudian meninggal dunia di Gotting karena ujur meninggalkan kedua putranya menjadi pemimpin di kerajaannya.

Setelah melewati masa, kedua putranya tersebut berusah untuk membangun pemukiman sendiri lepas dari bayang-bayang ayahnya.

“Lebih baik kita mebuat pemukiman masing-masing. Tinggal di sini akan membuat kita kesulitan mengatasi persoalan apabila bersama. Purba, abang kita juga telah membuka kampung yang baru,” kata Pucaro ke Guru Marsakot.
bersambung (2 tamat)

Tuanku Dorong Hutagalung-Sultan Negeri Sibogah

ssIBOLGASULTAN SIBOLGA

 

 

 

 

 

Menurut penulis Sejarah Sibolga, Tengku Luckman Sinar dengan mengutip hasil catatan riset seorang pembesar Belanda, EB Kielstra – disebutkan bahwa sekitar tahun 1700 seorang dari Negeri Silindung bernama Tuanku Dorong Hutagalung mendirikan Kerajaan Negeri Sibogah, yang berpusat di dekat Aek Doras. Dalam catatan EB Kielstra ditulis tentang Raja Sibolga: “Disamping Sungai Batang Tapanuli, masuk wilayah Raja Tapian Nauli berasal dari Toba, terdapat Sungai Batang Sibolga, di mana berdiamlah Raja Sibolga.”
Penetapan tahun 1700 itu diperkuat analisis tingkat keturunan yakni bahwa Marga Hutagalung yang telah berdiam di Sibolga sudah mencapai sembilan keturunan. Kalau jarak kelahiran antara seorang ayah dengan anak pertama adalah 33 tahun -angka ini adalah rata-rata usia nikah menurut kebiasaan orang Batak—lalu dikalikan jumlah turunan yang sudah sembilan itu, itu berarti sama dengan 297 tahun. Maka kalau titik tolak perhitungan adalah tahun 1998, yaitu waktu diselenggarakannya Seminar Sehari Penetapan Hari Jadi Sibolga pada 12 Oktober 1998, itu berarti ditemukan angka 1701 tahun.
sibolga
Tentang nama atau sebutan Sibolga, dicerita-kan bahwa pada awal-nya Ompu Datu Hurinjom yang membuka perkampungan Simaninggir, mempu-nyai postur tubuh tinggi besar, di samping memiliki tenaga dalam yang kuat. Adalah tabu bagi orang Batak menyebut nama seseorang secara langsung apalagi orang tersebut lebih tua dan dihormati, maka untuk menyebut nama kampung yang dibuka Ompu Datu Hurinjom dipakai sebutan “Sibalgai”, yang artinya kampung atau huta untuk orang yang tinggi besar.

Asal kata Sibolga dengan pengertian tersebut lebih dapat diterima daripada untuk istilah “Bolga-Bolga”, yaitu nama sejenis ikan yang hidup di pantai berawa-rawa; atau istilah “Balga Nai” yang berarti besar untuk menunjukkan ke arah luasnya lautan. Orang Batak biasanya menggunakan kata “bidang” untuk menggambarkan sesuatu yang luas, bukan kata balga yang berarti besar.

Tapi apa pun kisah awal kelahiran nama dan Kerajaan Sibolga, kota di Teluk Tapian Nauli ini telah menjalankan peran sejarah yang sangat berarti. Di masa lalu Sibolga berjaya sebagai pelabuhan dan gudang niaga untuk barang-barang hasil pertanian dan perkebunan seperti karet, cengkeh, kemenyan dan rotan. Inggris bahkan pernah menjadikan Sibolga sebagai pelabuhan gudang niaga lada terbesar di Teluk Tapian Nauli.
sibolga -2
Lebih dari itu, berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 7 Desember 1842 tempat kedudukan Residen Tapanuli dipindahkan dari Air Bangis ke Sibolga, dan sejak itulah Sibolga resmi menjadi Ibukota Keresidenan. Meski statusnya sebagai Ibukota Keresidenan sempat dipindahkan ke Padang Sidempuan antara tahun 1885 – 1906, namun predikat itu akhirnya kembali lagi ke Sibolga berdasarkan Staadblad yang dikeluarkan pada 1906 itu.

Dalam perjalanannya, pada 1850, di masa Mohd Syarif menjadi Datuk Poncan, bersama-sama dengan Residen Kompeni Belanda bernama Conprus, mereka pindah dari Pulau Poncan ke Pasar Sibolga. Pada tahun ini pula rawa-rawa besar itu ditimbun untuk menyusunnya menjadi sebuah negeri pula.

Sibolga jolong basusuk
Banda digali urang rantau
Jangan manyasa munak barisuk
Kami sapeto dagang sansai

Maksudnya yakni bahwa pada mulanya Kota Sibolga ini dibangun dengan menggali parit-parit dan bendar-bendar untuk mengeringkan rawa-rawa besar itu, dengan menggerakkan para narapidana (rantai) serta ditambah dengan tenaga-tenaga rodi, ditim-bunlah sebagian rawa-rawa itu dan berdirilah negeri baru Pasar Sibolga.

Di masa Sibolga dibangun menjadi kota, istana raja yang berada di tepi Sungai Aek Doras dan pemukiman di sekelilingnya dipindahkan ke kampung baru, Sibolga Ilir. Di atas komplek tersebut dibangun pendopo Residen dan perkantoran Pemerintah Belanda. Walaupun pada tahun 1871 Belanda menghapuskan sistem pemerintahan raja-raja dan diganti dengan Kepala Kuria, namun Anak Negeri menganggapnya tetap sebagai Raja dan sebagai pemangku adat.
sibolga -3
Sementara Datuk Poncan di Sibolga diberi jabatan sebagai Datuk Pasar dan tugasnya memungut pajak anak negeri yang tinggal di Kota Sibolga terhadap warga Cina perantauan, Di dalam melaksanakan tugasnya, Datuk Pasar dibantu oleh Panghulu Batak, Pangulu Malayu, Pangulu Pasisir, Pangulu Nias, Pangulu Mandailing dan Pangulu Derek.

Pada 1916 Datuk Stelsel dihapuskan serta diganti dengan Demang Stelsel, mengepalai satu-satu distrik menurut pembagian yang diadakan, dalam mana Pasar Sibolga masuk Distrik Sibolga, sebagaimana beberapa resort kekuriaan. Untuk memudahkan kontrol berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi tujuh Afdeling yaitu Afdeling Singkil, Sibolga, Nias, Barus, Natal, Angkola dan Mandailing. Sedangkan Afdeling Sibolga terdiri dari beberapa distrik yakni Distrik Sibolga, Distrik Kolang, Tapian Nauli, Sarudik, Badari, dan Distri Sai Ni Huta.

Pada masa Pemerintahan Militer Jepang, Kota Sibolga dipimpin oleh seorang Sityotyo (baca: Sicoco) di samping jabatannya selaku Bunshutyo (baca: Bunsyoco), tapi dalam kenyataanya adalah Gunyo yang memegang pimpinan kota sebagai kelanjutan dari Kepala Distrik yang masih dijabat oleh bekas demang, ZA Sutan Kumala Pontas.

Pada masa pendudukan Jepang, Mohammad Sahib gelar Sutan Manukkar ditunjuk sebagai Kepala Kuria dengan bawahan Mela, Bonan Dolok, Sibolga Julu, Sibolga Ilir, Huta Tonga-tonga, Huta Barangan dan Sarudi. Beliau inilah yang menjadi Kepala Kuria yang terakhir di Sibolga karena setelah zaman kemerdekaan, sekitar tahun 1945 istilah Kepala Kuria praktis sudah tidak ada lagi.

Mengenai Sejarah Kuno Sibolga

Tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan bumi Teluk Tapian Nauli mulai dihuni orang. Namun berdasarkan sejumlah catatan sejarah, diperkirakan sejak tahun 1500 sudah terjadi hubungan dagang antara para penghuni Teluk Tapian Nauli dengan dunia luar yang paling jauh yakni negeri orang-orang Gujarat dan pendatang dari negeri asing lain seperti Mesir, Siam, Tiongkok. Para golongan terkemuka Tapian Nauli juga sudah dikenal di Mesopotamia, paling tidak melalui sejarah lisan yang dibawa saudagar Arab.

Tercatat pula bahwa pada tahun 1500 itu pelaut Portugis sudah hilir mudik di lautan dalam rangka mencari dan mengumpulkan rempah-rempah untuk dibawa ke Eropa. Uang Portugis yang beredar di kalangan masyarakat yang berdiam di Teluk Tapian Nauli saat itu merupakan salah satu bukti. Ketika itu keberadaan Teluk Tapian Nauli sangat penting. Selain sebagai pangkalan pengambilan garam, dusun ini terkenal juga sebagai pangkalan persinggahan perahu-perahu mancanegara guna mengambil air untuk keperluan pelayaran jauh.

Peranan Teluk Tapian Nauli sebagai pangkalan persinggahan dan pelabuhan dagang semakin dikukuhkan ketika Belanda dan Inggris memasuki wilayah itu di kemudian hari. Kapal Belanda di bawah pimpinan Gerard De Roij datang kepantai Barat Sumatera—Teluk Tapian Nauli—pada 1601. Sedangkan Inggris memasuki wilayah ini pada 1755.

Kehadiran dan gerak langkah Belanda dan Inggris di Teluk Tapian Nauli bisa dilihat dari beberapa kronologi peristiwa berikut ini:

1604 : Perjanjian antara Aceh dengan Belanda, yaitu antara Sultan Iskandar dengan Oliver.

1632 : Kapal Belanda mulai berhadapan dengan Inggris di Pantai Barat Sumatera dalam rangka kepentingan dagang.

1667 : Belanda mendirikan benteng (loji) di Padang.

1668 : Belanda mulai dengan politik adu domba, menghasut Tiku dan Pariaman lepas dari Aceh. Barus pro Pagaruyung diusir dari berbagai tempat.

1669 : Setelah berkuasa di Sumatera Barat, Belanda mulai mengincar pesisir Tapanuli dan mendirikan loji di Barus.

1670 : Karena keserakahan Belanda (VOC) dengan praktek dagangnya yang monopolistis, pemberontakan di Barus terhadap Belanda tidak dapat dielakkan dan terus meningkat. Raja Barus dibantu oleh adiknya Lela Wangsa berhasil mengusir Belanda dan menghancurkan loji Belanda.

1678 : Belanda dapat membalas, namun pada ketika itu perang sengit antara Raja Barus dengan Belanda terus berkobar. Raja Barus melakukan taktik gerilya. Putera raja di Hulu berhasil membuhuh dokter Belanda dan seorang serdadu Belanda. Namun Belanda berhasil menangkap Raja I^ela Wangsa dan membuangnya ke Afrika Selatan.

1733 : Belanda semakin merajalela dengan berhasilnya menangkap Raja Barus. Seterusnya bukan hanya Barus saja yang diserang, tapi Belanda juga menyerang Sorkam. Kolang dan Sibolga.

1734 : Oleh karena Belanda telah melakukan penyerangan terhadap Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli, maka Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli mengkonsolidasikan diri, maka lahun ini terjadilah peperangan secara besar-besaran terhadap Belanda. Serangan datang dari Sibolga, Kolang, Sorkam dan Barus dipelopori anak Yang Dipertuan Agung Pagaruyung.

1735 : Belanda terkejut dan kewalahan menghadapi peperangan ini. Belanda melakukan penelitian, dan ternyata diketahui bahwa semangat patriotisme yang dikobarkan dari Raja Sibolga itulah sumber kekuatan. Belanda ingin melampiaskan rasa penasarannya kepada Raja Sibolga, namun tidak berhasil, Antara 1755-1815 pesisir Pantai Barat Sumatera Utara, Teluk Tapian Nauli, berada di bawah pengaruh Inggris. Pada 1755 Inggris memasuki Tapian Nauli dan membuat benteng di Bukit Pulau Poncan Ketek (Kecil). Mereka mulai menguasai loji-loji Belanda dan markas Aceh yang berada di pesisir Barat Tapanuli.

1758 : Pasukan Inggris mulai mengusir loji-loji Belanda dan juga markas Aceh dari pesisir barat Tapanuli. Silih berganti usir-mengusir antara Inggris dengan Belanda.

1761 : Perancis meninggalkan Poncan. Kemudian Inggris datang bekerjasama dengan penduduk Tapian Nauli dan Sibolga.

1770 : Karena suasana perdagangan mulai tenang, maka Inggris mendatangkan budak dari Afrika dan India untuk mengerjakan urusan dagang dan perkebunan Inggris. Kuria

Tapian Nauli dan Raja Sibolga merasa keberatan atas tindak tanduk Inggris ini.
1771 : Stains East Indian Company Inggris di Tapanuli dinaikkan menjadi “Residency Tappanooly”.

1775 : Karena dagang Inggris mulai menurun karena tidak mendapat simpati dari Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga, maka Belanda mengambil kesempatan mengadakan perjanjian dagang dengan Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga.

1780 : Puncak perselisihan antara Belanda dengan Inggris adalah persoalan monopoli garam. Kesempatan ini dipergunakan oleh Aceh untuk menyerang Inggris di Teluk Tapian Nauli. Aceh untuk sementara dapat menduduki Teluk Tapian Nauli, akan tetapi Inggris meminta bantuan dari Natal dan Inggris kembali menduduki Tapian Nauli (Poncan Ketek).

1786 : Aceh kembali menyerang Inggris di Tapian Nauli. Serangan ini tidak berhasil karena Inggris meminta bantuan ke Natal.

1801 : Jhon Prince ditetapkan menjadi Residen Tapanuli berkedudukan di Poncan Ketek. Sejak saat itu Poncan Ketek mulai ramai didatangi oleh orang Cina, India, dan lain-lain.

1815 : Residen Jhon Prince mengadakan kontrak perjanjian dengan Raja-Raja sekitar Teluk Tapian Nauli, termasuk Raja Sibolga. Perjanjian ini disebut “Perjanjian Poncan” atau “Perjanjian Batigo Badusanak”.

1825 : Inggris menyerahkan Poncan kepada Belanda, sebagai realisasi Traktat London 17-3-1824.

1850 : Belanda mulai menata pemukiman di Sibolga dengan menimbun rawa-rawa dan membuat parit-parit.

1851 : Pengukuhan Adat Pusaka di Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya oleh Residen Tapanuli Conprus.

Wujud Akulturasi Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Indonesia (1)

Pengertian Akulturasi:

Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian

menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya (Harsoyo).

Lebih jelasnya dapat dilihat pada : https://togapardede.wordpress.com/2013/02/20/wujud-akulturasi-kebudayaan-hindu-budha-dengan-kebudayaan-indonesia/

“Wujud Akulturasi Kebudayaan Hindu-Budha dengan Kebudayaan Indonesia”

Budaya Nusantara sebelum Islam datang

Sebelum Islam masuk ke bumi Nusantara, sudah terdapat banyak suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, sosial dan budaya di Nusantara yang berkembang. Semua itu tidak terlepas dari pengaruh sebelumnya, yaitu kebudayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme), dan Hindu Budha yang berkembang lebih dulu daripada Islam.

Seperti halnya kondisi masyarakat daerah pesisir pada waktu itu, bisa dikatakan lebih maju daripada daerah lainnya. Terutama pesisir daerah pelabuhan. Alasannya karena daerah pesisir ini digunakan sebagai pelabuhan dan pusat perdagangan. Penduduk pesisir tekena percampuran budaya (akulturasi) dengan pedagang asing yang singgah. Secara tidak langsung, dalam perdagangan yang dilakukan antara keduanya, mereka menjadi mengerti kebudayaan pedagang asing. Pedagang asing ini seperti pedagang dari Arab, Persia, China, India dan Eropa.

Berbeda dengan daerah pedalaman yang lebih tertutup (konservatif) dari budaya luar. Sehingga mereka lebih condong pada kebudayaan nenek moyang mereka dan sulit menerima kebudayaan dari luar. Awalnya Islam masuk dari pesisir kemudian menuju daerah pedalaman. Masuknya Islam masih sudah terdapat kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Budha yang masih eksis, diantaranya adalah kerajaan Majapahit dan kerajaan Sriwijaya. Selain itu terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang tidak tersentuh oleh pengaruh Hindu dari India. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi misalnya Gowa, Wajo, Bone dan lainnya. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi tidak menunjukkan adanya pengaruh Hindu. Contohnya dalam penguburan pada masyarakat Gowa masih berdasarkan tradisi nenek moyang, yaitu dilengkapi dengan bekal kubur.

Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara daripada Islam. Islam masuk ke Nusantara bisa dengan mudah dan lebih mudah diterima masyarakat pada waktu itu dengan berbagai alasan. Pertama, situasi politik dan ekonomi kerajaan Hindu, Sriwijaya dan Majapahit yang mengalami kemunduran. Hal ini juga disebabkan karena perluasan China di Asia Tenggara, termasuk Nusantara.

budha

 

 Penyebab akulturasi budaya Nusantara dengan nilai-nilai Islam

 

Akibat dari kemunduran situasi politik. adipati-adipati pesisir yang meklakukan perdagangan dengan pedagang muslim. Dan akhirnya mereka menjadi penerima Agama Islam. Situasi politik seperti itu mempengaruhi masuknya Islam ke Nusantara lebih mudah. Karena kekacauan politik, mengakibatkan kacauan pada budaya dan tradisi masyarakat. Kedua, kekacauan budaya ini digunakan oleh mubaligh-mubaligh dan pedagang muslim yang sudah mukim untuk menjalin hubungan yang lebih dekat. Yaitu melalui perkawinan. Akibatnya pada awal Islam di Nusantara sudah ada keturunan arab atau India. Misalnya di Surakarta terdapat perkampungan Arab, tepatnya di para Kliwon (kampung Arab).

Setelah masuknya Islam di Nusantara, terbukti budaya dan ajaran islam mulai berkembang. Hal ini tidak bisa terlepas dari peran Mubaligh-mubaligh dan peran Walisongo di Jawa. Bukti bahwa ajaran islam sudah dikerjakan masyarakat Nusantara. Di kota-kota besar dan kecil yang sudah islam, terdapat bangunan-banguna masjid yang digunakan untuk berjamaah. Hal itu merupakan bukti budaya yang telah berkembang di nusantara.

Kesejahteraan dan kedamaian tersebut dimantapkan secara sosio-religius dengan ikatan perkawinan yang membuat tradisi Islam Timur Tengah menyatu dengan tradisi Nusantara atau Jawa. Akulturasi budaya ini tidak mungkin terelakkan setelah terbentuknya keluarga muslim yang merupakan nucleus komunitas muslim dan selanjutnya memainkan peranan yang sangat besar dalam penyebaran Islam. Akulturasi budaya ini semakin menemukan momentumnya saat para pedagang ini menyunting keluarga elit pemerintahan atau keluarga kerajaan yang berimplikasi pada pewarisan “kekuatan politik” di kemudian hari.

peta

Tiga daerah asal para pedagang tersebut dari Arab (Mekah-Mesir), Gujarat (India), dan Persia (Iran) tersebut menambah varian akulturasi budaya Islam Nusantara semakin plural. Hal ini bisa dirujuk adanya gelar sultan al-Malik bagi raja kesultanan Samudra Pasai. Gelar ini mirip dengan gelar sultan-sultan Mesir yang memegang madzhab syafi’iah, gaya batu nisan menunjukkan pengaruh budaya India, sedangkan tradisi syuroan menunjukkan pengaruh budaya Iran atau Persia yang syi’ah. Budaya Islam Nusantara memiliki warna pelangi.

Di saat para pedagang dan kemunitas muslim sedang hangat memberikan sapaan sosiologis terhadap komunitas Nusantara dan mendapatkan respon yang cukup besar sehingga memiliki dampak politik yang semakin kuat, di Jawa kerajaan Majapahit pada abad ke-14 mengalami kemunduran dengan ditandai candra sangkala, sirna ilang kertaning bumi (1400/1478 M) yang selanjutnya runtuh karena perang saudara. Setelah Majapahit runtuh daerah-daerah pantai seperti Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, Pati, Yuwana, Jepara, dan Kudus

mendeklarasikan kemerdekaannya kemudian semakin bertambah kokoh dan makmur.

Dengan basis pesantren daerah-daerah pesisir ini kemudian mendaulat Raden Fatah yang diakui sebagai putra keturunan Raja Majapahit menjadi sultan kesultanan Demak yang pertama. Demak sebagai “simbol kekuatan politik” hasil akulturasi budaya lokal dan Islam menunjukkan dari perkawinan antara pedagang Muslim dengan masyarakat lokal sekaligus melanjutkan “warisan” kerajaan Majapahit yang dibangun di atas tradisi budaya Hindu-Budhis yang kuat sehingga peradaban yang berkembang terasa bau mistik panteistiknya dan mendapat tempat yang penting dalam kehidupan keagamaan Islam Jawa sejak abad ke 15 dan 16. Hal ini bisa ditemukan dalam karya sastra Jawa yang menunjukkan dimensi spiritual mistik yang kuat.

Islam yang telah berinteraksi dengan budaya Arab, India, dan Persia dimatangkan kembali dengan budaya Nusantara yang animis-dinamis dan Hindu-Budhis. Jika ditarik pada wilayah lokal Jawa masyarakat muslim Jawa menjadi cukup mengakar dengan budaya Jawa Islam yang memiliki kemampuan yang kenyal (elastis) terhadap pengaruh luar sekaligus masyarakat yang mampu mengkreasi berbagai budaya lama dalam bentuk baru yang labih halus dan berkualitas.

Asimilasi budaya dan akomodasi pada akhirnya menghasilkan berbagai varian keislaman yang disebut dengan Islam lokal yang berbeda dengan Islam dalam great tradition. Fenomena demikian bagi sebagian pengamat memandangnya sebagai penyimpangan terhadap kemurnian Islam dan dianggapnya sebagai Islam sinkretis. Meskipun demikian, banyak peneliti yang memberikan apresiasi positif dengan menganggap bahwa setiap bentuk artikulasi Islam di suatu wilayah akan berbeda dengan artikulasi Islam di wilayah lain.

Untuk itu gejala ini merupakan bentuk kreasi umat dalam memahami dan menerjemahkan Islam sesuai dengan budaya mereka sendiri sekaligus akan memberikan kontribusi untuk memperkaya mozaik budaya Islam. Proses penerjemahan ajaran Islam dalam budaya lokal memiliki ragam varian seperti ritual suluk bagi masyarakat Minangkabau yang mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah, sekaten di Jogjakarta, lebaran di Indonesia, dan lain sebagainya.

Persinggungan Islam di Jawa dengan budaya kejawen dan lingkungan budaya istana (Majapahit) mengolah unsur-unsur hinduisme dan budaya pedesaan (wong cilik) yang tetap hidup meskipun lambat laun penyebaran dan tradisi keislaman semakin jelas hasilnya. Budaya Islam masih sulit diterima dan menembus lingkungan budaya Jawa istana yang telah canggih dan halus itu.

Penolakan raja Majapahit tidak terhadap agama baru, membuat Islam tidak mudah masuk lingkungan istana. Untuk itu para dai agama Islam lebih menekankan kegiatan dakwahnya dalam lingkungan masyarakat pedesaan, terutama daerah pesisiran dan diterima secara penuh oleh masyarakat pedesaan sebagai peningkatan budaya intelektual mereka. Dalam kerja sosial dan dakwahnya, para Wali Songo juga merespon cukup kuat terhadap sikap akomodatif terhadap budaya tersebut. Di antara mereka yang sering disebut adalah Sunan Kalijaga.

kalijaga

Demoralisasi yang terjadi di Jawa karena perang saudara tersebut, kalangan muslim, lewat beberapa tokohnya seperti Sunan Kalijaga mampu menampilkan sosok yang serba damai dan rukun. Jawa sebagai negeri pertanian yang amat produktif, damai, dan tenang. Sikap akomodatif yang dilakukan oleh para dai ini melahirkan kedamaian dan pada gilirannya menumbuhkan simpati bagi masyarakat Jawa. Selain karena proses akulturasi budaya akomodatif tersebut, menurut Ibnu Kholdun, juga karena kondisi geografis seperti kesuburan dan iklim atau cuaca yang sejuk dan nyaman yang berpengaruh juga terhadap perilaku penduduknya. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Syahrastani, dalam al-Milal wa al-Nihal yang menyebutkan ada pengaruh posisi atau letak geografis dan suku bangsa terhadap pembentukan watak atau karakter penduduknya.

Faktor fisiologis mempengaruhi watak psikologis dan sosialnya. Begitu juga letak geografis, tingkat kesuburan, dan kesejukan pulau Jawa akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku dan bersikap. Siapapun yang ingin sukses di Jawa ia harus memperhatikan karakteristik ini sehingga strategi dan pendekatan yang digunakan bisa berjalan dengan baik dan efektif.

Akulturasi dan adaptasi keislaman orang Jawa yang didominasi keyakinan campuran mistik konsep Hindu-Budha disebut kejawen atau juga dinamakan agama Jawi. Sementara penyebaran Islam melalui pondok pesantren khususnya di daerah pesisir utara belum mampu menghilangkan semua unsur mistik sehingga tradisi Islam kejawen tersebut masih bertahan. Pemeluk kejawen dalam melakukan berbagai aktivitasnya dipengaruhi oleh keyakinan, konsep pandangan, dan nilai-nilai budaya yang berbeda dengan para santri yang mengenyam pendidikan Islam lebih murni.

Pengaruh nilai-nilai Islam dalam budaya Nusantara

 

Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya, dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”, yang dipengaruhi Islam.

Tradisi besar (Islam) adalah doktrin-doktrin original Islam yang permanen, atau setidak-tidaknya merupakan interpretasi yang melekat ketat pada ajaran dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin ini tercakup dalam konsepsi keimanan dan syariah-hukum Islam yang menjadi inspirasi pola pikir dan pola bertindak umat Islam. Tradisi-tradisi ini seringkali juga disebut dengan center (pusat) yang dikontraskan dengan peri-feri (pinggiran).

Tradisi kecil (tradisi local, Islamicate) adalah realm of influence- kawasan-kawasan yang berada di bawah pengaruh Islam (great tradition). Tradisi local ini mencakup unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian budaya yang meliputi konsep atau norma, aktivitas serta tindakan manusia, dan berupa karya-karya yang dihasilkan masyarakat.

Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya local ini kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan budaya selanjutnya.

Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya local yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam.

Budaya-budaya local yang kemudian berakulturasi dengan Islam antara lain acara slametan (3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh Hari). Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa. Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini, melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa. Dengan kata lain kedatangan Islam di nusantara dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya local.

Pada sisi lain, secara fisik akulturasi budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung Banten yang beratap tumpang, berbatu tebal, bertiang saka, dan sebagainya benar-benar menunjukkan ciri-ciri arsitektur local. Sementara esensi Islam terletak pada “ruh” fungsi masjidnya. Demikian juga dua jenis pintu gerbang bentar dan paduraksa sebagai ambang masuk masjid di Keraton Kaibon. Namun sebaliknya, “wajah asing” pun tampak sangat jelas di kompleks Masjid Agung Banten, yakni melalui pendirian bangunan Tiamah dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut.

Dalam perkembangan selanjutnya sebagaimana diceritakan dalam Babad Banten, Banten kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Kraton Banten sendiri dilengkapi dengan struktur-struktur yang mencirikan prototype kraton yang bercorak Islam di Jawa, sebagaimana di Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta. Ibukota Kerajaan Banten dan Cirebon kemudian berperan sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional dengan ciri-ciri metropolitan di mana penduduk kota tidak hanya terdiri dari penduduk setempat, tetapi juga terdapat perkampungan-perkampunan orang-orang asing, antara lain Pakoja, Pecinan, dan kampung untuk orang Eropa seperti Inggris, Perancis dan sebagainya.

Dalam bidang kerukunan, Islam di daerah Banten pada masa lalu tetap memberikan perlakuan yang sama terhadap umat beragama lain. Para penguasa muslim di Banten misalnya telah memperlihatkan sikap toleransi yang besar kepada penganut agama lain. Misalnya dengan mengizinkan pendirian vihara dan gereja di sekitar pemukiman Cina dan Eropa. Bahkan adanya resimen non-muslim yang ikut mengawal penguasa Banten. Penghargaan atau perlakuan yang baik tanpa membeda-bedakan latar belakang agama oleh penguasa dan masyarakat Banten terhadap umat beragama lain pada masa itu, juga dapat dilisaksikan di kawasan-kawasan lain di nusantara, terutama dalam aspek perdagangan. Penguasa Islam di berbagai belahan nusantara telah menjalin hubungan dagang dengan bangsa Cina, India dan lain sebagainya sekalipun di antara mereka berbeda keyakinan.

Aspek akulturasi budaya local dengan Islam juga dapat dilihat dalam budaya Sunda adalah dalam bidang seni vokal yang disebut seni beluk. Dalam seni beluk sering dibacakan jenis cirita (wawacan) tentang ketauladanan dan sikap keagamaan yang tinggi dari si tokoh. Seringkali wawacan dari seni beluk ini berasal dari unsur budaya local pra-Islam kemudian dipadukan dengan unsur Islam seperti pada wawacan Ugin yang mengisahkan manusia yang memiliki kualitas kepribadian yang tinggi. Seni beluk kini biasa disajikan pada acara-acara selamatan atau tasyakuran, misalnya memperingati kelahiran bayi ke-4- hari (cukuran), upacara selamatan syukuran lainnnya seperti kehamilan ke-7 bulan (nujuh bulan atau tingkeban), khitanan, selesai panen padi dan peringatan hari-hari besar nasional.

Akulturasi Islam dengan budaya-budaya local nusantara sebagaimana yang terjadi di Jawa didapati juga di daerah-daearah lain di luar Jawa, seperti Sumatera Barat, Aceh, Makasar, Kalimantan, Sumatera Utara, dan daerah-daerah lainnya. Khusus di daerah Sumatera Utara, proses akulurasi ini antara lain dapat dilihat dalam acara-acara seperti upah-upah, tepung tawar, dan Marpangir.

bersambung……………………

Pulau Mursala Dan Putri Runduk (2-habis)

 

Masih versi sejarah kisah Putri Runduk, dari buku Sejarah Masuknya Islam ke Bandar Barus Sumatera Utara tulisan Dada Meuraxa (1973) dalam Sub Judul ”LEGENDA ABAD KE-7 TENTANG PUTRI RUNDUK DI PANTAI FANSUR ” (Hal.29) dan ”PUTRI RUNDUK RATU JAYADANA?” (Hal.31), disebutkan; Di pesisir Tapanuli Tengah di wilayah Barus tersebut terdapat satu cerita yang paling terkenal di sana yaitu Putri Runduk seorang ratu yang amat cantik. Rupanya putri itu sudah beragma Islam dan berkedudukan di Patupangan di tepi Bandar Fansur.

Oleh kecantikan sang ratu yang luar biasa itu, beberapa raja disebutkan ingin meminang ratu, antara lain; Pada tahun 732 M Raja Senjaya dari Jawa (Mataram?) , Raja Cina (tak jelas nama dan silsilahnya), juga Raja Janggi (disebut dari India, atau Sudan Afrika?).

Raja Cina berkumpul di Singkuang–Natal, Raja Janggi berkumpul di Lobu Tuo, Raja Senjaya berhasil menawan Putri Runduk.

Kisah dan cerita selanjutnya hampir seirama, kecuali tembahan informasi penolakan Putri Runduk atas pinangan Raja-Raja dari luar itu karena berbeda agama.

pulau putri Runduk

Baiknya kita ikuti salah satu legenda yang berkembang di masyarakat tentang legenda Puti Runduk:

Alkisah disuatu negeri yang berada dikawasan pesisir pantai barat yang dikenal dengan nama SIBOLGA KOTA BERBILANG KAUM, terdapat satu legenda yang dikenal dengan nama LEGENDA PUTRI RUNDUK dimana legenda tersebut dipercaya oleh penduduk Kota Sibolga sebagai satu legenda yang menceritakan tentang kecantikan seorang Putri yang berkuasa di Pulau MURSALA sebagai tahta kerajaannya. Kecantikan Putri Runduk ini sangat termasyhur sampai keseluruh pelosok Negeri bahkan sampai ke Manca Negara, sehingga banyak para Raja dan Pangeran ingin mensuntingnya. Selain itu legenda putri runduk ini juga dipercaya oleh orang pesisir Sibolga sebagai satu legenda yang merupakan cikal bakal lahirnya KESENIAN PESISIR SIBOLGA yang dikenal dengan nama KESENIAN SIKAMBANG, dimana kata Sikambang di ambil dari nama seorang dayang Putri Runduk yaitu dayang Sikambang yang di tinggalkan Putri Runduk ketika beliau melarikan diri dari kejaran Raja Janggi dengan berkata “ Tinggallah Engkau Dayang Kambang !!!”. maka oleh sebab itu orang pesisir sibolga ketika menyanyikan lagu Sikambang selalu di awali dengan jeritan “ Maule……….. Kambang!!!!!!!!”

Putri Runduk adalah putri yang sangat cantik dimana kecantikannya terkenal keseluruh pelosok negeri bahkan sampai ke Benua Eropa, sehingga banyak para raja dan pangeran ingin menjadikannya sebagai permaisuri, tapi sayangnya Putri Runduk sudah mempunyai tautan hati yaitu seorang datuk dari negeri Sorkam yang bernama DATUK ITAM.

pulau mursala

Hubungan Putri Runduk dengan Datuk Itam telah berjalan dengan baik tapi karena jarak yang cukup jauh yakni antara kepulauan Mursala dengan Sorkam, dan adat istiadat Negeri menjadikan hubungan mereka terlihat kurang harmonis, namun hati mereka berdua selalu terpaut, bak kata pepatah “ Jauh dimata, Dekat di Hati”. Hal inilah yang menyebabkan kedua sejoli tadi kurang saling berkomunikasi, sampai suatu ketika terjadilah petaka yang menimpa Putri Runduk dengan singgasana di Pulau Mursala, akibat datangnya seorang Raja dari Negeri jauh yang oleh penduduk Sibolga dipercaya sebagai Raja yang berasal dari Benua Eropa yang bernama Raja Janggi.

Suatu ketika di taman kerajaan di Pulau Mursala Putri Runduk terlihat melamun, hal itu diperhatikan oleh dayangnya sikambang. Putri Runduk duduk melamun dan termenung. “ Duhai Tuan Putri, ada apa gerangan? Mengapa wajah Tuan Putri bermuram durja tanya dayang Sikambang. “ pandanglah dayangku, dilangit awan hitam berarak, mentari tak menampakkan wajahnya, seakan-akan berbisik padaku akan ada terjadi sesuatu di negeri ini” jawab Putri Runduk. Kemudian dayang sikambang memandang kelangit dan melihat awan hitam yang mengelabuhi langit, sebenarnya dayang sikambang juga memiliki firasat yang buruk akan tetapi berusaha menghibur Putri Runduk dengan berkata “ Akh, jangan terlalu dirisaukan Tuan Putri, barangkali, itu hanya firasat saja, mungkin sebentar lagi hujan akan turun”. Putri Runduk terdiam sejenak masih dengan wajah yang tampak cemas lalu beliau berkata “ Tidak dayangku, hatiku selalu berbisik akan ada sesuatu yang terjadi di negeri ini”. Mendengar penjelasan putri runduk dayang sikambang berfikir untuk menghibur Tuan Putri agar tidak terlalu cemas dengan berkata kalau begitu bagaimana jika kami menghibur tuan Putri agar wajah tuan Putri tak lagi bersedih”. “baiklah dayang sikambang, engkau panggillah dayang – dayang yang lain kemari” jawab putri runduk. Dayang sikambang menghaturkan sembah dengan berkata “baiklah tuan Putri perintah akan segera hamba laksanakan”. Kemudian dayang sikambang berlalu dari hadapan Putri Runduk, dan tak berapa kemudian dayang sikambang beserta dayang lain itupun sampai ke taman dan mereka menghaturkan sembah dengan berkata “sembah kami tuan Putri, apa yang bisa kami lakukan untuk tuan Putri”. Putri Runduk menjawab “ dayang – dayangku, pukul gendang dengan jari ambil selendang mari menari”.

Dengan serta merta dayang – dayang itupun menarikan tari selendang, setelah selesai menari Putri Runduk pun bertepuk tangan sambil tersenyum menyaksikan kecantikan dayang – dayangnya ketika menari. Tatkala pertunjukan tari usai tiba-tiba datang seorang pengawal Putri Runduk dengan tergesa-gesa sambil menghaturkan sembah dengan berkata “ ampun Tuan Putri disana ada sesuatu yang tampak dari jauh”, Putri Runduk terkejut kemudian berkata “ ada apa pengawal !!!, apa yang kau lihat disana, katakan pengawal ada apa gerangan ? sehingga engkau tergesa-gesa”. Kemudian pengawalpun menjawab pertanyaan Tuan Putri dengan berkata “ ampun Tuan Putri di perairan kita ada sebuah kapal berhenti dan hamba tidak tahu, siapa, dari mana dan untuk apa mereka kemari”. Putri Runduk semakin gusar, hatinya semakin cemas dengan serta merta beliau berkata “ baiklah pengawal, segera engkau kesana !!! bawa pengawal lainnya dan tanyakan, siapa mereka, dari mana, dan untuk apa mereka kemari !!!”. selanjutnya pengawal menghaturkan sembah sembari berkata “ baiklah Tuan Putri perintah segera hamba laksanakan”. Setelah pengawal Putri Runduk berlalu, kemudian beliau mengajak dayang – dayangnya untuk meninggalkan taman kerajaan sembari berkata “ dayang sikambang dan dayang-dayang yang lain, marilah kita segera masuk ke istana firasatku berkata mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak baik”.

PULAU RAJA JANGGI

Ditempat lain sebuah kapal berhenti, kemudian turunlah seorang raja lengkap dengan pengawalnya, dengan langkah yang gagah memasuki pulau Mursala tempat bertahtanya Putri Runduk, kedatangan mereka langsung disambut dengan pertanyaan “ duhai Tuanku, siapakah tuanku? Dari mana Tuan berasal dan untuk apa Tuan kemari ?. pertanyaan pengawal tersebut langsung dijawab oleh Raja yang tak lain bernama Raja Janggi, sembari berkata “ Hai pengawal !!! aku adalah Raja Janggi dari Eropa, katakan pada Tuan Putri mu, aku ingin mensuntingnya dan menjadikannya permaisuri hiasan Negeriku” pengawal Putri terkejut mendengar ucapan sang Raja, kemudian pengawal itupun berkata “ maaf tuanku, berlayar kenegeri seberang, ikat kuda dengan temali, bila tuan ingin meminang, penuhi dulu adat negeri” Raja Janggi marah, dan dengan angkuhnya dia berkata “ akh,!!! Terlampau banyak adatmu, yang ku inginkan adalah Tuan Putrimu, sekarang juga sampaikan pada Tuan Putrimu untuk segera turun menghadapku!!!”. Melihat amarah Raja Janggi, pengawal Putri pun bersiap-siap untuk menghalangi Raja Janggi dan pengawalnya seraya berkata “ maaf Tuanku, Putri Runduk putri bestari, dipuja orang diseluruh Negeri, jika Tuan inginkan Putri kami, langkahi dulu mayat kami”. Mendengar ucapan pengawal Putri Runduk, Raja Janggi semakin marah kemudian beliau memerintahkan pengawalnya untuk menyerang pengawal Putri sembari berkata “ baiklah jika itu yang kalian inginkan, pengawal!!! Bereskan mereka agar mereka tahu siapa aku, Raja Janggi sang penguasa dari Eropa”. Dengan serta merta pengawal Raja Janggi menyerang pengawal Putri Runduk, dan terjadilah pertempuran diantara keduanya, hal tersebut menyebabkan pengawal dari keduanya berguguran jatuh ke Bumi.

Dilain tempat diatas singgasananya, sang Putri melihat kejadian itu dan menyadari petaka akan segera datang, kemudian beliau turun dari singgasananya menemui sang Raja seraya berkata “ Duhai Tuanku yang gagah perkasa, siapakah Tuan? Dari manakah Tuan? dan apa tuan tujuan kemari? Dan untuk apa Tuan melakukan semua ini, sehingga Negeri ku ini beroleh petaka”. Melihat Putri Runduk Raja Janggi tercengang, terpana seakan-akan tak menyangka akan bertemu dengan Putri yang cantik, kemudian Raja Janggi berkata “ ha……haha……haha…… rupanya engkaukah Putri Runduk yang terkenal itu? Sungguh cantik rupamu, tak salah lagi banyak Raja dan Pangeran ingin merebutmu, sungguh aku ini orang yang beruntung dapat bertemu denganmu”. Putri Runduk tak menghiraukan ucapan Raja Janggi seraya berkata “ Maaf Tuanku katakan saja siapa Tuan, dari mana asal Tuan dan untuk apa Tuan kemari !!!!”. mendengar pertanyaan Tuan Putri Raja Janggi semakin cepat ingin memberitahukan niatnya, kemudian dengan sombongnya Raja Janggi berkata “ aku adalah Raja Janggi dari Negeri Eropa, datang kemari untuk mempersunting Tuan Putri”. Mendengar ucapan Raja Janggi Tuan Putri tertegun, beliau berfikir sejenak untuk mencari akal guna menghindari maksud dan tujuan Raja Janggi karena Putri Runduk Tidak bersedia menjadi permaisuri Raja Janggi seraya berkata “ baiklah Tuanku, jika itu keinginan Tuan, aku punya satu syarat, jika syarat itu telah tuan penuhi, aku bersedia menjadi permaisuri”. Dengan serta merta Raja Janggi menyambut keinginan Putri Runduk dengan berkata “ katakan segera, apa syaratnya”. Putri Runduk mengajukan satu syarat seraya berkata. “ Tariklah Negeriku ini, sampai kedekat Sorkam, dalam waktu satu malam, bila Tuan berhasil merapatkan Negeriku ke Sorkam, maka aku bersedia menjadi permaisuri Tuan”. Mendengar syarat yang diajukan Putri Runduk, Raja Janggi menyanggupinya karena beliau merasa yakin bisa memenuhi syarat tersebut, sambil tertawa Raja Janggi berkata “ Hahaha…….hahaha….. hahahaha….. alangkah mudah syaratmu itu Putri Runduk, jangankan satu malam sebelum Fajar menyingsing, Negerimu ini akan rapat dengan Sorkam”. Putri Runduk berkata “ baiklah Tuan laksanakanlah !!!, jika Tuan tak berhasil maka segeralah meninggalkan Negeriku. Seraya berucap “ Naik kuda pasang pelana, Tarik kemudi ke Sibolga, jika Tuan sudah kalah, mohon tinggalkan Negeri hamba”. Mendengar ucapan Putri Runduk, Raja Janggi semakin ingin membuktikan ucapannya, maka dengan sombongnya Raja Janggi berkata “ Baiklah Tuan Putri yang cantik aku akan buktikan kata-kataku”.

Setelah itu Raja Janggi melaksanakan ucapannya, dengan menghimpun segenap tenaga dan kekuatan yang dia miliki, Raja Janggi berusaha menarik Pulau Mursala agar mendekati Sorkam, tak berapa lama kemudian Putri Runduk merasakan Pulau Mursala bergetar, bergeser, seolah-olah bergerak menuju arahnya, dengan serta merta Putri Runduk merasa takut jika Raja Janggi benar-benar sanggup memenuhi syaratnya, diam-diam Putri Runduk masuk kedalam istananya dan berkata kepada dayang-dayangnya “ Wahai dayang-dayangku, nampaknya Raja Janggi sanggup memenuhi syaratku, sementara aku tak suka padanya, bagaimana cara kita untuk menghalanginya?”. Melihat kecemasan Tuan Putri dayang-dayangpun berfikir sembari memberikan pendapat kepada Tuan Putri seraya berkata “ Ampun Tuan Putri, bagaimana jika kita tokok lesung dengan alu, agar ayam berkokok seolah-olah hari telah pagi”. Mendengar nasehat dayangnya dengan serta merta Putri Runduk menyetujuinya seraya berkata “ Laksanakanlah wahai dayangku, sebagai wujud baktimu padaku”. Kemudian dayang itupun mengambil lesung dan alu dan memukulnya berkali-kali sehingga ayam-ayam terbangun dan berkokok dengan nyaringnya mengira hari telah pagi. Dengan tiba-tiba Putri Runduk mendekati Raja Janggi dan berkata “ Duhai Tuan Raja Janggi yang gagah dan perkasa, ternyata Tuan tak bisa memenuhi syaratku, karena Negeriku ini belum rapat dengan Sorkam sedangkan hari sudah menjelang pagi”. Mendengar ucapan Putri Runduk, Raja Janggi tertegun dan merasa tak percaya, kemudian beliau melakukan penyelidikan dan merasa adanya keganjilan, dengan marahnya Raja Janggi berkata “ Akh, Bagaimana mungkin hari masih gelap, menurut perkiraanku, hari masih separuh malam”. Putri Runduk berusaha meyakinkan Raja Janggi seraya berkata “ mengapa Tuan tak percaya,? Dengarkanlah suara kokok ayam yang bersahut-sahutan, pertanda pagi akan menjelang”. Raja Janggi kembali tertegun dan berusaha mendengarkan suara itu dengan sebaik-baiknya, tetapi Raja Janggi tetap saja menemui sesuatu keganjilan maka dengan marahnya Raja Janggi berkata kepada Tuan Putri “ Engkau curang Putri Runduk !!! hari belum pagi, tapi engkau sengaja membangunkan ayam-ayam itu, agar berkokok seolah-olah hari sudah pagi”. Putri Runduk merasa terkejut dan menyadari keadaannya seraya berkata “ Tuan Raja Janggi, aku tak sudi padamu jika Tuan ingin menyuntingku taklukkanlah dulu diriku”. Putri Runduk bersiap-siap untuk melakukan perlawanan, melihat hal itu Raja Janggi semakin marah, kemudian Raja Janggi berkata “ Baiklah jika itu kemauanmu”. Raja Janggi menyerang Putri Runduk, maka terjadilah pertempuran yang hebat diantara keduanya, setelah beberapa lama bertempur, Putri Runduk merasa tak mampu mengalahkan Raja Janggi, dengan tiba-tiba Putri Runduk mengibaskan selendangnya kearah Raja Janggi, sehingga Raja Janggi sempoyongan, dan kesempatan itu digunakan Putri Runduk untuk melarikan diri sembari membawa semua perbekalannya yang terdiri : Setrika, Bakul, Nasi Sebungkus, Sendok, Selendang Panjang, Talam, dan Sebongkah Karang seraya berkata kepada dayangnya sikambang “ Tinggallah engkau dayang kambang !!! aku akan pergi jauh dan jagalah Negeriku”. Melihat hal tersebut, dayang sikambang terpana dengan serta merta mereka menjerit dan menangis seraya berkata “ Tuan Putri………., Tuan Putri…….., jangan tinggalkan kami”

Putri Runduk tak menghiraukan panggilan dayangnya, beliau terus berlari, dan sementara itu Raja Janggi sadar dari sempoyongannya dan langsung melakukan pengejaran sehingga terjadilah kejar-kejaran antara Putri Runduk dan Raja Janggi. Lama kelamaan Putri Runduk semakin lelah dan hampir tak sanggup lagi berlari sehingga terjatuhlah perbekalannya satu persatu ke bumi yaitu disaat jatuh Setrikanmya menurut legenda terjadilah Pulau Tarika, lalu jatuhlah Bakulnya maka jadilah Pulau Baka, kemudian jatuh kembali Nasinya yang sebungkus jadilah Pulau Situngkus, jatuh sendoknya jadilah Pulau Sendok, jatuh kembali Selendang Panjangnya maka jadilah Pulau Panjang, kemudian jatuh pula Talamnya, jadilah Pulau Talam, dan akhirnya jatuhlah sebuah karang yang beliau bawa maka jadilah Pulau Karang.

Setelah semua perbekalannya berjatuhan, Raja Janggi semakin dekat mengejarnya hampir saja Putri Runduk dapat ditangkap Raja Janggi dan Putri Runduk merasa tak mampu lagi untuk berlari dengan serta merta Putri Runduk menceburkan dirinya kedalam laut, tempat Putri Runduk menceburkan dirinya ke Laut dikenal dengan nama Pulau Putri, ketika Putri Runduk berlari menghindari kejaran Raja Janggi beliau selalu di ikuti oleh seekor Burung kesayangannya, disaat Putri Runduk menceburkan dirinya kedalam laut, burung tersebut terbang jauh seolah-olah merasa takut dengan tindakan yang dilakukan putri runduk, burung tersebut terus terbang diangkasa sambil berciut dengan keras dan sampai pada suatu tempat burung tersebut berhenti dan atas kehendak Tuhan burung tersebut menjelma menjadi sebuah Pulau yang dikenal oleh masyarakat Sibolga yaitu Pulau Ungge.

Melihat kenyataan itu Raja Janggi terkejut, beliau berhenti dan menatap ke dalam laut dan tanpa disangka, atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa Raja Janggi berubah menjadi batu yang berbentuk manusia yang berdiri membungkuk seolah – olah menatap ke dalam laut.

Di lain tempat, tepatnya di Sorkam wilayahnya Datuk Itam, tampak Datuk Itam sedang duduk di singgasananya dikelilingi oleh hulubalang dan dayangnya. Datuk Itam adalah seorang Datuk yang berasal dari Bengkulu, belayar mengharungi lautan sehingga beliau sampai di suatu Pulau yang dikenal dengan nama Pulau Poncan, disana Datuk Itam tinggal dan menetap untuk membuka perkampungan, beberapa lama kemudian, karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung untuk kehidupan yang lebih baik, Datuk Itam berpindah ke suatu Negeri yang dikenal dengan Negeri Sorkam. Disana beliau menjadi Datuk dan ketika sedang duduk dikelilingi dayang dan hulubalangnya dengan tiba-tiba datang seorang hulubalang menghadap dengan berkata “ Ampun Tuanku, hamba mendengar berita, di Pulau Mursala tempatnya Tuan Putri Runduk bertahta telah terjadi sebuah petaka”. Mendengar laporan hulubalangnya Datuk Itam Terkejut sembari berkata “ Petaka? Petaka apa maksudmu hulubalang!!!. Dengan hati-hati hulubalang menjelaskan berita yang beliau dengar sembari berkata “Menurut berita itu tuanku Putri Runduk, telah menceburkan dirinya kedalam laut, karena tak kuasa menghadapi seorang Raja yang ingin menyuntingnya secara paksa”. Datuk Itam tercengang, hatinya merasa cemas sembari berkata “ Raja? Siapakah gerangan Raja yang engkau maksudkan itu hulubalang, dan dari mana asalnya?. Hulubalang kembali menjawab pertanyaan sang Rajanya dengan berkata “ Daulat Tuanku menurut berita Raja itu bernama Janggi berasal dari Negeri Eropa”. Dengan kesal Datuk Itam mengepalkan tangannya dengan berkata “ Alangkah Biadabnya Raja itu, dan sekarang dimana Raja itu?”. Hulubalang kembali menjelaskan semuanya dengan seksama sembari berkata “ Daulat Tuanku, menurut berita Raja tersebut telah berubah menjadi Batu”. Mendengar semua penjelasan hulubalangnya, Datuk Itam semakin sedih dengan perasan yang galau beliau berkata “ ah, alangkah malang nasibmu Putri Runduk, mengapa dikau tak memberi kabar padaku, sembari bertitah “ Baiklah hulubalangku kabarkan keseluruh Negeriku, Datuk Itam Raja Sorkam beserta seluruh rakyatnya menyatakan Belasungkawa atas petaka yang menimpa Putri Runduk wanita yang menjadi pujaanku”.

Dengan serta merta seluruh Rakyat Negeri Sorkam melaksanakan keinginan Rajanya sebagai tanda turut belasungkawa. Kisah Putri Runduk yang merupakan legenda Kota Sibolga, dikenang dengan membuat nama jalan yang ada di Kota Sibolga yaitu Jalan Putri Runduk, Jalan Janggi dan Jalan Datuk Itam yang posisinya saling berdekatan.

Dari cerita legenda Putri Runduk ini dapat diambil satu kesimpulan bahwa tidak baik bertindak sewenang – wenang terhadap orang lain meskipun kita memiliki kekuatan, selain itu cerita Putri Runduk ini mencerminkan kegigihan seorang Putri untuk mempertahankan diri dan wilayahnya dari ancaman, juga mencerminkan kesetiaan dalam membina hubungan, meskipun mengorbankan dirinya serta segala sesuatu yang dilakukan dengan itikad tidak baik, akan beroleh balasan Dari Tuhan Yang Maha Esa. 

 

Dari berbagai sumber:

Pulau Mursala Dan Putri Runduk (1)

 

Pulau Mursala atau Mansalaar Island merupakan pulau terbesar yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Tengah, terletak di sebelah barat daya kota Sibolga dan masuk dalam wilayah Kecamatan Tapian Nauli. Pulau ini berada di antara Pulau Sumatera dan Pulau Nias.

Luas Pulau Mursala sekitar 8.000 ha dan dapat ditempuh selama 1 jam menggunakan kapal cepat dari Sibolga. Pulau ini dihuni sekitar 60-an KK, dan dikitari belasan pulau-pulau kecil yang kebanyakan tidak berpenghuni.  Air terjun Pulau Mursala terkenal sebagai salah satu dari sedikit air terjun di dunia yang langsung terjun ke laut. Beberapa di antaranya adalah Kilt Rock Waterfall di Skotlandia, Falls Sounds Milford di Fjords Selandia Baru, dan Jeongbang di Pulau Jeju, Korea Selatan.

Di sekitar Pulau Mursala juga terdapat pulau-pulau lain yang juga mempesona, di antaranya Pulau Puti, Pulau Silabu Na Godang, Pulau Kalimantung Na Menek, Pulau Jambe, dan masih banyak pulau yang lainnya. Pulau-pulau tersebut juga memiliki keindahan yang tak kalah dari Pulau Mursala. Laguna dengan pantai pasir putih yang menyatu antara Pulau Silabu Na Godang dengan Pulau Kalimantung Na Menek, serta perairan dangkal dengan aneka terumbu karang dan ikan hias yang indah di sekitar Pulau Jambe.

 

Air terjun Pulau Mursala rasanya tawar. Nah, ada yang misterius soal asal muasal sumber air terjun ini. Sebagian warga setempat menduga, sumber airnya berasal dari Danau Toba, yang mengalir lewat bawah tanah. Konon, terkadang ditemukan jerami di aliran air terjun saat musim panen padi di kawasan danau Toba. Tapi ada juga yang menyebut, airnya berasal dari sebuah sungai yang membelah Pulau Mursala. Mana yang benar? Belum ada penelitian yang membuktikannya.

Keunikan lain yang dimiliki air terjun pulau mursala ini adalah bahwa air terjun ini berasal dari aliran sungai terpendek didunia.  Memiliki lebar 400 meter dengan panjang hanya sekitar 700 meter. Mungkinkah ini berarti ada mata air yang begitu besar di pinggir laut?

Air terjun setinggi 35 meter ini langsung jatuh dari tebing pulau ke permukaan laut. Hasilnya, sekitar 100 meter air laut di sekitar air terjun rasanya tawar. Percampuran ini menghasilkan terumbu karang yang unik dan indah.  Untuk menyaksikan keindahan air terjun itu, Anda menyewa kapal dari Pantai Kahona Tapteng, dengan harga sewa Rp1 juta-Rp1,5 juta. (dame ambarita)

Putri Runduk

Kisah tentang ‘Putri Runduk’ sangat dikenal oleh masyarakat di sepanjang pesisir barat Sumatera Utara, mulai dari Barus sampai ke Natal, meski dengan versi masing-masing.

Dari sisi cerita, Putri Runduk tak kalah menarik dengan cerita lain yang ada di bagian lain tanah air kita. Ada cerita tentang Kejadian Danau Toba di Tanah Batak, Malin Kundang dari Minang, Sampuraga dari Mandailing, Putri Hijau dari Melayu Deli, Roro Jonggrang dari Jawa, Nyi Roro Kidul, dll.

Sebuah cerita rakyat biasanya dituturkan oleh para orang tua kepada anak dan cucu mereka. Demikianlah dari waktu ke waktu dari zaman ke zaman, cerita itu mengalir dan terwarisi oleh generasi berikutnya. Selain itu, cakupan wilayah kisah dan cerita yang sangat luas, menyangkut demografis wilayah lain, selayaknya menjadi pemikiran untuk dicari kesamaan versi dan alur ceritanya.

Siapakah sesungguhnya sosok Putri Runduk?

 

Menurut cerita, Putri Runduk adalah permaisuri Raja Jayadana yang memerintah Kota Kerajaan Barus Raya, sebuah kerajaan Islam di wilayah Sumatera Utara abad ke-7 M.

Dengan parasnya yang sangat cantik, Putri Runduk dikagumi oleh Raja Mataram Sanjaya dan Raja Janggi dari Sudan/India. Karena sang putri menolak, ia pun melarikan diri ke Pulau Mursala yang sudah porak poranda akibat diserang dan dikuasai oleh Raja Sanjaya, yang kemudian direbut oleh Raha Janggi.

Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa Putri Rungguk adalah Putri Raja Barus yang sangat Cantik yang dibuang ke salah satu pulau dekat kerajaan barus bersama hulu balangnya karena melanggar tradisi atau adat. Dan ada juga kisahnya sbb:   ketika kerajaan mongol mengirimkan utusannya kepada kerajaan-kerajaan  di jawa yaitu mojopahit,dengan membawa banyak pasukan agar kerajaan mojopahit bersedia tunduk kepada kerajaan mongol.Para utusan dan pasukan kerajaan mongol singgah dikerajaan barus yang merupakan kota niaga,lalu salah satu jendral mongol menyukai putri runduk yang merupakan putri kejaan barus,tetapi putri runduk tidak bersedia untuk dinikahi.sehingga putri runduk melarikan diri ke pulau mursala,mendengar keberadaan putri runduk yang telah melarikan diri dengan menaiki sampan(kapal kecil)pasukan mongol berserta jendralnya mencoba mengejarnya,tetapi sayang mereka kehilangan jejak putri runduk sehingga mereka(pasukan mongol) sampai ke pulau nias,sebagian dari mereka menetap dan mempunyai keturunan disana dan sebagian lagi pulang kemongol,sampai saat ini saya sangat meyakini cerita tersebut melihat suku dan ras nias sangat berbeda jauh dengan suku suku batak yg ada di SUMUT,raut wajah suku nias tidak berbeda jauh dengan raut wajah bangsa mongol.Keterangan ini dikuatkan dengan informasi pelaut yang sering melihat keberadaan dua orang wanita yangmana salah satunya memakai pakai merah dan sering memanggil kapal2 yang melintasi pulau mursala yang mereka yakini itu adalah PUTRI RUNDUK

Ditinjau dari sejarah, referensi tertulis mengenai Putri Runduk tidak banyak. Namun penulis mengutip tulisan HA Hamid Panggabean, Drs H Afif Lumbantobing dkk, dalam buku Bunga Rampai Tapian Nauli terbitan tahun 1995.

Dari halaman 211–213 disebutkan: Sekitar abad ke-7 di kota Kerajaan Barus Raya, memerintah seorang raja yang cukup ternama. Raja Jayadana (tidak disebutkan keturunan dari mana ataupun berasal dari negeri mana) namanya. Wilayah kerajaan ini membawahi daerah yang sudah memasuki era Islam, disebutkan Kota Guguk dan Koota Beriang, di dekat Kade Gadang (Barus) sekarang ini. Pada masa itu Barus telah menjadi bandar niaga rempah dan kapur Barus yang terkenal itu.

Layaknya seorang Raja, maka Raja Jayadana beristerikan (permaisuri, ratu) yang bernama Putri Runduk (tidak tertulis asal dari mana dan keturunan dari siapa).

“Kecantikan sang permaisuri sampai ke luar wilayah kerajaan. Dan Barus sebagai bandar niaga antar wilayah dan kerajaan, ikut menyebarluaskan perihal kecantikan luar biasa dari sang ratu, Putri Runduk!” tulis HA Hamid Panggabean, Drs H Afif Lumbantobing dkk, dalam bunga rampai mereka.

Disebutkan, beberapa raja di luar wilayah Barus, akhirnya berspekulasi merebut Putri Runduk dari kerajaan Jayadana. Tercatat Raja Janggi dari Sudan-Afrika, dan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram. Bahkan seorang Raja dari Cina datang melamar dengan baik-baik.

Selanjutnya ditulis, Raja Janggi dan Raja Sanjaya ingin menguasai Barus sebagai bandar perdagangan dunia pada masa itu, melalui peperangan sekaligus ingin memiliki sang ratu Putri Runduk.

Demikianlah, Raja Sanjaya berhasil menewaskan Raja Jayadana dan isterinya Putri Runduk ditawan, karena menolak lamaran Raja Sanjaya. Masalahnya Raja Sanjaya beragama Hindu, sedangkan sang putri beragama Islam.

Simaklah pantun berikut ini:

kota guguk kota bariang

            ka tigo kota di muaro

            ayam bakukuk ari siang

            puti runduk ditawan jao

red.     kota guguk kota beriang

            ke tiga kota di muara

            ayam berkokok hari siang

            putri runduk ditawan jawa

Ternyata..,inilah kesempatan yang dinanti oleh Raja Janggi. Mengetahui Putri Runduk telah ditawan oleh Raja Sanjaya, Raja Janggi dan pasukannya menyerang Raja Sanjaya. Pertempuran kembali terjadi di Barus, dan Kota Guguk pusat kerajaan Jayadana hancur porakporanda. Raja Janggi berhasil mempecundangi Raja Sanjaya.

Sekelompok pengawal setia dari sisa kerajaan Jayadana menyelamatkan ratu mereka Putri Runduk ke Pulau Morsala. Dalam pelarian inilah, disebutkan berceceran peralatan dan perbekalan yang dibawa oleh rombongan Putri Runduk, lalu terdampar di pulau-pulau kecil sekitar pulau Morsala. Dinamailah pulau-pulau itu sesuai barang yang terdampar di situ. Seperti, Pulau Situngkus, Pulau Lipek Kain, Pulau Tarika, Pulau Puteri, Pulau Janggi, dll.

Raja Janggi sampai juga di Pulau Morsala. Ketika hendak menangkap Putri Runduk, sang putri memukulkan tongkat akar bahar ke kepala Raja Janggi (tidak jelas ditulis, apakah Raja Janggi tewas atau ikut terjun ke laut mengejar Putri Runduk yang terlebih dulu terjun ke laut karena putus asa?).

Entah benar atau tidak, dari kejadian itu oleh masyarakat dikaitkan dengan pantun pesisir sebagai berkut:

            pulo puti pulo panginang

            ka tigo pulo anak janggi

            lapik putih bantal bamiang

            racun bamain dalam ati

Setelah peristiwa tragis itu, disebutkanlah seorang pembantu Putri Runduk, yang tugasnya mengurusi rumah tangga kerajaan, seorang pemuda anak nelayan miskin bernama ”Sikambang Bandahari.” Pemuda ini meratap dan menyesali diri, tak mampu membela dan menyelamatkan Putri Runduk. Ia juga meratapi majikan yang bunuh diri terjun ke laut, menyesali raja-raja zalim, dan kerajaan yang telah hancur.

Ratapan sedih Sikambang itulah.., yang akhirnya menjadi ”ratapan legendaris”, yang hari ini kita kenal sebagai lagu Sikambang..!

bersambung ………………

12 warisan si Raja Batak Sebagai Pedoman Hidup

 



Pertama: Sukkun mula ni hata, sise mula ni Uhum,
Artinya:
Untuk mengambil suatu keputusan harus dengan musyawarah,

Kedua: Jongjong adat nasotupa tabaon, nahot naso jadi husoron,
Artinya;
Adat yang telah dirancang moyang dari dulu, walaupun tidak tertulis tapi tak boleh dirubah,

Ketiga: Boni naso jadi dudaon,
Artinya;
Seseorang tidak boleh mengganggu kehidupan dan mata pencaharian orang lain,

Keempat: Parinaan ni manuk naso jadi siseaton,
Artinya;
Segala sesuatu yang telah dirancang oleh nenek-moyang tidak boleh kita hilangkan atau ditiadakan,

Kelima: Tokka do dohonon Goar ni Inang Bao, tung pe binoto,
Artinya;
Tidak akan membeberkan suatu rahasia walau sudah jelas ada bukti, kalau nanti itu akan membawa/mengakibatkan kekacauan dan perpecahan,

Keenam: Somba marhula-hula elek marboru manat mardongan tubu,
Artinya;
Falsafah Dalihan na Tolu adalah pondasi kehidupan masyarakat Batak yang harus di junjung tinggi,

Ketujuh: Jeppek Abor naso silakkaon, na ni handing sosirasrason napinarik pe sotolbakon,
Artinya;
Sekecil apapun
hukum tatanan yang telah disepakati, karena itu adalah hasil musyawarah maka tidak boleh dilanggar,

Kedelapan: Dang sitodo turpuk siahut lomo ni roha,
Artinya;
Kita harus tabah akan apa yang telah kita terima dan nikmati, karena segala kehidupan manusia ada ditangan Tuhan (Mulajadi Nabolon),

Kesembilan: Pattun hangoluan, tois hamagoan, unang pesalihon nalonga, jala unang ho makkilang,
Artinya;
Kita harus lemah lembut dan sopan santun diharapkan juga tidak akan mengambil riba/keuntungan dari orang miskin,

Kesepuluh: Nasojadi paboaon nasopatut tu ina-ina, alai muba do molo tu ina,
Artinya;
Jangan memberi informasi yang bersifat rahasia kepada orang yang suka atau sering menggosip,

Kesebelas: Mar-Bo lao tu Tapian, ehem laho tu jabu,
Artinya;
Harus membiasakan diri dalam tata karma yang sangat hati-hati agar tak terjerumus dalam perbuatan amoral,

Keduabelas: Alai li alai lio, singir gabe utang molo so malo,
Artinya;
Berusahalah jadi orang yang pintar dan bijak, karena orang bodoh akan selalu jadi santapan orang pintar.

Kedua belas hukum inilah yang dibuat masyarakat batak sebagai tatanan hidup sehari-hari agar menjadi masyarakat yang bersih dan berwibawa sebagai keturunan Raja, karena yang merancang hukum ini adalah seorang Raja yang bernama si Raja Batak. Inilah faktor penyebab setiap orang batak disebut anak raja.